Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Perjalanan Karir Riva Siahaan hingga Jadi Dirut Pertamina Patra Niaga dan Berujung Tersangka

Riva Siahaan memutuskan pindah ke PT Pertamina (Persero) sebagai key account officer pada September 2008-Maret 2010.

Editor: Sesri
FOTO/DOK
Riva Siahaan diangkat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Jumat (16/6/2023). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Riva Siahaan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Merujuk akun LinkedIn pribadinya, Riva mengawali kariernya sebagai account manager di Matari Advertising pada Maret 2005-Maret 2007. 
Setelah itu, ia bekerja sebagai assistant account Director TBWA Indonesia pada Maret 2007-September 2008. 

Riva memutuskan pindah ke PT Pertamina (Persero) sebagai key account officer pada September 2008-Maret 2010.

Perjalanan kariernya di perusahaan pelat merah tersebut berlanjut sebagai Senior Bunker Officer I di Jakarta pada April 2010-Desember 2013. 

Kemudian, ia ditempatkan sebagai Senior Bunker Officer I di Jakarta dan Singapura pada Desember 2013-Januari 2015. 

Mulai Februari 2015, Riva menempati posisi baru sebagai bunker trader di Pertamina Energy Service.

Posisi tersebut ia jalani selama satu tahun hingga Februari 2016 sebelum dipindah menjadi Senior Officer Industrial Key Account di PT Pertamina (Persero).

Baca juga: Cara Riva Siahaan Cs Kuras Uang Negara,Korupsi Petinggi Subholding Pertamina Capai Rp 1000 Triliun

Baca juga: Kuras Uang Negara hingga 1 Kuadriliun, Para Petinggi Subholding Pertamina Bersekongkol Lakukan Ini

 

Pada Maret 2018-April 2019, Riva ditugaskan sebagai Pricing Analyst, Market, and Product Development Retail Fuel Marketing.

Jabatannya naik menjadi VP Crude and Gas Operation di Pertamina International Shipping pada April 2019-Desember 2020.

Di perusahaan yang sana, Riva juga ditugaskan sebagai VP Sales and Marketing pada Desember 2020-Mei 2021 dan Commercial Director pada Mei -Oktober 2021.

Riva lalu dipromosikan menjadi Corporate Marketing and Trading Director di PT Pertamina Patra Niaga pada Oktober 2021-Juni 2023.

 Jabatan tertinggi dan terakhir yang ia duduki di perusahaan tersebut sebelum ditetapkan menjadi tersangka adalah Chief Executive Officer atau Dirut.

Riva menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan yang menjual bahan bakar minyak tersebut sejak tahun 2023.

Jabatan itu diperoleh Riva berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) Pertamina pada 16 Juni 2023.

"Sulap" BBM RON 90 jadi 92

Dalam menjalankan aksinya, RS "menyulap" BBM RON 90 menjadi RON 92 (Pertamax).

Modusnya, RS melakukan pembayaran produk kilang untuk RON 92 (Pertamax), tetapi BBM yang dibeli adalah jenis RON 90. BBM RON 90 itu kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92.

Kejagung menegaskan, praktik tersebut tidak diperbolehkan.

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar, kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina memprioritaskan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

Aturan tersebut membuat pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipasok dari dalam negeri.

Begitu juga dengan kontraktor yang harus berasal dari Tanah Air. Namun, hasil penyidikan Kejagung mengungkapkan, RS, SDS, dan AP mengondisikan rapat optimalisasi hilir.

Rapat itu menjadi dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Dengan begitu, pemenuhan minyak mentah dan kebutuhan kilang dilakukan melalui impor yang melawan hukum. Saat produksi minyak mentah turun, dibuat skenario untuk sengaja menolak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).

Dengan skenario itu, produksi minyak mentah K3S dianggap tidak memenuhi nilai ekonomis. Padahal, harga yang ditawarkan masih tergolong rentang harga normal.

 Selain itu, produksinya juga ditolak dengan alasan tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan. Alhasil, minyak mentah produksi K3S diekspor ke luar negeri. Sementara, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi melalui impor.

Abdul Qohar menuturkan, ada perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan produksi dalam negeri.

Para tersangka diduga mengincar keuntungan lewat tindakan pelanggaran hukum ini.

 ”Selanjutnya kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya permufakatan jahat atau mens rea antara tersangka penyelenggara negara dan tersangka broker,” tutur dia.

Tersangka RS, SDS, dan AP juga memenangkan broker lewat cara yang melawan hukum.

Sementara, tersangka DW dan DRJ berkomunikasi dengan AP untuk memperoleh harga tinggi saat syarat belum disetujui oleh SDS ketika mengimpor minyak mentah dan dari RS untuk produk kilang.

Pada saat proses impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya manipulasi (mark up) kontrak pengiriman yang dilakukan YF lewat PT Pertamina International Shipping.

Akibatnya, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN. Perbuatan melawan hukum ini mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun.

( Tribunpekanbaru.com / Tribunnews / Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved