Oleh: Abdul Wahid, Kemenag Kota Pekanbaru
PEKANBARU - Sore itu Tuk Azmi, sedang menikmati segelas kopi dan gorengan singkong buatan istri tercinta diruang keluarga rumah mereka yang nyaman tertata rapi.
“Assalamualaikum…” suara orang memberi salam dari pintu depan rumah.
“Waalaikumsalam, masuklah, ” jawab Tuk Azmi
Dua orang tamu berpakaian rapi dengan kartu nama berlambang Kementerian Agama masuk dan duduk diruangan tamu.
“Kami Penyuluh Agama dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Tampan Pak, ingin menyampaikan kabar Bapak tahun ini masuk daftar jemaah haji yang akan berangkat dari Kementerian Agama Kota Pekanbaru,“ terang salah seorang tamu.
“Alhamdulillah Ya Allah, sampai juga panggilan Mu kepada hamba,“ seru Tuk Azmi sambil menganggakat tangan dan kepala ke atas, tiada disadari air mata menetes dipipi yang sudah keriput dimakan usia.
Ia dilahirkan di Air Tiris 72 tahun silam, sudah 12 tahun pensiun dari Pengawas Pendidikan Agama Islam di Kantor Kementerian Agama Kota Pekanbaru.
Malamnya Tuk Azmi gelisah, berita tentang keberangkatan hajinya tadi siang membuatnya risau, dipandanginya sang isteri sudah pulas.
Ada beban dihatinya, keinginannya adalah bisa berangkat bersama dengan isterinya tercinta.
Namun mereka mendaftar terpisah jauh, dia mendaftar bulan februari tahun 2012, perkiraan berangkat sepuluh tahun setelah pendaftaran, namun karena ada wabah covid keberangkatannya mundur tiga tahun.
Sedangkan istrinya baru didaftarakan tahun 2019 jadwal keberangkatan dua puluh lima tahun sejak pendaftaran.
Muhammad Azmi seorang pensiunan PNS Kementerian Agama, pertama menerima SK sebagai Guru Pendidikan Agama Islam SDN 001 Serasan Kepri TMT 1 Maret 1979, dan pengabdian sebagai Abdi Negara berakhir 1 Junari 2014, 35 tahun suka duka dijalaninya sebagai guru, kepala madrasah dan pengawas sekolah.
Dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit dari gaji yang diterima setiap bulan, terus ditabung ditambah besar tabungan dengan adanya pembayaran sertifikasi, dan akhirnya dapat terkumpul dua puluh lima juta sebagai modal untuk mengambil porsi haji reguler.
“Kejujuran, kesabaran dan keikhlasan mernjadi modal utama dalam bekerja mengabdi di Kementerian Agama dengan motto Ikhlas Beramal, karena kalau mau kaya harta, jangan jadi PNS,” ujarnya
Dalam kehidupan berumah tangga, Asmi menikah tahun 1980 dengan seorang perempuan perjodohan dari orang tuanya.
Dari pernikahannya ini lahir empat orang anak 1 laki, 3 perempuan, dan 8 orang cucu.
Kehidupan keluarga ini diawali dengan penuh kebahagian, karena istrinya juga PNS di Pengadilan Agama.
Namun umur, judoh dan rezeki Tuhan yang mengatur, seiring waktu saat anak-anak mulai tumbuh remaja keharmonisan rumah tangganya tiada lagi, yang berujung pisah rumah ia tinggal sendiri di rumah kontrakan, dan puncaknya pada awal tahun 2013 mereka memutuskan berpisah secara resmi di Pengadilan Agama
“Begitulah takdir perjalanan hidup, sudah berusaha untuk dapat hidup bersama sampai akhir hayat, namun perpisahan tetap terjadi” Imbuhnya
Akan tetapi perpisahan itu tidak membuat Azmi patah arang, bulan Agustus ditahun yang sama setelah perceraian dengan istrinya, ia menikah lagi dengan seorang perempuan dikampungnya.
Dan Perempuan itulah yang saat ini setia mendampingi diusia tuanya.
“Ya Allah, berikan kami kemudahan untuk dapat menunaikan ibadah haji bersama pada tahun ini,” pintanya sambil menutup mata.
Pagi harinya Azmi pamit pada isterinya untuk berangkat kerja, walau sudah pensiuan dari PNS, ia masih bekerja sebagai tenaga honor di SMA N 15 Kota Pekanbaru sebagai Tukang Taman,
“Abang pergi dulu, nanti mungkin agak terlambat pulang karena langsug ke Kantor Kementerian Agama ke bagian haji, mau memastikan informasi keberangkatan tu” ujarnya sambil menghidupkan sepeda motornya.
“Assalamualaikaum, saya mau memastikan informasi keberangkatan haji saya, “ lapor Azmi ke Petugas PTSP Kantor Kemenag Kota Pekanbaru.
“Baik Pak, ke seksi haji, tolong isi buku tamu dulu,’ sambut petugas
Setelah menunggu giliran beberapa saat kemujdian, Tuk Azmi dipersilakan masuk ke ruangan seksi haji.
Diceritakannya tentang informasi yang ia terima dari penyuluh agama terkait keberangkatan haji pada tahun ini.
Setelah mengecek nomor porsi dan tahun keberangkatan, petugas mengatakan informasi itu benar dan masuk pelunasan tahap satu.
“Alhamdulillah, tapi ada yang mau saya tanyakan ni Pak, "ujarnya
“Mengenai apa Pak,” jawab petugas
“Begini, bisa tidak isteri saya berangkat bersama dengan saya, Cuma dia baru mendaftar tahun 2019 lalu,”terang Tuk Azmi penuh harap
“Kalau melihat usia bapak yang saat ini sudah 72 tahun, dan isteri bapak sudah mendaftar lebih dari lima tahu, ada peluang pengajuan pendaping mahram untuk usia lanjut Pak,” ungkap petugas
“Allahu Akbar, bisa saya buat langsung pengajuannya Pak,” tak sabar Tuk Azmi
Tuk Azmi pulang dengan rasa gembira yang tiada terhingga, segera ia kabarkan pada isterinya bahwa insyaallah akan bisa berangkat bersama menunaikan ibadah haji tahun ini.
Sejak itu semua aktivitas kegiatan persiapan haji diikuti mereka berdua, manasik di KBIH, memeriksakan kesehatan, dan lainnya.
Doa dan harap tak henti mereka panjatkan selesai sholat lima waktu dan sholat tahajjud disepertiga akhir malam, agar dapat pergi bersama menjadi tamu Allah ke Baitullah.
Pelunasan tahap satu usai sudah, dan akan dibuka pelunasan haji tahap dua, yang akan diisi oleh jemaah haji tahap satu yang gagal melunasi karena system, Jemaah haji regular terpisah dengan mahram atau keluarga, Jemaah haji reguler pendamping penyandang disabilitas, dan jemaah haji reguler cadangan.
“Alhamdulillah, nama Bu Nursaah masuk pelunasan tahap dua Pak, sudah bisa melakukan pelunasan mulai besok, terimakasih“ pesan WA masuk di handpone Tuk Azmi.
Dibacanya lagi pesan tersebut, diceknya pengirim pesan tertulis staf haji kemenag.
Seiring waktu tahap demi tahap persiapan keberagkatan haji tahun 2025 dilalui dengan penuh suka cita oleh Tuk Azmi bersama istri, sampailah hari keberangkatan Kloter 4 BTH dimana mereka tergabungkan. Perjalanan dari Pekanbaru Batam sampai 10 hari di Madinah semua lancar, Mereka menikmati rangkaian ibadah dengan penuh kebahagian, seperti sepasang kekasih yang menikmati bulan madu.
Sujud Syukur dan berurai air mata saat menginjakkan kaki di tanah suci Madinah, sholat di masjid Nabawi, dapat masuk dan berdoa di disamping makam nabi yang mulia.
“Keinginan yang sudah lama diidam-idamkan semua dapat terwujud, seakan dalam mimpi saja, tapi semuanya nyata. Allah mengabulkan doa-doa kami, dipanggil datang menjadi tamu-tamu Nya, di dua Kota Suci Madinah dan Mekkah,” kenang Tuk Azmi
Tibalah masanya Jemaah kloter 4 BTH melanjutkan perjalanan ke Mekkah, dengan berpakaian ikram semua jemaah sudah bersiap dari pagi, bus yang akan membawa telah pula tiba, berlahan bergerak sampai di Masjid Bir Ali berhenti untuk mengambil miqad bagi jamaah haji Indonesia yang berangkat dari Madinah, miqat (tempat berniat haji/umrah) yang umum digunakan adalah Masjid Bir Ali atau Masjid Dzulhulaifah. (Masjid Bir Ali merupakan salah satu miqat makani, yaitu tempat yang telah ditetapkan secara syar'i untuk memulai ihram bagi jamaah haji dan umrah).
Jelang Ashar bus sudah masuk ke Kota Mekkah, lantunan labaikkallah humma labaik… tak henti-hentinya dikumandang jemaah sepanjang perjalanan. Jelang tengah malam baru selesai melaksanakan umroh wajib (Umrah wajib ini dilakukan bagi jemaah yang mengambil haji tamattu, yaitu mendahulukan umrah sebelum melaksanakan ibadah haji).
“Subhanallah, walhamdulillah, walailahaillallah wallahuakbar, ujian perjalanan ibadah haji kami baru dimulai di Mekkah. Kloter kami ditempatkan di daerah syisah, tersebar di beberapa hotel, Atuk di hotel nomor 130, sedangkan Amay hotel 106, jaraknya hampir dua kilo meter,” ujarnya.
Petugas kloter sudah berusaha maksimal mengatasi kepanikan jemaah yang terpisah hotel antara suami istri, dan jemaah usia lanjut dengan keluarga yang mendapingi.
Namun semua belum berhasil mendapatkan solusinya, petugas haji yang di Mekkah juga belum bisa berbuat banyak.
Puncak dari permasalahan itu adalah kebijakan baru pemerintah terkait jumlah Syarikah yang melayani jemaah haji Indonesia, yang sebelum cuma satu, menjadi delapan syarikah.
Tiga malam pertama Atuk Azmi harus tidur di hotel istrinya di 106, karena belum ada Jemaah haji lain yang masuk ke hotel tersebut.
“Berjalan kaki tidak kuat lagi, terpaksa naik taxi yang jujur sopirnya minta 15 riyal, tapi ada juga yang minta bayaran 20 riyal sekali jalan, “ kenangnya.
Terpisah hotel ini dilakoninya sampai satu minggu menjelang pelaksanaan puncak ibadah haji yaitu Armuzna (Arafah, Musdalifah, dan Mina). Akibatnya tidak banyak waktu pasangan ini untuk dapat beribadah di Masjidil Haram, karena rute bus shalawat berbeda.
“Rute bus shalawatnya berbeda, kalau naik bus dari hotel 130 saya mesti ke terminal syib Amir dulu, baru pindah bus rute ke hotel 106, setelah itu kembali lagi ke Syib Amir. Habis waktu mutar-mutar saja, akibatnya kami tidak bisa maksimal menikmati beribadah di Masjidil Haram, lebih banyak sholat di masjid hotel atau masjid yang ada disekitar hotel,” ungkap Tuk Azmi
Puncak hajipun tiba, perjalanan dari hotel ke Arafah berjalan sesuai jadwal, selama di Wukuf di Arafah pasangan ini memperbanyak istighfar dan memanjatkan doa.
Tenda cukup nyaman, makanan tidak pernah kurang, Arafah tidak lagi tandus dan panas, karena tenda-tenda besar dan ber AC.
Namun mereka tidak turun mabid di Musdalifah, karena lambat berangkat meninggalkan Arafah, sampai di Musdalifah sudah hampir lewat tengah malam mereka masuk kelompok Murur (dalam konteks ibadah haji merujuk pada skema di mana jemaah haji, setelah wukuf di Arafah, tidak turun dari bus saat melewati Muzdalifah dan langsung melanjutkan perjalanan ke Mina.
Ini adalah salah satu cara untuk mempercepat dan mempermudah pergerakan jemaah, terutama bagi lansia dan disabilitas, pada puncak ibadah haji).
Beruntungnya dengan murur itu mereka terhindar dari menumpuknya jemaah haji di Musdalifah akibat keterlambatan siklus penjemputan bus ke Mina.
“Ada tiga perkara yang menjadi kunci sukses menunaikan ibadah haji. Yaitu; Kekuatan pisik, Kesabaran yang berlipatganda, dan keimanan dalam arti punya ilmu manasik haji, sehingga dapat menerima dengan Ikhlas semua ujian dan cobaan yang ditemui selama perjalanan menunaikan ibadah haji” ungkapnya
Mengenai pelayanan petugas haji di Mekkah, kembali kepada niat dan rasa tanggungjawabnya sebagai petugas, ada yang melayani dengan sungguh-sungguh, namun ada pula yang hanya sekedarnya saja.
Banyak kejadian yang dialami terkait pelayanan petugas non kloter di Mekkah.
“Semua itu biarlah menjadi kenangan saja, yang pasti pemerintah harus terus mengevaluasi dan meningkat kualitas petugas, mulai dari rekrutmennya, jika perlu melibatkan tes psikologi, ”tegas Tuk Azmi
Tuk Azmi dan istri sudah selamat kembali ke tanah air, diusianya yang sudah 72 tahun, 5 rukun Islam sudahpun ditunaikan, saatnya menjaga untuk dapat terus istiqomah beramal ibadah.
“Ujian dan Cobaan yang kami terima tidaklah sebanding dengan cinta dan kasih sayang Allah,” tutup Tuk Azmi. (*)