Berita Nasional

Kritik Istilah Nonaktif untuk Status Ahmad Sahroni cs, Formappi: Hanya Diliburkan Sementara Waktu

Lucius Karus, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), mempertanyakan narasi yang dibangun di balik istilah tersebut.

Kolase/Tribunnews/Ist
POTRET : Ahmad Sahroni (Kiri), Eko Patrio (Kiri Tengah), Nafa Urbach(KananTengah) dan Uya Kuya (Kiri) anggota DPR RI resmi dinonaktifkan partainya. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Istilah "penonaktifan" kini menjadi sorotan tajam publik setelah lima anggota DPR RI dari berbagai fraksi dicopot sementara oleh partainya masing-masing.

Lucius Karus, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), mempertanyakan narasi yang dibangun di balik istilah tersebut.

Menurutnya, keseragaman diksi itu tampak disengaja dan bukan kebetulan semata.

Adapun Lucius Karus adalah seorang peneliti senior di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), sebuah lembaga yang fokus pada pemantauan kinerja dan transparansi parlemen di Indonesia.

Ia dikenal vokal dalam mengkritisi perilaku anggota legislatif dan sering menjadi narasumber media dalam isu-isu seputar etika, kebijakan, dan dinamika politik di DPR RI.

Pendekatannya yang tajam dan argumentatif menjadikannya salah satu figur penting dalam mendorong akuntabilitas parlemen di mata publik.

Sementara gelombang kritik datang dari berbagai arah, dimulai dari Ahmad Sahroni (NasDem) yang memicu kemarahan publik karena menyebut orang-orang yang ingin DPR dibubarkan sebagai "tolol" dan "bodoh." 

Kemudian Nafa Urbach, juga dari NasDem, dianggap tak sensitif karena mengeluh soal kemacetan menuju gedung parlemen dan merasa layak menerima tunjangan rumah.

Dari kubu PAN, Eko Patrio dan Uya Kuya disorot lantaran berjoget ria di tengah jeda Sidang Tahunan MPR, aksi yang dianggap tak pantas di tengah situasi serius.

Bukannya minta maaf, Eko malah membuat video parodi bernuansa candaan, sementara Uya Kuya justru membalas kritik publik dengan nada tinggi dan terkesan arogan.

Tak ketinggalan, Adies Kadir dari Fraksi Golkar juga ikut menuai blunder setelah secara terbuka mengungkap jumlah tunjangan DPR yang fantastis, memicu kemarahan publik di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit.

Puncaknya, PAN, NasDem, dan Golkar secara serempak mengumumkan penonaktifan kelima politisi tersebut.

Namun, di balik langkah itu, Lucius menilai ada pola komunikasi yang sengaja dibangun. Ia menyoroti bahwa istilah “nonaktif” digunakan bukan untuk memberikan sanksi tegas, melainkan sekadar meredam kemarahan publik tanpa benar-benar menunjukkan itikad bersih-bersih internal.

Baca juga: Kapolri Makin Diuji:Usai Affan Dilindas Brimob,Kini Ada Mahasiswa Jogja Tewas Diduga Dianiaya Aparat

Baca juga: Riza Chalid Disebut Jadi Dalang Demo Berujung Rusuh, Ini Kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit

"Menarik aja melihat bahwa hampir tiga fraksi yang mengeluarkan keputusan penonaktifan anggota DPR itu sama-sama menggunakan diksi nonaktif."

"Nampaknya ini bukan sesuatu yang kebetulan karena nonaktif itu hampir mirip dengan diberhentikan."

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved