Pilkada Serantak
Pengamat Politik : Transaksional di Parpol Jelang Pilkada di Riau, Bacalon Miskin Gagasan
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Riau Tito Handoko mengatakan Partai politik sudah sangat transaksional menghadapi Pilkada serentak 2024
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Sesri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Situasi politik jelang Pilkada serentak di Provinsi Riau 2024 semakin dinamis dan penuh dengan taktik serta intrik yang dipraktekkan masing-masing bakal calon Kepala Daerah yang saat ini sudah mulai muncul.
Taktik dan strategi yang dilakukan para elite politik bertujuan meraih kemenangan di Pilkada Riau 2024, baik itu Pilgub maupun Pilbup.
Namun trik dan intrik tersebut dapat berdampak negatif bagi berbagai lini, termasuk tatanan sosial dan roda pemerintahan.
Paslon yang digadang-gadang maju ternyata belum tentu mendaftar ke KPU. Meski mereka telah mengantongi SK atau surat tugas dari partai masing-masing.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Riau Tito Handoko mengatakan Partai politik sudah sangat transaksional menghadapi Pilkada serentak 2024, apalagi tidak ada kadernya yang mumpuni untuk bertarung.
Pragmatisme partai politik ini amat berbahaya bagi iklim demokrasi Indonesia ke depan apalagi riau, dengan track record banyaknya kepala daerah yang di terjerat kasus hukum khususnya korupsi.
Baca juga: Pasangan Syamsuar-Mawardi Segera Gelar Deklarasi Menuju Pilgub Riau 2024
Baca juga: Dikabarkan Berpasangan dengan Abdul Wahid di Pilgub Riau 2024, SF Hariyanto: Bisa Jadi
"Karena itu, sudahilah transaksi partai politik di semua level itu, mari tumbuhkan diskursus publik sehingga kandidat yg betul-betul layaklah yang akan dipilih oleh publik,"ujar Tito Handoko.
Tito menambahkan Proses transaksional di tubuh partai politik ini pula yang berdampak pada minimnya diskursus soal visi-misi dan program strategis, para kandidat sibuk membangun branding hanya dengan baliho spanduk tapi miskin gagasan.
"Karena itu pula politik berbiaya tinggi menjadi tradisi baru dalam demokrasi Indonesia saat ini dan ke depan, tentu situasi ini tidak sehat bagi pertumbuhan peradaban demokrasi,"jelas Tito.
Menurutnya, Partai-partai juga melihat trend survey popularitas dan elektabilitas, partai tentu tidak ingin bertarung kalah atau mati konyol pada Pilkada sebab marwah partai juga dipertaruhkan.
"Karena banyak pertimbangan maka partai urung mengeluarkan rekomendasi kepada Bakal calon,"jelasnya.
Tentu menurut Tito, sabgat berdampak bagi jalannya roda pemerintahan, sebab birokrasi daerah hingga saat ini masih dianggap sebagai “mesin politik” strategis bagi petahana.
"Pun bagi masyarakat, kepastian paslon pada Pilkada juga berpengaruh pada preferensi publik terhadap kandidat. Problemnya, publik blm disajikan pada diskursus tp lebih pada 'jualan muka',"tegas Tito.
Sebetulnya, lambatnya kandidat dan partai “deal” soal dukungan berdampak pada kinerja dan konsolidasi di lapangan.
"Arena pertarungan dlm kontestasi Pilkada tidaklah sama dengan Pileg, so banyak hal yang mesti disiapkan termasuk pembentukan jaringan,"ujar Tito lagi.
( Tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Dr-Tito-Handoko-SIP-MSi-Pengamat-Politik-Universitas-Riau.jpg)