Ronald Tannur Bebas

Pengacara Dini Sera Bongkar Keanehan Erintuah Damanik saat Sidang: Hakim Sering Memutus atau Menyela

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Erintuah Manik (kanan) memvonis bebas Ronald Tannur, terdakwa yang membunuh pacarnya sendiri.

Dini sempat duduk bersandar di pintu sebelah kiri mobil Gregorius Ronald Tannur. Tanpa menghiraukan kekasihnya, Gregorius  Ronald Tannur lalu masuk dan menjalankan mobil. Walhasil, sebagian tubuh Dini terlindas dan terseret sejauh 5 meter.

"Visumnya menunjukkan banyak kerobekan di hati yang menyebabkan pendarahan hebat, sehingga itu yang menyebabkan kematian. Kerobekan majemuk itu akibat kekerasan dari benda tumpul, tapi kenapa hal ini tidak dimasukkan dalam pertimbangan?," ucapnya.

Pertanyaan bagaimana terdakwa bisa lepas  berputar-putar di kepalanya.

Dia melihat betul saat rekontruksi Gregorius Ronald Tannur mengakui menganiaya korban hingga mereka ulang 60 adegan. Namun, semua itu dibantah terdakwa saat diadili Pengadilan Negeri Surabaya.

Menurutnya, kejanggalan tidak hanya terasa di dalam ruang persidangan. Saat kasusnya masih bergulir di ranah kepolisian sudah ada pihak yang berusaha mengaburkan penyebab kematian.

Polisi sempat menyebutkan Dini sakit lambung. Lalu ketika pihaknya mengusulkan agar jasad dilakukan autopsi namun malah ditolak.

"Tim pengacara itu sampai patungan untuk bayar autopsi. Padahal, sepanjang yang saya ketahui visum dalam perkara  pidana ditanggung negara," terangnya.

Prof. Dr. H. Sunarno Edy Wibowo, Guru Besar FH ASEAN University International menimpali, bahwa hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan. Namun, keyakinan harus diimbangi dengan aturan.

Apa yang disampaikan jaksa, saksi, ahli, dan hasil autopsi seharusnya dibahas dalam sidang.

Terlebih lagi, ketika ahli memberikan keterangan tidak boleh di harus didengarkan dengan seksama tidak boleh disela.

"Meskipun terdakwa ada niat untuk mengantar ke rumah sakit, seharusnya hal ini tidak bisa disimpulkan sebagai penghapusan perbuatannya. Asas hukum tidak bisa begitu saja terhapus," tegasnya.

Elok Dwi Kadja SH MH Cla. selaku Humas DPC Peradi Surabaya secara jujur mengaku heran dengan sederet bukti yang ada namun putusan hakim yang menyatakan korban tewas karena alkohol.

Namun, dia berprasangka bahwa hakim sudah memutus kasus ini sesuai keyakinan, sebab  ada dalil yang mengatakan lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah. 

"Barangkali asas itu yang digunakan hakim," ucapnya.

Saat ditanya tentang asumsi apakah sebuah perkara bisa dibeli, ia meyakinkan  selama mendalami keilmuan hukum tidak ada istilah tersebut. Namun, saat disinggung soal reputasi hukum yang tidak bagus-bagus amat, ia kemudian menjelaskan secara diplomatis.

Halaman
1234

Berita Terkini