Lipsus Kekerasan pada Anak

'Ada 20 Anak, Pengasuhnya Cuma 3' Pengakuan Orangtua Korban Penganiayaan di Daycare Pekanbaru

anaknya termasuk anak berkebutuhan khusus. Anaknya hiperaktif dan mengalami speech delay atau keterlambatan bicara.

Istimewa
Early Steps Daycare Pekanbaru 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kasus Penganiayaan anak di daycare di Pekanbaru menjadi sorotan publik.

Foto-foto dan video penganiayaan bahkan tersebar di media sosial.

Membuat warganet geram dengan kelakukan pengasuh dan pemilik daycare yang bernama Early Steps Daycare itu.

Salah satu korban adalah Bocah berinisial F yang baru berusia 5,5 tahun.

Ibu F, Aya Sopia menuturkan anaknya itu sempat mengalami bekas kekerasan di tubuhnya.

Perasaan kecewa tak bisa disebunyikan Aya saat menceritakan kasus tersebut.

Anaknya mendapat perlakuan tak pantas.

Seperti diikat kakinya di baby chair, mulut dilakban, hingga tak diberi makan dari pagi sampai sore hari.

Bahkan ia menyebut, pernah mendapati ada seperti bekas gigitan dan cubitan pada tubuh anaknya.

Kondisi ini yang kemudian membuat Aya akhirnya melapor ke pihak kepolisian dan juga memviralkan di media sosial.

Pemilik daycare wanita berinisial W, sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka dalam kasus ini.

Baca juga: FAKTA-FAKTA Sepasang kekasih Bakar Diri di Medan: Berasal dari Sumbar, Sang Pria Tewas

Baca juga: Pengakuan di Medsos Didalami Polresta Bukittinggi, Kasus Senior Cabuli Yunior di Ponpes Magek

"Anak saya pernah ada bekas gigit, biru. Saya tanya ke W (pemilik daycare, red), dia bilang tidak ada. Beberapa bekas cubitan juga di paha," ujar Aya saat dihubungi tribunpekanbaru.com lewat sambungan telpon, Kamis (8/8/2024).

Ia memaparkan, temuan bekas gigitan dan cubitan itu sudah beberapa bulan. Sehingga saat divisum, bekas tersebut sudah hilang dan tak bisa jadi bukti.

Aya berkata, anaknya termasuk anak berkebutuhan khusus. Anaknya hiperaktif dan mengalami speech delay atau keterlambatan bicara.

"Sudah diterapi, cuma kan katanya harus dipancing dengan bergaul dengan kawan-kawannya, makanya saya masukkan daycare," ucap Aya.

Sebelum memasukkan anaknya ke sana, kata Aya, ia sudah menyampaikan soal kondisi sang anak. Tapi W menyanggupi untuk mengurusnya. Bahkan W menyebut akan menyediakan satu orang pengasuh khusus untuk anak Aya.

"Di sana ada 20 anak, tapi pengasuhnya cuma 3. Ada anak bayi lagi. Jadi tidak ter-handle," ungkap Aya.

Ia menuturkan, anaknya beberapa waktu belakangan memang sering menangis jika hendak diantar ke daycare itu. Seperti trauma.

Kondisi anaknya membuat Aya kecewa dan sangat marah.

Baca juga: 7 Fakta Pengemudi Mobil Mabuk Tabrak 4 Pemotor di Pekanbaru, Pakai Ekstasi di Kafe hingga Mengantuk

"Kalau memang tidak ter-handle harusnya balikin ke saya. Kenapa mesti mengikat anak saya kalau tak sanggup," beber Aya.

Ia juga menyayangkan tindakan pelaku yang seperti tak ada itikad baik untuk meminta maaf saat ketahuan ada dugaan kekerasan di daycare miliknya.

Permohonan maaf, baru diterima Aya saat pelaku akan diperiksa di kepolisian.

Aya sudah selama 7 bulan menitipkan anaknya di daycare itu dengan biaya jutaan rupiah.

Namun kini Aya merasa kecewa berat dan geram dengan perlakuan yang diterima anaknya.

Sementara itu terkait kasus ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto, ikut angkat bicara.

Kak Seto menyatakan siap 'turun gunung' untuk menangani langsung trauma anak yang diduga menjadi korban kekerasan di salah satu daycare di Pekanbaru itu.

Ini disampaikan Kak Seto saat kegiatan konferensi pers di Pekanbaru, Kamis (8/8/2024).

Ia menyebut, treatment trauma healing pada korban, akan dilakukan oleh psikolog profesional.

Dalam hal ini katanya, pihaknya juga punya kerja sama dengan Himpunan Psikologi Indonesia.

"Kalau diperlukan sekali, saya siap turun gunung untuk memberikan treatment ke korban, tapi kita percayakan dulu ke LPAI Riau," ulasnya.

Atas kejadian ini, dirinya meminta kepada seluruh pihak agar dapat lebih peka dengan nasib anak, khususnya yang ada di lingkungannya.

"Mohon kepedulian warga sekitar. Kalau ada kegiatan usaha yang melakukan pendidikan, pelayanan, menjaga kesejahteraan anak, dicek ada izin atau tidak. RT dan RW jangan sampai ada pembiaran. Pemerintah juga kami minta bisa lebih tegas.

Kak Seto menyebut, tempat penitipan anak bernama Early Steps daycare di Pekanbaru yang memakan korban itu, belum atau tidak memiliki izin.

Menurutnya, dari hasil investigasi terungkap, tempat tersebut izinnya hanya sebagai taman kanak-kanak atau kelompok bermain. Bukan daycare atau tempat penitipan anak.

"Kami menyimpulkan, ini fenomena gunung es yang banyak terjadi di beberapa tempat. Kekerasan terhadap anak tidak terdeteksi lingkungan. Ini terungkap karena ada laporan," katanya.

Lanjut Kak Seto, dirinya bersama pengurus LPAI Provinsi Riau, sudah mendatangi Markas Polresta Pekanbaru.

Pihaknya meminta kasus ini dapat ditangani hingga tuntas.

"Kami mendesak ini adalah bukan delik aduan, meski tidak ada pengaduan,Meski damai, hukum harus ditegakkan dan pidana harus berlangsung. Supaya jadi pembelajaran di tempat lain. Kami apresiasi juga adanya orang yang berani melapor," ujarnya.

Menurut Kak Seto, melindungi anak merupakan kewajiban setiap orang. Bahkan katanya, melindungi anak, butuh peran orang sekampung.

Kak Seto menegaskan, jika penanganan kasus ini tak jelas, maka pihaknya akan menarik ke Mabes Polri.

Dimana diterangkannya, LPAI punya MoU dengan Polri. Tujuannya pun untuk menjaga citra positif Polri agar semua bisa dilakukan dengan cepat, dan tidak menjadi preseden buruk bagi Polri.

"Biar tidak seolah-olah di media sosial akan lebih ditanggapi dari pada melapor ke Polri," ungkap dia.

Kak Seto memaparkan, korban kekerasan tempat penitipan di Pekanbaru ini, mengalami trauma dan ketakutan. Korban sampai tidak mau bersekolah.

"Selain pelaku, korban jangan dilupakan, harus segera dapat treatment sikologis, agar tumbuh kembangnya baik dan cepat pulih sediakala," ucapnya.

Kak Seto meminta, tempat penitipan anak di Pekanbaru yang jadi sarang kekerasan ini, harus cepat ditutup agar tidak ada korban berikutnya.

Sambil katanya, pihak berwenang bisa mendeteksi apakah ada korban lainnya yang belum berani bersuara.

Diketahui, penyidik Unit PPA Satreskrim Polresta Pekanbaru, menetapkan pemilik daycare Early Steps daycare Pekanbaru, wanita berinisial W sebagai tersangka dugaan kasus kekerasan terhadap anak.

Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra mengatakan, W dijerat dengan Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Sudah ditetapkan sebagai tersangka, ancaman di bawah 5 tahun penjara," kata Bery, Kamis (8/8/2024).

Lanjut Bery, meski sudah ditetapkan tersangka, W tidak ditahan. Lantaran ancaman penjara di bawah 5 tahun.

Sementara satu terlapor lagi, wanita berinisial D yang merupakan pengasuh, masih dalam proses pemeriksaan intensif.

Bery memaparkan, pihaknya sudah memeriksa sebanyak 5 orang. Termasuk dua orang terlapor, yakni W dan D. Sudah 5 orang kita periksa, termasuk terlapor pemilik daycare inisial W dan dan pengasuh berinisial D. Saat ini masih berproses," ujar Bery.

Ia memastikan, penyidik akan bekerja menangani laporan kasus ini secara profesional.

Kasus dugaan kekerasan terhadap anak ini, dilaporkan seorang ibu bernama Aya Sopia (41).

Ia melaporkan dugaan kekerasan terhadap anak kandungnya, F, yang dilakukan oleh pengasuh di daycare tersebut.

Terlapor dalam kasus ini, yakni wanita berinisial W selaku pemilik daycare dan D, seorang pengasuh di tempat itu.

Laporan dilayangkan oleh Aya Sopia secara resmi ke Polresta Pekanbaru, pada 31 Mei 2024 lalu.

Pasca menerima laporan, polisi langsung melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan sejumlah alat bukti. Salah satunya dengan memeriksa saksi-saksi terkait.

Polisi juga tengah mendalami video yang menampilkan dugaan tindakan tidak wajar yang dialami anak pelapor di daycare tersebut.

Menurut informasi, ibu korban, Aya, melapor ke polisi setelah dirinya melihat sebuah video yang memperlihatkan anaknya diduga diperlakukan tidak semestinya oleh pengasuh di daycare itu.

Dalam video itu, anak Aya didudukkan di baby chair atau tempat duduk anak, lalu kakinya diikat dengan isolasi.

Ternyata isu yang berkembang menyebut, di daycare tersebut sudah beberapa kali terjadi dugaan kekerasan terhadap anak.

(TRIBUNPEKANBARU.COM)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved