Tak hanya itu menurut sang kuasa hukum, korban mendapatkan tekanan yang akhirnya dinikahi oleh pelaku.
Keluarga pelaku membuat kesepakatan damai yang berisi pernyataan J bersedia menikahi korban dan keduanya tidak akan saling menuntut di kemudian hari.
Namun, sehari setelah dinikahi korban langsung diceraikan.
Sang kuasa hukum, Gary juga menyebut ada tekanan terhadap keluarga N untuk melakukan pernikahan itu dengan alasan aib desa.
Karena alasan itulah, sangat menyesalkan korban yang seharusnya dilindungi malah mendapatkan tekanan.
"Enggak masuk akal pernikahan pun selang sehari langsung diceraikan. Ini harus dipahami penegak hukum, jangan dibiasakan pelaku kekerasan seksual didamaikan," ujar Gary.
Tak hanya menyoroti sikap pihak pelaku, Gary juga menyayangkan saran damai yang dibuat oleh Polres Majalaya.
Gary menyesalkan Polsek Majalaya tidak mengarahkan kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang.
Di sisi lain, Kasi Humas Polres Karawang, Ipda Cep Wildan membenarkan kasus tersebut difasilitasi penyelesaiannya oleh Polsek Majalaya.
Polisi menilai kasus tersebut kala itu tidak bisa diproses ke Unit PPA Polres Karawang karena korban bukan anak di bawah umur.
Polisi juga menganggap kasus tersebut sebagai perkara suka sama suka.
"Korban sudah 19 tahun, jadi bukan anak di bawah umur. Kalau ke PPA, itu untuk anak-anak karena lex specialis, makanya kemarin difasilitasi untuk berdamai,” ujar Wildan.
Meski begitu, Kasi Humas Polres Karawang itu mempersilakan soal rencana korban akan kembali melapor ke kepolisian.
"Sah-sah saja untuk laporan, cuma dilihat juga delik aduan yang disangkakan ke pelaku apa," ujar Wildan.
Nasib Pilu Korban
Pasca menjadi korban pemerkosaan oleh guru ngaji itu, nasib pilu korban mengalami trauma.
Tak hanya mendapat tekanan disebut aib desa, ternyata korban juga mendapat ancaman dari pihak keluarga pelaku.
Kepada orangtuanya, N yang berstatus sebagai mahasiswi itu sampai mengaku ingin berhenti kuliah.
Rupanya, N sempat berupaya memperjuangkan keadilan atas nasibnya menjadi korban pemerkosaan guru ngaji itu.
"Dari situ ternyata korban coba lapor ke Satgas TPKS di kampus, tapi tidak ada tindak lanjut dan terkesan didiamkan," ujar kuasa hukum korban, Gary.
Gary mengatakan, kondisi psikis N terganggu hingga trauma.
Ironinya, bukannya mendapat perlindungan, keluarga N sering menerima ancaman dari keluarga J karena dianggap menghancurkan karir J sebagai seorang guru.
"Rumah korban sampai dilempari batu, padahal klien kami adalah korban. Antara korban dan pelaku juga masih ada hubungan keluarga," ujar Gary.
Gary mengatakan, pada Mei 2025, tim kuasa hukum sebetulnya sudah melaporkan lagi kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang.
Akan tetapi, laporan itu tidak bisa diproses lantaran sebelumnya ada surat pernyataan damai.
"Akhirnya kita ke P2TP2A untuk meminta pendampingan psikis agar kondisi korban bisa pulih. Kita akan bersurat ke Kapolres untuk minta atensi," kata Gary.
Gary menilai, apa yang menimpa N harus dikawal hingga tuntas melalui proses hukum.
Sebab, tindak kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan hanya dengan perjanjian damai.(*)