Menurut Budi, tidak sedikit dokter yang masih percaya perundungan adalah cara untuk membangun ketahanan mental.
“Banyak yang denial, merasa bullying penting untuk membentuk mental yang kuat. Padahal, ada banyak cara melatih ketahanan mental tanpa harus menyakiti,” tegasnya.
Budi menggarisbawahi di profesi lain seperti TNI, Polri, dan pilot, ketahanan mental juga diperlukan, namun praktik pendidikan mereka minim perundungan.
“TNI, Polri, pilot, semuanya membutuhkan ketahanan mental yang kuat, tapi cara mendidiknya tidak seperti ini (bullying). Ini soal budaya yang harus diubah,” tambahnya.
Menkes tidak ragu mengungkap detail praktik perundungan yang terjadi, mulai dari aturan ketat hingga perlakuan yang tidak adil terhadap peserta PPDS.
“Saya tahu persis praktiknya, berapa bayarnya, seperti apa perlakuannya. Yang bekerja di rumah sakit pendidikan kebanyakan hanya PPDS, dokter senior jarang turun langsung."
"Di ruang operasi, misalnya, PPDS yang bekerja, dokter senior hanya datang sebentar lalu pergi,” lanjutnya.
Budi menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum agar ada hukuman maksimal bagi pelaku sebagai efek jera.
“Saya akan dorong kasus ini diproses hukum. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya untuk menciptakan efek jera,” kata Budi.
Dengan keberanian Budi membuka praktik-praktik kelam ini, diharapkan ada perubahan signifikan dalam lingkungan pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
"Saya minta didokumentasikan biar polisi yang menyelidiki. Sudah, sudah. Diary, Whatsapp, chat, banyak sekali. Itu nanti bisa tanya polisi (apakah terbukti korban bullying atau tidak)," imbuhnya.
( Tribunpekanbaru.com )