KPK OTT Dinas PUPR Riau
Ketika Dinas PUPR Jadi 'Lumbung Korupsi': Jabatan Kadis yang Jadi Langganan OTT KPK
Karena PUPR mengelola proyek dan pengadaan yang bisa dijadikan “jalur” aliran fee atau mark-up, maka posisi Kepala Dinas PUPR menjadi sangat rentan.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) provinsi maupun kabupaten/kota kerap menjadi sasaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dinas PUPR maupun jajarannya sering terjerat karena lingkup tugas mereka.
Yaitu mencakup pengelolaan proyek‐fisik dan pengadaan barang/jasa dengan anggaran besar, yang secara sistem memberi peluang untuk pengaturan tender, mark‐up, penghindaran proses lelang, dan aliran fee proyek.
Ketika pelelangan, pelaksanaan, pengawasan proyek fisik berjalan dengan anggaran besar, maka kesempatan untuk mark-up, pengaturan tender, atau penghindaran proses lelang menjadi terbuka.
Proses pengadaan barang/jasa terdiri dari beberapa tahap penentuan kebutuhan, desain/tender, evaluasi, pelaksanaan kontrak, hingga pengawasan.
Dalam publikasi “Corruption in Public Procurement: Finding the Right Indicators”, ditemukan 28 red-flags untuk korupsi dalam proses pengadaan publik yang mencakup tahapan dari identifikasi proyek hingga monitoring kontrak.
Fungsi PUPR yang mencakup seluruh rangkaian infrastruktur menjadikannya sangat rentan terhadap manipulasi di salah satu atau beberapa tahapan tersebut.
Misalnya spesifikasi tender dibuat sedemikian rupa agar hanya satu pihak yang memenuhi, evaluasi dilewati atau pengawasan lax.
Model teori “fraud diamond” (teori berlatar korupsi) juga menjelaskan beberapa unsur yang memengaruhi para pelaku,
Seperti unsur pressure (tekanan untuk menghasilkan uang), opportunity (kesempatan melalui jabatan pengadaan), rationalization (justifikasi pribadi) dan capability (kemampuan).
Karena PUPR mengelola proyek dan pengadaan yang bisa dijadikan “jalur” aliran fee atau mark-up, maka posisi Kepala Dinas PUPR atau pejabat pembuat komitmen (PPK) menjadi sangat rentan.
Baca juga: Gubri Abdul Wahid Diperiksa KPK, Apakah Ada yang Pernah Lolos dari OTT?
Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Akan Jalani Pemeriksaan Lanjutan di Gedung KPK Pasca OTT di Pekanbaru
Berikut beberapa Kepala Dinas PUPR yang terjerat OTT KPK Tahun 2025.
- Kadis PUPR OKU Sumsel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Dinas PUPR hingga tiga Anggota DPRD di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek, setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan dari OTT yang dilakukan KPK pada Sabtu (15/3) itu, ada sebanyak enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun Kadis PUPR dan tiga Anggota DPRD berperan sebagai penerima suap sedangkan ada dua orang lainnya dari pihak swasta sebagai pemberi suap.
"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU, dari 2024 sampai 2025," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu.
Adapun enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU, Anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR), Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH), M Fauzi alias Pablo dari pihak swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dari pihak swasta.
Setyo menjelaskan, kasus itu bermula dari adanya pembahasan Rancangan APBD Kabupaten OKU pada Januari 2025. Kemudian beberapa perwakilan DPRD menemui pemerintah daerah dan meminta jatah Pokir (pokok-pokok pikiran DPRD untuk pengadaan barang dan jasa).
"Kemudian disepakati jatah Pokir itu berubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR," kata dia.
Selanjutnya, dia mengatakan bahwa pemerintah dan sejumlah Anggota DPRD itu pun menyepakati terkait nilai proyek bagi ketua, wakil ketua, maupun anggota. Walaupun ada perubahan nilai, tetapi fee proyek itu disepakati sebesar 20 persen sehingga totalnya sekitar Rp7 miliar.
"Saat APBD 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar, jadi signifikan," katanya.
Kemudian ada sebanyak sembilan proyek dari PUPR terkait dengan kasus suap itu, di antaranya proyek rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, sejumlah proyek perbaikan jalan, proyek perbaikan jembatan, hingga pembangunan Kantor Dinas PUPR.
Proyek itu ditawarkan oleh Kepala Dinas PUPR kepada MFZ dan ASS selaku pihak swasta. Ketiga orang tersebut pun diduga bersekongkol untuk menggunakan perusahaan lain atau "pinjam bendera" guna melaksanakan sembilan proyek. Perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai cangkang pun berlokasi di Lampung.
Kemudian para Anggota DPRD itu menagih jatah fee proyek yang dijanjikan oleh Kadis PUPR itu karena dijanjikan akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Menurut Setyo, pertemuan untuk menagih jatah itu pun dihadiri oleh oleh penjabat bupati.
Setelah itu, MFZ selaku pihak swasta menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar dan ASS sebesar Rp1,5 miliar kepada Kepala Dinas PUPR untuk jatah para wakil rakyat tersebut. Uang itu, kata dia, bersumber dari pencairan proyek.
Alhasil, KPK pun berhasil mendatangi rumah Kadis PUPR dan menyita uang sebesar Rp2,6 miliar yang berasal dari MFZ dan ASS tersebut. Setelah penyitaan, KPK pun menangkap para tersangka lain.
"Saya ingin ingatkan kepada seluruh kepala daerah, legislatif, yang masih baru baru dilantik beberapa waktu lalu, ini merupakan hal yang menjadi perhatian pejabat untuk tidak melakukan praktek penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, yang tentunya berdampak pada aspek penegakan hukum," katanya.
Untuk pihak penerima yakni NOP, FJ, UH, MFR, dijerat dengan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, dan Pasal 12 f, dan Pasal 12 B, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk MFZ dan ASS selaku pihak swasta, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a, atau Pasal 5 Ayat 1 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Kadis PUPR Sumut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
Kasus ini terbongkar lewat operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK di sejumlah titik pada Kamis (26/6/2025) malam.
Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
KPK tidak menutup kemungkinan akan memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam kasus ini jika keterangannya dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pihaknya melakukan dua OTT di wilayah Sumut.
Pertama, soal proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR.
Kedua, mengenai preservasi atau pemeliharaan jalan di Satker PJN Wilayah I Sumut.
KPK merinci nilai proyek tersebut, yakni untuk proyek pembangunan jalan Sipiongot – Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar.
Kemudian Jalan Hutaimbaru – Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.
Selanjutnya, empat proyek preservasi atau pemeliharaan jalan simpang (Sp) Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI tahun 2023 senilai Rp 56,5 miliar.
Proyek serupa di jalan yang sama pada 2024 senilai Rp 17,5 miliar.
Proyek rehabilitasi jalan dan penanganan longsor pada 2025 serta preservasi lanjutan di tahun 2025.
"Total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp 231,8 miliar. KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya," ucap Asep dalam konferensi pers, Sabtu (28/6/2025).
"Kami bergerak bersama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja yang itu bergerak," ujarnya.
Pihaknya juga menegaskan tidak akan membedakan pemeriksaan kepada satu orang demi mengusut tuntas kasus korupsi ini.
"Jadi tidak ada dalam hal ini kita kecualikan. Kalau memang bergerak ke salah satu orang, misal ke Kadis lain, atau gubernurnya. Tentu akan kami minta keterangan, kami akan panggil, tunggu saja ya," terang Asep.
- Kadis PUPR Riau
Terbaru, Kadis PUPR Riau, M Arief Setiyawan.
Ia diamankan bersama beberapa pejabat lainnya oleh KPK saat OTT pada Senin (3/11/2025) siang kemarin.
Sumber internal Pemprov Riau menyebutkan, pihak yang diamankan meliputi lima kepala UPT PUPR dari wilayah Kuansing, Kampar, dan Indragiri Hulu.
Kemudian Kepala Dinas PUPR Provinsi Riau, Sopir Kepala Dinas dan dua pengusaha rekanan proyek.
Hingga siang ini, Selasa (4/11/2025) KPK belum mengumumkan terkait status para pejabat teras Provinsi Riau itu.
| Gubri Abdul Wahid Diperiksa KPK, Apakah Ada yang Pernah 'Lolos' dari OTT? |
|
|---|
| Gestur Gubernur Riau Abdul Wahid Tiba di Kantor KPK, Diam Seribu Bahasa |
|
|---|
| Gubernur Riau Abdul Wahid Akan Jalani Pemeriksaan Lanjutan di Gedung KPK Pasca OTT di Pekanbaru |
|
|---|
| Ruang Kepala Dinas PUPR Riau Disegel KPK Usai OTT |
|
|---|
| Gubernur Riau Abdul Wahid Sudah Tiba di Kantor KPK, Ada Kadis PUPR Riau |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.