TEKA-TEKI Uang dan Emas Rp 1 Triliun Zarof Ricar, Eks Pejabat MA: Disita untuk Negara
penyidik juga menemukan catatan berupa nomor perkara yang melekat pada kantong-kantong berisi emas atau uang dari rumah Zarof.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Palu hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat telah diketuk, menggegerkan publik dengan keputusan tegasnya.
Majelis hakim memerintahkan agar uang tunai sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang disita dari Zarof Ricar dirampas untuk negara.
Zarof, yang merupakan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), dinyatakan bersalah atas dakwaan bermufakat jahat menyuap hakim agung dan menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 1 triliun.
“Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, majelis hakim menetapkan status barang bukti sesuai tuntutan Penuntut Umum, di mana aset hasil gratifikasi dirampas untuk negara,” kata Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
Dalam pertimbangannya, Hakim Rosihan menyebutkan, jaksa penuntut umum meminta agar semua aset yang disita penyidik dari Zarof, termasuk uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas, dirampas untuk negara.
Ia lantas menyebutkan ketentuan Pasal 38 b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan, pelaku korupsi harus melakukan pembuktian terbalik.
“Terdakwa wajib membuktikan bahwa aset tersebut bukan hasil korupsi,” ujar Hakim Rosihan.
Baca juga: INILAH Vonis Para Penyuap Kasus Ronald Tannur: Sang Ibu, Pengacara hingga Eks Pejabat MA
Baca juga: Terbongkarnya Grup FB Penyuka Sesama Jenis di Tuban: Eksis Sejak 2010, Punya 1.000 Anggota
Sementara, Pasal 38 b Ayat 2 menyatakan bahwa jika terdakwa tidak bisa membuktikan hartanya bersumber dari pendapatan yang sah, maka hakim berwenang memutuskan semua atau sebagian harta itu dirampas untuk negara.
Dalam perkara rasuah Zarof, majelis hakim menilai eks pejabat MA itu tidak bisa membuktikan bahwa uang dan emas senilai Rp 1 triliun bukan bersumber dari korupsi.
“Terdakwa gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut diperoleh secara legal melalui warisan, hibah, atau sumber penghasilan sah lainnya,” tutur Rosihan.
Selain itu, penyidik juga menemukan catatan berupa nomor perkara yang melekat pada kantong-kantong berisi emas atau uang dari rumah Zarof.
Hal ini menunjukkan bahwa aset itu berhubungan dengan perkara yang ditangani di pengadilan.
“Mengindikasikan bahwa aset tersebut diperoleh dari gratifikasi yang berhubungan dengan penanganan perkara,” ujar Hakim Rosihan.
Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan kepada Zarof.
Ia dinilai terbukti melanggar dakwaan kumulatif jaksa penuntut umum.
(TRIBUNPEKANBARU.COM)
Ingat Ronald Tannur? Anak Orang Kaya yang Bunuh Pacar, Suap Hakim tapi Kini Dapat Remisi |
![]() |
---|
Komunitas MARI Lari Gelar Charity Run untuk Panti Asuhan di Pekanbaru |
![]() |
---|
Anak Panti Asuhan Al Akbar Pekanbaru Riang Dapat Bantuan dari Tim Mahkamah Agung Peduli |
![]() |
---|
Tom Lembong 'Lawan Balik' dengan Laporkan Tiga Hakim ke KY dan MA, PN Jakarta Pusat Buka Suara |
![]() |
---|
Roda Hukum Berputar: Rudi Suparmono Dituntut 7 Tahun di Pengadilan yang Pernah Ia Pimpin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.