Gugatan Pilkada Kampar

Ini Alasan MK Hentikan Perkara Pilkada Kampar, Meski Ada TPS yang Bisa PSU

Penulis: Fernando Sihombing
Editor: FebriHendra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PUTUSAN DISMISSAL - Hakim Konstitusi, Saldi Isra membacakan uraian pertimbangan terhadap sengketa Pilkada Kampar saat pengucapan putusan dismissal di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu (5/2/2025) malam.

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Mahkamah Konstitusi (MK) menghentikan perkara sengketa hasil Pilkada Kampar dalam putusan dismissal yang diucapkan pada Rabu (5/2/2025) malam.

Amar putusan diucapkan oleh Ketua MK, Suhartoyo yang memimpin jalannya sidang.

"Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Suhartoyo dalam amar putusannya yang selesai diucapkan pada pukul 20.45 WIB.

Pengucapan putusan diawali dari uraian pertimbangan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi, Saldi Isra.

Baca juga: Janda Punya Balita dan Baru Menikah Didakwa Pasal Terberat Pidana Pilkada di Kampar

Baca juga: Breaking News: MK Hentikan Perkara Sengketa Pilkada Kampar, Langkah Yuyun-Edwin Kandas

Dalam pertimbangannya, mahkamah mengkesampingkan ambang batas selisih perolehan suara.

Ambang batas selisih suara agar dapat mengajukan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) itu diatur dalam Pasal 158 Ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. 

Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kampar, Yuyun Hidayat-Edwin Pratama Putra mengajukan gugatan dengan selisih 6.455 suara dari Ahmad Yuzar-Misharti. Setara dengan 1,79 dari total suara sah. 

Sementara ambang batas selisih suara untuk Kampar dengan kelompok jumlah penduduk 500 ribu sampai 1 juta jiwa, maksimal 1 persen. 

"Mahkamah akan mempertimbangkan pemenuhan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 berkaitan dengan pokok permohonan," ucap Saldi. 

Berkaitan dengan beberapa dalil dalam pokok permohonan, mahkamah tidak dapat menerimanya.

Antara lain tuduhan pelanggaran netralitas Penjabat (Pj.) Bupati Kampar dan Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Selain itu surat pemberitahuan memilih sebanyak 71.806 lembar yang dituduhkan sengaja tidak didistribusikan. Saldi menyatakan tidak terbukti dan tak beralasan menurut hukum. 

Saldi kemudian mengucapkan pertimbangan terkait penggunaan hak suara secara tidak benar di beberapa kecamatan.

Hal itu dilaporkan ke Bawaslu dan menjadi rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Mahkamah mencermati jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di dua TPS itu 733 orang.

Halaman
12

Berita Terkini