TRIBUNPEKANBARU.COM,PEKANBARU - Di tengah denyut nadi eksplorasi minyak dan gas, Kecamatan Mandau menemukan cara baru untuk bangkit melalui seni membatik.
Sejak 2021, Batik Mandau telah menjadi simbol kreativitas dan kemandirian ekonomi masyarakat setempat, membawa serta warisan budaya yang kaya dan kearifan lokal.
Motif khas Batik Mandau terinspirasi dari elemen-elemen lokal, termasuk gambaran pompa angguk dari Duri Field PHR WK Rokan yang berkontribusi pada produksi minyak nasional sejak 1951.
Setiap helai kain batik tidak hanya memancarkan keindahan, tetapi juga menyimpan cerita panjang mengenai sejarah industri migas dan kehidupan masyarakat Mandau.
Haslinda, salah satu pengrajin batik, mengungkapkan bagaimana pelatihan yang diinisiasi oleh TP PKK Kecamatan Mandau telah mengubah hidupnya.
“Saya belajar membatik selama tiga bulan dan sekarang bisa menghasilkan tambahan hingga Rp 2 juta per bulan,” ujarnya,Selasa (22/10/2024).
Dari awalnya hanya tiga pengrajin, kini jumlah mereka telah berkembang menjadi 15 orang, menciptakan peluang kerja bagi ibu-ibu rumah tangga di daerah tersebut.
Dalam proses pembuatannya, kain katun putih dipotong, kemudian dicanting dengan berbagai motif, termasuk daun sirih dan bunga melati.
Setelah pencantingan, proses pewarnaan dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan setiap warna tetap terpisah dan menarik.
Ely Marni, seorang pengrajin, menjelaskan, “Kami dapat menyelesaikan dua kain batik dalam sehari dengan gradasi warna yang indah," ungkapnya.
Dukungan dari Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Politeknik Negeri Bengkalis sangat vital dalam pengembangan Batik Mandau.
Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR menyediakan peralatan dan pelatihan, sehingga omzet pengrajin meningkat dari Rp 10 juta menjadi Rp 20 juta per bulan.
“Kami sangat berterima kasih atas dukungan ini,” kata Riki Rihardi, Camat Mandau.
Batik Mandau telah menembus pasar yang lebih luas, bahkan berpartisipasi dalam ajang Forum Kapasitas Nasional di Batam, di mana mereka menyediakan seragam batik bagi panitia.
Riki menyatakan, “Produksi kami kini mencapai 180 kain batik setiap bulan, dan kami optimis akan terus berkembang.”