Berita Nasional
Soal RUU Perampasan Aset, Jokowi Sebut Sudah 3 Kali Menyodorkannya ke DPR Agar Dibahas
Meskipun menghadapi tekanan politik, penegakan hukum di negara tersebut tetap menunjukkan hasil signifikan.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Ia menegaskan bahwa keberadaan regulasi ini krusial sebagai senjata hukum dalam memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Menurut Jokowi, pembentukan payung hukum yang jelas soal perampasan aset hasil tindak pidana merupakan langkah strategis.
Hal ini untuk memutus mata rantai kejahatan korupsi yang selama ini sulit disentuh secara maksimal.
"Saya mendukung penuh dibahasnya kembali RUU Perampasan Aset. Karena ini penting sekali dalam rangka pemberantasan korupsi. Sangat penting," kata Jokowi dalam sebuah acara di Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (12/9/2025).
Jokowi menjelaskan bahwa selama masa pemerintahannya, ia telah mendorong agar RUU Perampasan Aset dibahas di DPR sebanyak tiga kali.
Ia juga menambahkan bahwa pada tahun 2023, pemerintah telah mengirimkan surat kepada DPR untuk segera membahas RUU tersebut.
"Seingat saya sudah tiga kali kami mendorong agar RUU Perampasan Aset pada saat itu segera dibahas di DPR.
Dan di tahun 2023 bulan Juni kita juga mengirimkan surat ke DPR untuk segera RUU Perampasan Aset itu dibahas di DPR. Tapi memang fraksi-fraksi di sana belum menindaklanjutinya saat itu," ungkapnya.
Baca juga: Momen Panas di UI: Rektor Diteriaki “Zionis” saat Wisuda, Sosok Prof. Heri Hermansyah
Baca juga: Soroti Gaya Bicara Menkeu Purbaya, Mahfud MD Singgung Pentingnya Pengalaman
Jokowi berpendapat bahwa belum adanya kemajuan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset disebabkan oleh kurangnya kesepakatan di antara fraksi-fraksi di DPR.
"(Kendalanya) ya fraksi-fraksi mungkin belum ada kesepakatan. Dan kesempatan itu biasanya atas perintah ketua-ketua partai," jelasnya.
Lebih lanjut, Jokowi menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset untuk memenuhi harapan publik.
"Ya saya kira sangat bagus kalau RUU Perampasan Aset segera dibahas dan itu juga menjawab keinginan luas publik untuk segera diselesaikan RUU Perampasan Aset," tandasnya.
Telah diusulkan sejak 2012
Sebagai informasi, pemerintah telah mengusulkan RUU Perampasan Aset kepada DPR sejak tahun 2012.
Usulan ini muncul setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian sejak tahun 2008.
Pada 4 Mei 2023, pemerintah mengirimkan surat presiden (surpres) terkait RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana kepada DPR.
Namun, hingga rapat paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 pada 30 September 2024, pembahasan RUU Perampasan Aset belum pernah dilakukan.
Terbaru, RUU ini diusulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
RUU Perampasan Aset menjadi salah satu dari tiga RUU yang diusulkan sebagai inisiatif DPR untuk Prolegnas Prioritas 2025.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) Bob Hasan mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset ditargetkan rampung pada tahun 2025. "Targetnya tahun ini semuanya harus dibereskan," ujar Bob.
Hukuman Tegas Negara di Dunia bagi Koruptor
Beberapa negara di dunia dikenal sangat tegas dalam menghukum pelaku korupsi, baik melalui hukuman berat, sistem hukum yang transparan, maupun lembaga antikorupsi yang kuat.
China menjadi salah satu negara yang paling keras dalam menangani korupsi.
Pemerintah tidak segan menjatuhkan hukuman mati atau penjara seumur hidup kepada pejabat tinggi yang terbukti korupsi.
Di Singapura, pendekatan “zero tolerance” diterapkan secara konsisten.
Dengan sistem hukum yang bersih dan efisien, koruptor dihukum dengan penjara dan denda besar, serta penyitaan aset yang diperoleh secara ilegal.
Sementara itu, Hong Kong juga dikenal efektif dalam pemberantasan korupsi melalui lembaga independennya, ICAC, yang memiliki wewenang luas untuk menyelidiki dan menindak kasus korupsi tanpa campur tangan politik.
Di Rumania, langkah besar diambil melalui lembaga DNA yang berhasil memenjarakan banyak pejabat tinggi, termasuk mantan perdana menteri.
Meskipun menghadapi tekanan politik, penegakan hukum di negara tersebut tetap menunjukkan hasil signifikan.
Korea Selatan juga menjadi contoh penting di Asia Timur, di mana bahkan mantan presiden seperti Park Geun-hye dan Lee Myung-bak dijatuhi hukuman penjara karena kasus korupsi,
menunjukkan bahwa hukum bisa berlaku untuk siapa saja tanpa pandang bulu.
Sementara itu, di Indonesia, meski pernah memiliki reputasi kuat melalui KPK, penegakan hukum terhadap korupsi mengalami tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
Banyak koruptor yang divonis ringan, dan revisi undang-undang KPK memicu kekhawatiran publik terhadap masa depan pemberantasan korupsi.
Namun demikian, upaya penguatan hukum melalui RUU Perampasan Aset dan dorongan untuk memperkuat kembali lembaga antikorupsi menjadi harapan untuk mengembalikan ketegasan dalam melawan korupsi di tanah air.
(TRIBUNPEKANBARU.COM)
Soroti Gaya Bicara Menkeu Purbaya, Mahfud MD Singgung Pentingnya Pengalaman |
![]() |
---|
Anak Menkeu Kesal DPR Hentikan Rapat Saat Purbaya Bahas Dana Mandek, Bongkar Rencana Ayahnya |
![]() |
---|
Klaim Punya Uang Rp 23 Miliar di Usia 19 Tahun, Pendidikan Yudo Sadewa Jadi Sorotan Publik |
![]() |
---|
HARI INI DICAIRKAN, Inilah 6 Bank Himbara yang Mendapatkan Kucuran Dana Rp 200 T dari Pemerintah |
![]() |
---|
Cara Membuat SKCK 2025, Syarat dan Biaya yang Harus Dikeluarkan, Berlaku untuk WNI dan WNA |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.