TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Tak banyak mahkota raja yang masih tersisa di Nusantara. Tapi Mahkota Kerajaan Siak Sri Indrapura menjadi satu yang tak hanya utuh, tapi sarat makna.
Lebih dari sekadar benda pusaka, mahkota ini menyimpan warisan sejarah, budaya, hingga ruhaniyah kekuasaan.
Ketua Dewan Pimpinan Harian LAM Riau, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil saat penyambutan benda pusaka kerajaan Siak di Gedung LAM Riau mengungkapkan bahwa dalam kitab Ingatan Jabatan, Mahkota ditempatkan sebagai harta kerajaan paling penting.
Kitab langka yang diteliti akademisi Universitas Nasional Singapura, Timothy P. Barnard, ini bahkan menyebut mahkota dalam posisi nomor satu dari 17 item pusaka Kerajaan Siak.
“Ini menandakan mahkota bukan sekadar perhiasan, tapi simbol kekuasaan tertinggi seorang raja. Ia menjadi lambang sah atau tidaknya penobatan, bahkan penentu jalannya kekuasaan dan sistem sosial,” ujar Datuk Taufik.
Kitab Ingatan Jabatan sendiri merupakan turunan dari naskah Bab al-Qawa’id yang diterbitkan oleh Kerajaan Siak pada tahun 1917. Selain memuat daftar harta kerajaan, kitab itu juga merinci pembagian tugas istana, protokol, hingga hukum dan etika sehari-hari.
Mahkota ini dibuat oleh Sultan Syarif Kasim I menjelang penobatan Sultan Syarif Hasyim pada 1864.
Menurut peneliti budaya Melayu Dadang Irham, mahkota ini memiliki ornamen unik di bagian depan, kuncup teratai dengan simbol Bala Ruh Tajalli.
Ini adalah lambang spiritual dari pengesahan seorang raja sebagai khalifah Tuhan di muka bumi, pemimpin yang sah secara adat dan Islam.
“Simbol Bala Ruh Tajalli bermakna pengakuan ruh atas keesaan Tuhan dan manifestasi ilham ilahi kepada pemimpin yang terpilih,” jelas Taufik, merujuk pada makna mendalam yang tersimpan di dalam hiasan mahkota.
Tak kalah penting, tiga bunga teratai atau seroja yang menghiasi bagian kuncup menjadi lambang kesucian hati. Meski tumbuh di lumpur, bunga teratai tetap mekar bersih dan indah, perlambang raja yang tak terpengaruh oleh keruhnya dunia.
Kini, mahkota kebanggaan itu disimpan di Museum Nasional Indonesia dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tak Benda Nasional sejak 2014.
Ia menjadi saksi sejarah tentang kejayaan Melayu, sekaligus simbol penyerahan Siak ke pangkuan Republik Indonesia oleh Sultan Syarif Kasim II, pada awal kemerdekaan.
“Warisan seperti ini tak hanya penting disimpan, tapi juga dikaji dan dikenalkan ulang kepada generasi muda. Karena di balik kemilau emasnya, mahkota ini memuat peradaban,” ujar Taufik. (Tribun Pekanbaru.com/Syaiful Misgiono)