Wahid dan SF Hariyanto Dikabarkan Retak, Kritik Dewan: Masyarakat Riau Pilih Mereka untuk Bersinergi

Penulis: Nasuha Nasution
Editor: Ariestia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KRITIK - Anggota DPRD Riau dari Dapil Kampar Edi Basri mengkritik keretakan hubungan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Abdul Wahid dan SF Hariyanto.

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Keretakan hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, Abdul Wahid dan SF Hariyanto bukan menjadi rahasia lagi di kalangan politisi dan masyarakat Riau.

Hubungan tidak baik ini sudah tersiar dan diketahui dengan terang benderang.

Apalagi di zaman media sosial saat ini, terang benderang informasi itu sampai ke masyarakat lewat berita-berita yang menyebar dan narasi perselisihan keduanya.

Ditambah lagi dengan sikap keduanya di publik yang tidak pernah bersama lagi.

Hal ini tak hanya membuat publik yakin keretakan keduanya bukan hanya isu belaka, melainkan benar-benar terjadi.

Gubernur Abdul Wahid saat ini hanya terlihat mendayung sendiri memimpin Pemerintah Provinsi Riau.

Baca juga: Isu Kurang Sedap Muncul, Partai Pengusung Harapkan Abdul Wahid - SF Hariyanto Tetap Kompak

Baca juga: Profil Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Abdul Wahid - SF Hariyanto, Sama-sama Mulai Karir dari Bawah

Sementara wakilnya SF Hariyanto tidak pernah muncul ke publik pada acara-acara pemerintahan.

Ia hanya hadir saat beberapa kali acara yang digelar partai Golkar, mulai dari acara SOKSI dan Kosgoro beberapa waktu lalu.

Kondisi ini diperparah dengan saling serang buzzer yang dilakukan keduanya melalui media sosial.

Sehingga membuat situasi semakin runyam ditengah kondisi Defisit anggaran dan ketidakpastian ini.

Sehingga sejumlah pihak meragukan situasi Riau akan lebih baik ke depannya.

Jika pertikaian keduanya terus berlanjut, tidak ada kesadaran yang muncul dari diri masing-masing untuk bersama membangun Riau.

Hal ini dikatakan anggota DPRD Riau dari Dapil Kampar Edi Basri.

Menurutnya pemimpin itu menurut pengertian yang mendalam adalah fisik dan psikis nya jadi disini yang harus didalami adalah psikis, emosional pribadi.

"Di saat kita memilih dia menjadi seorang pemimpin, maka disaat itulah dia harus menyampingkan emosional pribadi, untuk kepentingan orang lebih banyak," ujar Edi Basri.

Halaman
12

Berita Terkini