Siswa SMP Tewas di Padang

Soroti Kasus Afif Maulana, Mantan Kabareskrim Polri Menilai Polda Sumbar Ceroboh

Polda Sumbar menegaskan Afif tewas merupakan pelaku tawuran yang melompat ke sungai untuk menghindar dari tangkapan polisi yang tengah patroli.

|
Editor: Muhammad Ridho
kolase
Soroti Kasus Afif Maulana, Mantan Kabareskrim Polri Sebut Polda Sumbar Ceroboh 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Hingga saat ini publik masih terus mengikuti perkembangan Siswa SMP Tewas di Padang Afif Maulana.

Afif Maulana adalah remaja SMP yang ditemukan tewas di Jembatan Kuranji kota Padang, Sumbar.

Kematian Afif masih menjadi misteri meski Polda Sumbar menegaskan Afif tewas merupakan pelaku tawuran yang melompat ke sungai untuk menghindar dari tangkapan polisi yang tengah patroli.

Bahkan, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono menunjukan bukti foto seorang pria yang disebut Afif Maulana yang tengah memegang pedang panjang.

“Afif memang pelaku tawuran, handphone nya sudah saya cloning, sudah saya buka, kemarin seminggu kita kesulitan membuka handphone nya Afif karena kami enggak tahu password. Begitu dicoba, ternyata tanggal lahir Afif itulah,” ujar Kapolda Sumbar, Suharyono.

Setelah handphone milik Afif Maulana berhasil dibuka, polisi untuk pertama kalinya mengetahui percakapan antara Afif Maulana dan temannya, Adit.

Ia mengatakan bahwa dalam perbincangan tersebut, Afif yang mengajak Adit untuk tawuran.

Terkait hal ini, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Susno Duadji menilai, bahwa Kapolda Sumbar terlalu memberikan kesimpulan terkait kasus Afif terlalu cepat.

Padahal, prosedur penyidikan dalam kasus tewasnya Afif perlu di dalami secara serius, sebelum membuat kesimpulan.

Hal itu disampaikan Susno Duadji saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (8/7).

“Saya mengikuti, pertama terlalu cepat Kapolda-nya memberikan kesimpulannya. Kesimpulannya bahwa tidak terjadi kesalahan prosedur di jembatan, memang ada kesalahan prosedur di Polsek,” kata Susno.

“Kemudian si Afif ini tidak di polsek, kata saksi, tapi kata saksi ini kan belum didukung alat bukti saintifik kan, mustinya apa betul Afif tidak ada disitu harus ada CCTV-nya,” sambung dia.

Susno juga menilai, peryataan Kapolda Sumbar Suharyono yang ingin mencari pelaku penyebar video viral kasus Afif merupakan hal yang tidak penting.

Hasurnya, kata dia, seharusnya Polri memacu kinerja agar lebih baik dan diviralkan ke publik. Bukan malah mencari pelaku penyebar video.

“Enggak, ga ada pentingnya. Pentingnya itu kalau viral itu memacu kita kerja lebih baik, kalau mau diviralkan viral yang bagus ‘hebat polisi waduh suka nolong orang nggak mau begini’ viralnya boleh. Kita mengharapkan viral itu viral yang bagus, bukan dengan viral bubarkan saja polisi janganlah begitu. Aku yang sudah pensiun ini kan sedih,” ujarnya.

Sunso pun berharap, bahwa penyidik kepolisian bisa bekerja secara profesional dan baik. Sehingga, kasus Pegi Setiawan yang dituduh membunuh Vina dan Eki di Cirebon serta Afif ini tak terulang kembali dan menjadi pelajaran berharga bagi Polri.

Dia juga meminta seluruh jajaran Polri agar berhati-hati terhadap pihak-pihak yang selalu memberikan pujian kepasa institusi Bhayangkari itu. Sebab, menurutnya, pujian itu justru bisa menjadi serangan bagi Polri.

“Pengawas kita itu bukan saja pengawas internal atau pengawas ekternal lembaga resmi, pengawas sekarang itu seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.

Berikut petikan wawancara dengan Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Susno Duadji bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra terkait kasus Afif Maulana yang meninggal di Sumatera Barat:

Pak Susno ini agak melengkeng sedikit pada waktu yang bersamaan juga ada sorotan terkait dengan apa ya seorang bocah meninggal di Sumatera Barat, Afif namanya Pak Susno ngikutin nggak yang kemudian dianggap sebagai kecelakaan tunggal karena dia terjun, tetapi tubuhnya banyak. Bagaimana Pak Susno?

Pertama saya mengikuti, pertama terlalu cepat kapoldanya memberikan kesimpulannya. Kesimpulannya bahwa tidak terjadi kesalahan prosedur di jembatan, memang ada kesalahan prosedur di Polsek.

Kemudian si Afif ini tidak di Polsek, kata saksi tapi kata saksi ini kan belum didukung alat bukti saintifik kan, mustinya apa betul Afif tidak ada disitu harus ada CCTV-nya. Katanya CCTV-nya udah penuh muatan muntah ya nggak bisa mantul lagi, saya ini bukan orang teknis loh nggak terekam ya. Baru beberapa hari udah nggak bisa masuk kayak orang udah kekenyangan aja.

Nah terus di atas jembatan tidak terjadi kesalahan tersedur tapi kok ada orang mati di bawah, mestinya jangan terlalu cepat begitu dan kalau hal-hal seperti ini yang menilai jangan Polda, minta satuan yang lebih tinggi gabungan kemudian dicek nilai. Salah apa tidak prosedurnya begitu.

Nah terus yang menilai bahwa orang itu mati karena terjun atau mati dulu baru diterjunkan kan ini harus yang namanya crime scientific. Jadi harus ada investigation forensic ya kan ada acaranya, kalau orang terjun masuk hidup itu mungkin yang patah kakinya, tapi ini kan yang patah rusuknya kan.

Jangan kita memberikan tafsiran sendiri kemudian menyimpulkan sendiri, akhirnya orang nggak percaya.

Apalagi lagi ada kasus Cirebon ini polisi pada titik terendah. Kalau kita buka komentar seratus yang berkomental mungkin 99 negatif. Nah sehingga akhirnya terdampak kemana-mana seindonesia orang nggak percaya.

Menghindari itu jangan disimpulkan sendiri, yang berikut ada lagi suatu hal yang agak kurang bagus misalnya mengapa ini viral, cari siapa yang memviralkan, sekarang ini jaman apa namanya apapun diviralkan. Jangankan polisi presiden pun kalau diviralkan.

Jadi itu nggak penting siapa yang memviralkan?

Enggak, ga ada pentingnya. Pentingnya itu kalau viral itu memacu kita kerja lebih baik, kalau mau dipiralkan viral yang bagus ‘hebat polisi waduh suka nolong orang nggak mau begini’ viralnya boleh, kita mengharapkan viral itu viral yang bagus dengan viral bubarkan saja polisi janganlah berubah.

Aku yang sudah pensiun ini kan sedih.

Pak Susno mungkin nggak nanti setelah Pegi Setiawan dibebaskan polisi mencari lagi tanggep lagi kayak beberapa masalah kayak Yudhisanto dulu Marsina dibebaskan tanggep lagi?

Bukan mungkin ya, kalau untuk Pegi ya kalau untuk Pegi nggak bisa lagi, karena putusan pengadilan sudah dikatakan bukan ini Pegi-nya. Error in person kan .

Jadi kecuali kalau putusan pengadilan tadi yang dikabulkan ini kurang alat bukti, nah kalau kurang diungkapi, bisa. Tapi kalau ini dikabulkan semua dalil kalau dikabulkan semua dalil salah satu dalil yang diajukan ini bukan manusianya. Ya kalau ditangkap lagi edan apa.

Tapi mungkin pertanyaan yang bagus apakah polisi masih punya kewajiban setelah ini, punya. Kewajibannya apa? Cari yang DPO itu, kan ada 3 itu. Ada Pegi alias Perong, ada Dhani ada siapa lagi, cari itu supaya adil, supaya keluarga korban ada keadilan untuk dia, bahwa pelakunya ketangkap. Wajib dicari.

Tapi tentu prosedurnya harus diikuti ya ikuti?

Supaya nggak digugat lagi mudah-mudahan nggak. Keledai saja enggak mau jatuh di lobang yang sama.

Tapi kalau Pegi yang ini sudah jelas tidak mungkin, kecuali kalau putusannya atau dalilnya diterima sebagian, sebagian ditolak. Misalnya error in personal ditolak tapi ini dikabulkan semua kok dari pertama sampai berapa tadi kabul semua.

Pak Susno saya berharap Pak Susno memberikan closing statement untuk menjadi pelajaran kita bersama bukan hanya kasus Pegi, bukan hanya kasus Afif, dan lain-lain?

Jadi mohon kepada adik-adik, junior-juniat, dipelajaran yang terbagus. Turutilah peraturan perundang-undangan yang berlaku, gimana cara menentukan tersangka dan sebagainya supaya lebih hati-hati.

Ternyata koreksi itu, pengawas kita itu bukan saja pengawas internal atau pengawas ekternal lembaga resmi, pengawas sekarang itu seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian tingkatkan kualitas kemampuan, kemudian mohon kepada pimpinan polri, orang-orang yang ditempatkan pada posisi-posisi tertentu harus the right man on the right place. Contohnya apa Direskrimun Polda Jabar itu menurut saya tidak profesional, tidak layak ditempatkan situ. Contohnya dia apa, mencoret dua DPO dia katakan fiktif, tidak ada itu.

Nah ini kok seorang Kadit Sersepolda kok begitu. Jadi gak layak nempati jabatan itu, yang saya juga mohonkan agar kita tidak usah terlalu menyalahkan media atau terlalu menyalahkan medsos, bawa ini tekanan daripada netizen, janganlah mau ditekan, mau dihentikan, kalau kita benar gak ada masalah.

Tidak pernah dimaksud ini jadi kita justru berterima kasih bahwa hari ini kita jangan menganggap bahwa polri kalah, jangan menganggap bahwa Pegi menang atau Advokat menang, yang menang itu adalah kebenaran dan keadilan.

Jadi Polri harus berterima kasih Alhamdulillah pekerjaan saya dikoreksi, ternyata yang saya anggap benar adalah salah. Kalau saya nekat dengan kebenaran dengan puji-pujian, dengan pengakuan kesalahan menjadi kebenaran berarti masukkan jurang.

Nah termasuk juga ini ya teman-teman yang suka bersuara entah itu Advokat apa, yang memuji-muji, tahan mati bahwa polisi sudah benar sesuai prosedur gini-gini, soalnya ada advokat yang mau rindu benar ketemu saya, dianggap saya tidak cinta polisi, dia yang paling cinta, dia gak ngerti polisi, kok itu racun.

Polisi mohon ya dari level Kapolri sampai level bawah, jangan terlalu senang dengan dipuji-puji bahwa sudah benar ini, gini-gini gak usah lah. Kalau Anda baik, ya Insya Allah Malaikat mencatat Allah akan balas dengan pahala dan Insya Allah, kalau ada surga polisi itu kalau dia baik, surga yang terbaik untuk polisi iyalah, sudah gajinya kecil capek, hari libur tidak libur kerjanya baik, ya surga yang terbaik. (*)

Tapi kalau salah ya, mungkin neraka yang paling panas.

( Tribunpekanbaru.com )

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved