Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.
Lalu, 2/3 peserta sidang pleno DPR harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.
Setelah DPR menyetujui hal tersebut, hasil sidang pleno akan dibawa ke MK yang akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Jika MK memutuskan adanya pelanggaran, hasil dari lembaga tersebut akan dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.
Di MPR, pemakzulan akan diputuskan lewat Keputusan MPR jika dalam sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.
Tidak Mudah Secara Politik
Selain prosesnya yang panjang, pemakzulan Gibran akan sangat sulit secara politik. Hal tersebut diungkapkan Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo.
Menurut Ganjar, pemakzulan akan sangat sulit karena Gibran didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendominasi kursi di DPR.
"Kalau melihat komposisi kerja sama politik dalam KIM, rasanya proses tidaklah mudah," ujar Ganjar kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2025).
Proses awal pemakzulan dimulai dari sidang pleno yang dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 peserta sidang yang hadir.
Sedangkan di DPR periode 2024-2029 terdiri dari delapan fraksi dengan total 580 kursi. Tujuh fraksi di antaranya tergabung dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dari tujuh fraksi yang tergabung di KIM Plus, total kursi mereka di DPR sebanyak 470. Sedangkan PDI-P yang berada di luar pemerintahan memiliki 110 kursi.
Ganjar melanjutkan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI saat ini hanyalah menyurati DPR dan MPR untuk memproses pemakzulan Gibran. Namun, mereka tidak menyertakan bukti yang menunjukkan pelanggaran yang dilakukan putra sulung Joko Widodo (Jokowi) itu.
"Itu baru pernyataan, akan lebih baik jika dilampiri bukti-bukti. Kalau ada, itu akan jadi awal DPR bisa merespons. Itu pun jika DPR satu suara," ujar Ganjar.
Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona juga menilai, Forum Purnawirawan Prajurit TNI belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk memakzulkan Gibran.