Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kesehatan

dr Ananda Febriani Aulia, SpPK-Onk, Dedikasikan Diri Jadi Dokter Spesialis Paru

Langkanya Dokter Spesialis Paru mendorong dr Ananda Febriani Aulia untuk mendalami spesialisasi di paru.

Penulis: Alex | Editor: Firmauli Sihaloho
istimewa
dr Ananda Febriani Aulia, SpP(K)-Onk 

BERTUGAS menjadi dokter jaga di Rumah Sakit Mandau, Duri, Bengkalis beberapa tahun lalu, mendorong dr Ananda Febriani Aulia, SpP(K)-Onk untuk mendalami spesialisasi paru.

Kala itu, ia banyak menemukan pasien dengan penyakit paru. Memiliki gejala seperti sesak nafas, batuk kronis, batuk berdarah, nyeri dada dan lainnya.

Minimnya dokter spesialis paru membuat para dokter kewalahan melayani para pasien. Sebab, "melimpahnya" pasien dengan keluhan tersebut, sementara jumlah dokter spesialis paru sangat terbatas.

"Keterbatasan pengetahuan saya sebagai dokter umum membuat saya tidak bisa berbuat banyak ketika itu. Dengan pengalaman itu, kemudian saya memutuskan untuk melanjutkan pendididkan dengan mengambil spesialis paru. Begitu sekolah, saya menemukan suatu hal, bahwa sering orang mengabaikan kesehatan paru karena organ ini tidak terlihat dari luar sementara fungsinya sangat penting untuk kehidupan manusia," kata dr Ananda kepada Tribunpekanbaru pada Sabtu (14/10/2023) lalu.

"Saya bergerak dibidang onkologi toraks yaitu Subspesialis paru yang lebih mengkhususkan diri dalam penanganan pasien yang mengalami tumor dan kanker di saluran pernapasan bawah. Biasanya, divisi ini akan merujuk pengobatan kanker paru dengan menggunakan metode bedah atau operasi, kemoterapi, terapi target dan imunoterapi. Sembilan puluh persen dari pasien kanker paru baru datang ke dokter setelah mereka memasuki stadium lanjut karena kanker paru stadium awal umumnya tidak menunjukkan gejala khas dan mirip dengan penyakit umum lain seperti tuberkulosis (TBC), sehingga perlu dilakukan screening dan deteksi dini kanker paru pada orang yang memiliki faktor risiko," imbuh dr Ananda yang juga salah satu pengurus Pusat Perhimpunan Onkologi Toraks Indonesia.

Faktor risiko kanker paru adalah usia lebih dari 40 tahun, kebiasaan merokok baik itu perokok aktif maupun perokok pasif, paparan polusi di tempat kerja, paparan gas radon (gas radioaktif yang berasal dar bebatuan dan tanah), paparan radiasi dan riwayat kanker paru dalam keluarga.

"Penelitian di Indonesia maupun di dunia telah membuktikan bahwa 80 persen pasien kanker paru memiliki kebiasaan merokok. Dua dari tiga pria dewasa Indonesia adalah perokok bahkan jumlah perokok anak terus naik dari 7,2 persen (2018) menjadi 9,1 persen (2019). Artinya, hampir 1 dari 10 anak Indonesia memilliki perilaku merokok," terangnya.

Kepada para pasien dr Ananda mengingatkan untuk selalu menjaga kesehatan paru.

"Saya selalu ingatkan, betapa pentingnya fungsi paru tapi sering dilupakan. Kita sering hanya memperhatikan kesehatan kulit, rambut, mata, mulut, dan lainnya yang terlihat dari luar. Sementara organ paru yang tidak terlihat, bekerja keras menjaring udara, virus, bakteri, dan polusi, justru terlupakan. Paru memiliki peran luar biasa akan tetapi tetapi kurang menjadi perhatian padahal kehidupan diawali dari nafas pertama dan diakhiri dengan nafas terakhir," ujarnya.

Ia juga berharap agar semakin banyak dokter yang mengambil spesialis paru, karena hingga saat ini belum seimbang antara jumlah dokter spesialis paru dengan jumlah pasien yang semakin banyak.

Untuk menjaga kesehatan paru, dikatakannya perlu dilakukan senam pernafasan, menghindari kebiasaan merokok, menghirup udara sebersih mungkin, mengenakan masker untuk menjaga paparan polusi udara serta melakukan olahraga rutin untuk melatih kekuatan otot paru.

Bagi yang sudah terlanjur merokok ia berpesan untuk segera berhenti merokok, baik rokok biasa maupun rokok elektrik, melakukan latihan pernafasan, menerapkan pola hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan sehat, berolahraga secara rutin dan beristirahat yang cukup.

"Yang belum merokok jangan coba-coba untuk merokok. Apakah itu rokok yang biasa maupun elektrik karena untuk berhenti merokok sangat sulit. Jangan mengira kalau kanker paru bakal terjadi beberapa bulan atau berapa tahun setelah kita merokok tetapi proses itu sudah dimulai sejak 10 hingga 15 tahun sebelumnya, ketika seseorang mulai melakukan kebiasaan merokok," tuturnya. 

Dukungan Suami dan Keluarga

Sebagai seorang dokter spesialis paru, dr Ananda harus selalu standby 24 jam.

Karena kondisi pasien tidak bisa diperkirakan waktunya untuk diberikan penanganan segera, sehingga dokter harus siap setiap waktu.

"Pernah suatu ketika, ketika kami hendak makan sekeluarga di luar, tiba-tiba di tengah jalan mendapat informasi ada anak yang tersedak benda asing seperti jarum pentul atau peluit mainan, kami lalu langsung belok ke rumah sakit, hal seperti itu sudah biasa, anak-anak dan suami juga memahami," ujarnya.

"Kadang direncanakan waktu akhir minggu bersama anak dan suami, ternyata ada pasien membutuhkan, maka itu akan didahulukan," ulas dr Ananda.

Oleh karena itu, dr Ananda harus selalu pandai membagi waktu antara profesi sebagai dokter dan keluarga.

Dikatakan dr Ananda, pentingnya dukungan penuh dari suami dan anak dalam menjalankan aktivitas dan kesehariannya di rumah sakit, agar bisa tenang dan fokus dalam bekerja.

Terlebih suami bekerja di bidang migas, yang tentunya berbeda jauh profesi dan bidang yang dijalani.

"Anak-anak dan suami saya sudah beradaptasi dengan waktu saya. Mereka memahami bahwa saya sudah mendedikasikan diri di jalan ini, InsyaAllah menjadi ibadah dan berkah bagi kami sekeluarga," pungkasnya.

(Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved