Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ayah Prada Lucky Meledak: Anak Saya Disiksa Dituduh LGBT, Minta Pelaku Semua Dihukum Mati

Melainkan akibat tindakan kekerasan yang keji dan tidak manusiawi, serta bertentangan dengan aturan dan etika di lingkungan TNI.

KOLASE POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
KEMATIAN PRADA LUCKY: Kasus kematian Prada Lucky Namo (23), anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP 834/WM) mengguncang TNI. Ayah kandung Prada Lucky Namo (kanan) mengungkapkan kekecewaannya, Rabu (6/8/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Rasa kecewa dan amarah tak dapat disembunyikan oleh Chrestian Namo.

Ia adalah ayah dari almarhum Prada Lucky Chepril Saputra Namo.

Chrestian baru menghadiri sidang lanjutan kasus kematian putranya di Pengadilan Militer III-15 Kupang pada Selasa (28/10/2025).

Chrestian menegaskan, kematian anaknya sama sekali tidak berkaitan dengan proses pembinaan militer.

Melainkan akibat tindakan kekerasan yang keji dan tidak manusiawi, serta bertentangan dengan aturan dan etika di lingkungan TNI.

Sebagai mantan pelatih militer, ia memahami dengan baik bahwa setiap proses pembinaan memiliki prosedur yang ketat dan tidak boleh dilampaui, apalagi sampai mengorbankan nyawa prajurit muda.

“Kalau anggota melakukan kesalahan, tahap pertama itu teguran. Kalau masih melanggar, baru ada hukuman fisik seperti lari atau push-up untuk meningkatkan fisik.

Dan kalau masih melanggar lagi, baru masuk ke sanksi administrasi, bahkan bisa ke jalur hukum.

Bukan seperti anak saya yang dibantai dan dibunuh,” tegasnya melansir dari Pos Kupang.

Terkait keputusan keluarga yang menolak otopsi pada awal kematian Prada Lucky, Chrestian menjelaskan hal itu dilakukan atas permintaan ibunda almarhum. 

Baca juga: Utang Indonesia Sudah Tembus Rp 9 ribuan Triliun, Menkeu Purbaya: Kenapa Anda Khawatir?

Baca juga: Alasan Pria di Malang Suntikkan Sabu ke Tubuh Adik Kandung Bikin Geram, Istri Malah Ikut Membantu

Ia menilai bukti fisik yang ditemukan di tubuh anaknya sudah cukup menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan berat.

“Saya sudah lihat langsung tubuh anak saya penuh luka. Saya juga punya rekaman kondisi tubuhnya.

Karena itu, saya menuruti permintaan ibu almarhum untuk tidak melakukan otopsi saat itu,” ujarnya.

Namun, Chrestian menegaskan bahwa jika nantinya putusan pengadilan tidak sesuai dengan harapannya, keluarga akan meminta agar otopsi dilakukan ulang dengan melibatkan pihak yang netral.

"Apabila hukuman tidak sesuai permintaan saya, yaitu hukuman mati dan pemecatan bagi pelaku, maka saya akan melaksanakan otopsi. Tapi saya minta dokter yang netral," ungkapnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved