Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kasus Perceraian di Riau

Kasus Cerai Tinggi di Riau, Perselisihan dan Faktor Ekonomi Picu Lonjakan Perceraian

Perselisihan yang berujung pada pertengkaran rumah tangga disebut sebagai penyebab utama, disusul faktor ekonomi

Penulis: Alex | Editor: Sesri
FOTO/DOK
ILUSTRASI - Angka Perceraian di Riau Tinggi 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Provinsi Riau belakangan ini dihadapkan pada fenomena meningkatnya kasus perceraian

Perselisihan yang berujung pada pertengkaran rumah tangga disebut sebagai penyebab utama, disusul faktor ekonomi yang menambah beban pasangan.

Kondisi ini terutama banyak dialami pasangan muda yang dinilai belum matang dalam menghadapi dinamika rumah tangga.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pekanbaru, H Syahrul Mauludi, menyebut tingginya angka perceraian tersebut juga terjadi di Pekanbaru

"Hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Keluarga merupakan fondasi utama masyarakat. Jika rapuh, maka akan berdampak pada ketahanan sosial secara keseluruhan," kata Syahrul kepada Tribun beberapa waktu lalu.

Syahrul menilai, tekanan hidup di perkotaan membuat rumah tangga semakin rentan.

Selain masalah ekonomi, gaya hidup modern, lemahnya komunikasi, hingga pergaulan bebas turut memicu keretakan.

Baca juga: Pekanbaru Dihantui Tingginya Angka Perceraian Pasangan Muda, Ada Apa?

Baca juga: Setiap Tahun 1.600 Kasus Perceraian, Pekanbaru Hadapi Ancaman Rapuhnya Keluarga Muda

 

Ia mendorong agar pembinaan keluarga dilakukan sejak dini, bahkan sebelum pasangan menikah.

Berdasarkan data Kemenag, Pekanbaru mencatat lebih dari 1.600 kasus perceraian setiap tahunnya.

Angka ini memberi kontribusi cukup besar terhadap jumlah perceraian di Provinsi Riau yang pada 2024 mencapai 8.000 kasus.

Mayoritas perceraian terjadi pada usia produktif antara 31 hingga 41 tahun.

Syahrul mengingatkan, penyelesaian masalah keluarga tidak bisa hanya mengandalkan lembaga saat konflik sudah memuncak.

Perlu strategi menyeluruh mulai dari pencegahan, edukasi, hingga pendampingan, agar pasangan memiliki kemampuan mengelola rumah tangga di tengah berbagai tantangan.

Ia juga menyampaikan, fenomena ini menunjukkan bahwa membangun rumah tangga tak cukup dengan cinta dan komitmen di awal pernikahan.

Dibutuhkan persiapan, kematangan emosi, kemampuan komunikasi, dan kesiapan menghadapi kenyataan hidup bersama, agar janji sehidup semati tidak terhenti di tengah jalan.

(Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved