Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

M Adil Jadi Saksi Auditor BPK Riau

Uang Rp 1,2 Miliar yang Diminta Auditor BPK Riau Belum Terpenuhi, M Adil Kumpulkan Kepala OPD

M Adil pun mengundang para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk berkumpul di rumah dinasnya.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda
Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil saat diambil sumpah sebagai saksi terkait kasus suap dengan terdakwa ketua tim auditor BPK Riau, Kamis (2/11/2023)/Rizky Armanda 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Dalam sidang dugaan kasus suap Bupati Kepulauan Meranti non aktif, Muhammad Adil kepada ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa terungkap, ada permintaan uang Rp1,2 miliar.

Muhammad Adil yang menjadi saksi untuk terdakwa Fahmi Aressa menyebut, awalnya pada Maret 2023, ia bertemu dengan rombongan BPK Riau yang datang dari Pekanbaru, berjumlah sekitar 6 orang.

Pada bulan yang sama, ada pertemuan resmi yang digelar antara jajaran Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti dengan tim BPK di Gedung Hijau.

Singkat cerita dijelaskan Adil, ia sudah memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti, Bambang Supriyanto untuk mengurus tim BPK. 

Karena kata Adil, biasanya Bambang yang mengurus. Ini sudah berlangsung bahkan sejak Adil belum menjadi Bupati, dan Bambang masih menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti.

Setelah rangkaian proses pemeriksaan selesai, ternyata ada permintaan dari terdakwa Fahmi Aressa selaku ketua tim auditor BPK Riau, yakni uang sebesar Rp1,2 miliar dan belum terpenuhi.

Hal ini lanjut Adil, disampaikan oleh Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih.

Atas hal tersebut, Adil pun mengundang para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk berkumpul di rumah dinasnya. Undangan disampaikan lewat Kabag Humas Setdakab Kepulauan Meranti, Yusran.

"Ketika itu saya sampaikan supaya dibantu-bantu BPKAD," beber Adil saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dengan terdakwa Fahmi Aressa, Kamis (2/11/2023).

Adil saat itu, sempat bertanya kepada Fitria Nengsih, apakah uang untuk BPK Riau itu tidak bisa dikurangi. Adil mengaku kaget, karena baru pertama kali menghadapi yang seperti ini.

Menurut Adil, ia tak tahu persis bagaimana teknik pengumpulan uang dari OPD. Kepala OPD atau pejabat terkait lainnya diungkapkan Adil, bertemu dengan Fitria Nengsih di rumah dinasnya. 

Satu persatu masuk ke suatu ruangan untuk bertemu Fitria Nengsih.

Untuk Plt Kadis PU Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, Adil menyampaikan langsung agar dapat ikut membantu BPKAD.

Lantaran, saat pertemuan di rumah dinas, Fajar tak hadir.

Diterangkan Adil, ia tak tahu menahu seperti apa uang itu dikumpulkan. Berapa jumlahnya, kapan, dan di mana diserahkan. Karena tak ada laporan kepadanya, baik dari Fitria Nengsih maupun Fajar. Ia baru tahu setelah ditangkap oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam kasus suap ini, Adil sendiri juga berstatus sebagai pesakitan.

Untuk diketahui, Adil dalam hal ini didakwa melakukan 3 dugaan korupsi sekaligus.

Tiga kasus dugaan korupsi yang menjerat Adil di antaranya pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, penerimaan fee jasa travel umrah dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

JPU KPK dalam dakwaannya, mendakwa M Adil melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Dalam dakwaan pertama disebutkan M Adil pada tahun 2022 hingga 2023 bersama-sama Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Pemotongan itu dibuat seolah-olah utang. Hal itu disampaikan M Adil dan Fitria Nengsih dalam suatu pertemuan.

Terdakwa diketahui meminta 10 persen dari setiap OPD. Padahal tidak ada kewajiban dari OPD untuk melakukan itu dan OPD tidak punya utang kepada terdakwa.

Atas permintaan itu, untuk pencairan bendahara masing-masing meminta persetujuan kepada Kepala OPD. 

Setelah disetujui, dilakukan pencairan dan uangnya diserahkan ke Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti untuk selanjutnya diberikan kepada M Adil.

Uang diserahkan Fitria Nengsih dan sejumlah kepala OPD di rumah dinas Bupati Kepulauan Meranti, Jalan Dorak, Selatpanjang. Uang itu ada yang langsung diterima M Adil dan ada juga melalui beberapa orang lain seperti ajudan bupati.

Pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. 

"Total uang pemotongan UP yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8," ucap JPU Ikhsan Fernandi.

Pada dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp 14 ,7 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp 750 juta.

"Uang diserahkan Fitria Nengsih di rumah dinas Bupati Kepulauam Meranti. Patut diduga uang itu berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti lantaran memberikan pekerjaan di Bagian Kesra Setdakab tentang perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainah Tour," papar JPU.

Kemudian dalam dakwaan ketiga, M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar," jelas JPU Irwan Ashadi.

Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. "Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

( Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved