Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Alexander
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU- Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Pengurus Daerah (Pengda) Riau melirik dua isu terpopuler yang menjadi santapan menarik di wilayah Riau saat ini. Peralihan blok rokan dari tangan Chevron ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), misalnya.
Baca: Soal Kasus Pungli RTK yang Ditangani Polres, Ini Kata Wabup Kampar
Isu ini dianggap telah menimbulkan polemik di tengah khalayak. Blok Rokan yang dikelola asing ini mulai beroperasi di Riau sejak tahun 1942. Hanya saja, pembangunan pendidikan di Riau baru berlangsung pada tahun 1962.
"Oleh karena itu, AAI akan bertindak dalam hak transisi Chevron ke Pertamina. Terkait hal tersebut, Pengda AAI akan mengawal masa transisi kelola Blok Rokan, agar Pertamina selaku BUMN tidak mengulang cacat kelola CPI," kata Ketua Umum Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Pengrus Daerah (Pengda) Riau, M Rawa El Amady, Senin (6/8/2018).
Baca: Wabup Prihatin ASN Dinkes Kampar Ditangkap karena Narkoba, Ini Menjadi Pelajaran ke Depan
Selanjutnya, menurutnya, untuk menatap ke depan pasca 2021, Pengda Riau usulkan CPI tidak bergaya habis manis sepah dibuang. Walau CPI hengkang, Pengda usulkan Chevron beri sumbangan pendirian "post oil and mining closure".
"Ada semacam dana perwalian atau dana amanah (oil trust fund) untuk pendidikan dan pengembangan usaha tempatan. Ini bisa diteruskan dengan Yayasan Pertamina," imbuhnya.
Baca: Gandeng Ust Mahfud Ali Sat Polairud Polres Siak Sosialisasi Antisipasi Gerakan Radikal
Selanjutnya, CPI dan Pertamina memastikan pemulihan jasa lingkungan pasca tambang migas terlaksana baik termasuk social due diligence.
Selain itu, juga memastian hak-hak dasar Orang Sakai terpenuhi. Masyarakat addat di dalam dan sekitar wilayah kerja minyak.
“Selama 20 tahun tersebut minyak dieksploitasi di Riau, tetapi Riau tidak mendapat manfaat sedikitpun. Seharusnya dari tahun 1942 pendidikan di Riau sudah dibangunan, bukan harus sekoelah ke Sumbar dan ke Medan. Oleh sebab itu, AAI merasa penting mendiskusikan kembali tentang hak-hak lokal/daerah pada tahun 1942-1962. Riau sudah dieksploitasi, namun lingkungan serta kesejahteraan masyarakatnya terabaikan,” beber M Rawa El Amady.
Baca: BREAKING NEWS: Rumah Kapitra Ampera Pengacara Habib Rizieq Dilempari Bom Molotov
M Rawa sendiri baru terpilih pada tanggal 4 Agustus 2018. Pada tanggal 4 Agustus 2018 beberapa antropolog di Riau bersepakat membentuk Pengda AAI Pengda Riau dan sekaligus pembentukan Pengurus. Selain, terpilih ketua umum, Zuli Laili Isnaini terpilih sebagai Seketaris Umum, Hambali Sebagai Bendahara, Derichad H. Purta kepala devisi Pemberdayaan, Achmad Hidir sebagai kepala devisi Peningkatan profesi, dan Marhalim Zaini kepala devisi Advokasi.
Baca: BREAKING NEWS: Rumah Kapitra Ampera Pengacara Habib Rizieq Dilempari Bom Molotov
Issu penting lain, yang menjadi perhatian AAI Pengda Riau adalah Riau terjadinya kasus konflik sumber daya alam tertinggi di Indonesia. Jika diakumlasi dari tahun 2008, jumlah konflik di Riau mencapai 450 kasus, semenara yang baru bisa diselesaikan kurang dari 10 persen.
Oleh sebab itu, AAI mengharapkan pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk serius melihat permasalahan tersebut. AAI berharap pemerintah dan perusahaan menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada kearifan lokal. Untuk memimalisir konflik tersebut, AAI berharap ke depan pemerintah hendaknya menjadikan manusia sebagai tujuan dari pembangunan.
Baca: Jadwal Pertandingan Sepakbola Wanita Asian Game 2018, Berikut Daftar Harga Tiketnya
AAI Riau yang resmi terbentuk Sabtu lalu, juga hadir karena konflik di Riau merupakan yang tertinggi se-Indonesia. Namun, tingginya konflik tersebut belum diimbangi dengan upaya yang sinergis antar pemerintah untuk menyelesaikannya.
“Kecuali ada tekanan pasar. Tanpa tekanan pasar konflik itu tidak ada yang dibahas pemerintah. Di sinilah AAI berfungsi untuk melihat, mengurai dan memecahkan permasalahan. Penyelesaian konflik di AAI berbasis kepentingan masyarakat lokal dan budaya lokal,” pungkasnya.
Baca: Live Streaming Timnas Indonesia Vs Kamboja Piala AFF U-16 2018 Babak Kedua
AAI di Riau sendiri dibentuk karena beberapa alasan, yakni pertama berdasarkan kepentingan organisasi agar AAI berkembang di seluruh Indonesia. Diikuti dengan dasar perkembangan aset di Indonesia saat ini begitu penting sehingga perlu juga dilaksanakan di daerah. Terakhir, karena jumlah antropolog di Riau cukup banyak dan produktif di berbagai bidang, seperti seni dan budaya, lembaga swadaya, ekonomi dan lainnya.
Baca: BREAKING NEWS: Rumah Kapitra Ampera Pengacara Habib Rizieq Dilempari Bom Molotov
“Ternyata semuanya produktif di bidang masing-masing. Mereka terus berkarya besar-besaran, namun tidak kunjung dilirik oleh pemerintah. Poinnya, pembangunan itu untuk siapa? Untuk manusia, kan? Jadi pembangunan itu bukan untuk pembangunan, tapi pembangunan itu untuk manusia. Dan kajian antropolog itu, ya, tentang manusia,” jelas Rawa.
Baca: Jadwal Pertandingan Sepakbola Wanita Asian Game 2018, Berikut Daftar Harga Tiketnya
Adapun hal yang menjadi konsentrasi AAI Riau antara lain melakukan riset dan publikasi hal-hal yang berhubungan dengan perubahan budaya materi dan teknik di Riau, semisal pergeseran budaya ekonomi (pendekatan ekonomi, sosial).
Kemudian berkaitan dengan riset dan publikasi pandangan filosofi Melayu Riau, permasalahan gambut serta kebakaran, Warisan Budaya Tak Benda, riset situs artefak terutama Candi Muara Takus, riset dan Publikasi 8 Suku Asli di Provinsi Riau, pengembangan dan kajian folklore, kajian dan pengembangan sistem kepercayaan serta pengobatan tradisional melayu.
“Kami juga secara periodik akan menjadwalkan diskusi-diskusi informal dan bedah buku dari para antropolog serta dapat juga membuat bazar/pameran buku,” tutupnya. (ale)