Berita Viral

Ada Apa Brigadir Nurhadi dengan Melanie Putri ? Misri Puspitasari Beberkan Pengakuan Mengejutkan

Ada pengakuan Misri Puspita Sari yang bikin kasus kematian Brigadir Nurhadi makin tak jelas. Ada apa sebenarnya di lokasi kejadian?

Editor: Budi Rahmat
Kolase Istimewa
Kompol I Made Yogi Purusa Utama, mantan Kasat Narkoba Polres Mataram, diduga terlibat kasus pembunuhan anggota Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Muhammad Nurhadi. Polisi lain yang turut ditahan dalam perkara ini ialah Ipda Haris Chandra. Ia ada di tempat kejadian perkara (TKP). Selain itu ada seorang perempuan bernama Mistri Puspitasari alias M (23) asal Jambi turut ditahan. Misri Puspitasari diduga teman dari Kompol Yogi. 

Muhammad Hambali, kakak sambung Brigadir Nurhadi, meminta kepolisian mengungkap kasus kematian Nurhadi dengan transparan. 

Menurut Hambali, sejak awal, keluarga menerima kabar, Nurhadi meninggal karena tenggelam, tetapi mereka meragukan informasi tersebut.

"Apalagi tenggelam di kolam renang yang kedalamannya lebih rendah dari tinggi badan Nurhadi" ujar Hambali.

"Selain itu, banyak luka di tubuh dan wajah Nurhadi saat jenazahnya diperlihatkan," imbuhnya.

Hambali menyatakan, mereka awalnya sepakat tidak melakukan autopsi.

Namun belakangan keluarga menyerahkan sepenuhnya kepada aparat untuk menggali kubur dan melakukan autopsi guna mengetahui penyebab kematian sebenarnya. 

"Benar ternyata kecurigaan keluarga, ada luka-luka, patah tulang lidah, leher, dan luka-luka di wajahnya," terang Hambali. 

Hambali menyadari, perjuangan keluarga demi keadilan adik tercintanya tidak sepenuhnya akan berhasil karena keterbatasan kondisi keluarga yang biasa saja.

"Kita ini orang bawah, jadi masih terus berjuang. Kita bisa melawan, kita ini orang sipil" jelasnya. 

"Bagaimana melawan orang atas seperti ini, ibarat batu lawan telur, tetap akan pecah," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.  

Keluarga hanya menginginkan penanganan kasus Nurhadi yang transparan dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.

Hambali merasa kecewa dengan cara polisi menangani kasus yang telah merenggut nyawa adiknya.

"Saya maunya transparan, kan ada beritanya kemarin sudah ditangkap 2 polisi (YG dan HC), tapi kayaknya omong-omong saja" terang Hambali.  

"Tidak ada beritanya bahwa mereka itu pakai baju tahanan. Kayak dilihat foto saja, itu pun pakaian biasa. Itu bikin kami tidak yakin," ujarnya. 

Dalam kunjungan Kompas.com (grup suryamalang) ke rumahnya yang sederhana, Hambali baru saja pulang bekerja. 

Hambali terlihat kelelahan setelah membantu membersihkan sisa banjir di lingkungan Gerimak. 

Kasus kematian Brigadir Nurhadi yang terjadi pada 16 April 2025 di sebuah vila privat Tekek bagian dari The Beach House Resort Gili Trawangan Lombok Utara, mulai terungkap setelah dilakukan autopsi dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh tim penyidik Direskrimum Polda NTB.

Anggota Propam Polda NTB tersebut diduga dianiaya dua atasannya, yaitu Kompol I Made Yogi Purusa Utama (YG) dan IPDA Haris Chandra (HC).

Selain itu, diduga terlibat seorang perempuan berinisial M asal Jambi yang disebut-sebut sebagai kawan YG dan bersedia datang ke Trawangan dengan bayaran Rp 10 juta.

M tidak sendiri, dia bersama P, tetapi P tidak ditetapkan sebagai tersangka karena tidak berada di lokasi kejadian saat pembunuhan Nurhadi.

Sementara itu, Dewi, kakak kandung Nurhadi, terus menangis mengenang sang adik.

Dewi merasa apa yang dialami adiknya adalah tindakan kejam yang tidak manusiawi. 

"Saya hanya mau polisi memberikan keadilan untuk adik saya. Kami sudah menderita dan sedih kehilangan," kata Dewi.

Keterangan Ahli Forensik

Ahli forensik Universitas Mataram dr Arfi Samsun mengungkapkan hasil autopsi.

Terdapat indikasi penganiayaan terhadap Nurhadi.

Ditemukan kondisi patah tulang lidah yang mengindikasikan 80 persen kematian korban karena dicekik. 

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram ini juga melakukan pemeriksaan penunjang, seperti memeriksa paru-paru, tulang sumsum dan ginjal. 

Hasilnya ditemukan air kolam yang masuk ke bagian tubuh ini. 

"Saat korban berada di dalam air dia masih hidup dan meninggal karena tenggelam yang disebabkan karena pingsan," kata Arfi dalam konferensi pers, Jumat (4/7/2025).

"Jadi ada kekerasan pencekikan yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air" urainya. 

"Tidak bisa dipisahkan pencekikan dan tenggelam sendiri-sendiri tetapi merupakan kejadian yang berkesinambungan atau berkaitan," jelasnya. 

"Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam," imbuh Arfi.

Peran Para Tersangka Masih Didalami

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, peran para tersangka masih didalami. 

Para tersangka memberikan sesuatu kepada korban yang menyebabkan korban tidak sadarkan diri sesuai dengan pasal 359 KUHP. 

Terkait dugaan adanya penganiayaan sesuai dengan pasal 351 ayat 3, Syarif mengatakan masih mendalami karena terkendala pengakuan para tersangka yang sebagian besar berbohong. 

"Tapi saya sampaikan dari awal kami berdasarkan keterangan hasil ekshumasi, keterangan ahli pidana dan ahli poligraf untuk menetapkan tersangka," kata Syarif. 

Dua orang tersangka dan almarhum Nurhadi pergi ke Gili Trawangan untuk liburan dan ditemani dua orang wanita. 

"Dari penjelasannya yang satu mereka (tersangka dan korban) kesana (Gili Trawangan) untuk happy-happy dan pesta," tegas Syarif. 

Saat tiba di lokasi pesta yakni di Villa Tekek, korban diberikan sesuatu yang diketahui merupakan obat penenang. 

Namun terdapat rentang waktu 20:00 WITA sampai 21:00 WITA yang tidak ada satupun saksi maupun rekaman kamera pengawas (CCTV), melihat dan merekam peristiwa itu. 

"Sehingga space waktu ini patut diduga tempat terjadinya (pencekikan) seperti yang disampaikan seperti hasil ekshumasi, karena ada faktor sebelumnya diberikan sesuatu yang seharusnya tidak dikonsumsi tapi dikonsumsi," kata Syarif. 

Syarif menjelaskan, korban sempat merayu rekan wanita dari salah satu tersangka. 

Tentu saja kasus ini harus diselesaikan secara profesional. Karena publik menyoroti perilaku oknum polisi yang berbuat pidana. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved