Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK
Lokasi Penangkapan Gubri Non Aktif Abdul Wahid Terkait OTT Kini Disebut di Kafe Jalan Paus Pekanbaru
KPK menyampaikan info terbaru atas lokasi penangkapan terhadap Gubernur Riau (Gubri) non aktif, Abdul Wahid terkait OTT awal pekan lalu.
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Ringkasan Berita:
- Gubernur Riau non aktif Abdul Wahid ditangkap KPK dalam OTT terkait kasus korupsi terstruktur di Dinas PUPR PKPP Riau.
- Lokasi penangkapan awal disebut di kafe kompleks rumah dinas, namun belakangan diralat menjadi kafe dalam barbershop di Jalan Paus.
- Selain Abdul Wahid, KPK menetapkan dua tersangka lain: Kadis PUPR PKPP M Arief Setiawan dan tenaga ahli Dani M Nursalam.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyampaikan informasi terbaru atas lokasi penangkapan terhadap Gubernur Riau (Gubri) non aktif, Abdul Wahid terkait operasi tangkap tangan (OTT) awal pekan lalu.
Informasi awal disampaikan, Abdul Wahid diamankan di kafe yang tak jauh dari rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro.
Berdasarkan penelusuran, bangunan kafe itu masih berada di komplek rumah dinas Gubernur Riau.
Bangunan ini informasinya, dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan barang.
Namun sejak Abdul Wahid menjabat, bangunan ini dijadikan tempat santai, sekaligus menikmati makanan dan minuman layaknya kafe.
Baca juga: Detik-detik Bupati Siak Afni Bersama Gubernur Riau Abdul Wahid Sesaat Sebelum OTT KPK
Baca juga: SF Hariyanto Sedang Bersama Abdul Wahid Saat OTT KPK, Plt Gubernur Riau: Bingung Ada Ramai-ramai
Informasi ini, selaras dengan yang disampaikan sebelumnya oleh Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur.
Di mana Asep mengatakan, kafe yang dimaksud ini memang masih berada dalam jajaran bangunan yang sama dengan rumah kediaman gubernur.
"Jadi, kafe itu bukan kafe yang jauh, bukan. Kafe itu ada di jajaran itunya (rumah, red)," ungkap Asep saat konferensi pers penetapan tersangka, Rabu (5/11/2025).
Namun, belakangan KPK menyampaikan informasi berbeda terkait lokasi penangkapan Abdul Wahid.
Abdul Wahid terbaru disebutkan ditangkap di sebuah kafe di Jalan Paus.
“Itu (lokasi penangkapan, red) di barbershop Jalan Paus. Nah, di dalamnya ada kafenya,” ujar Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur, Jumat (7/11/2025).
Terkait adanya indikasi perbedaan penyampaian informasi ini, Tribun mencoba mencari tahu lebih lanjut dengan melakukan upaya konfirmasi kepada Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Namun, Budi belum merespons pertanyaan kenapa ada semacam ralat informasi lokasi penangkapan tersebut.
Sementara itu sebagai informasi, jarak komplek rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro dan Jalan Paus, cukup jauh. Sekitar 4,5 kilometer.
Diketahui, Gubri non aktif, Abdul Wahid, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau, M Arief Setiawan dan tenaga ahli sekaligus orang kepercayaan Abdul Wahid, Dani M Nursalam sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah tim KPK melaksanakan operasi tangkap tangan, Senin (3/11/2025).
Tim KPK, juga telah melakukan penggeledahan di rumah dinas Gubri, kediaman M Arief Setiawan dan kediaman Dani M Nursalam.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengungkap, kegiatan tangkap tangan ini dilakukan, berangkat dari adanya laporan pengaduan masyarakat.
OTT ini berhasil mengungkap praktik kotor yang melibatkan Gubernur Riau berinisial Abdul Wahid beserta jajaran di Dinas PUPR PKPP.
Secara keseluruhan, KPK mengamankan 10 orang dalam rangkaian kegiatan ini.
Dari modus operandi yang diungkap KPK, kasus ini terbilang terstruktur dan sarat ancaman, dikenal di kalangan internal Dinas PUPR PKPP Riau sebagai ‘jatah preman’ (Japrem).
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada Mei 2025, ketika terjadi pertemuan antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas PUPR PKPP, dengan enam Kepala UPT Wilayah untuk membahas pungutan fee dari penambahan anggaran UPT Jalan dan Jembatan yang melonjak drastis, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Meskipun awalnya disepakati fee sebesar 2,5 persen permintaan Gubernur Abdul Wahid yang direpresentasikan oleh Kepala Dinas M Arief Setiawan, kemudian dinaikkan paksa menjadi 5 persen dari penambahan anggaran atau senilai total Rp7 miliar.
Bagi pejabat yang menolak menuruti perintah ini, ancaman pencopotan atau mutasi jabatan siap menanti.
“Kesepakatan fee 5 persen ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’,” kata Johanis saat ekspos kasus, Rabu (5/11/2025).
Lanjut dia, sejak kesepakatan itu, setidaknya terjadi tiga kali setoran fee antara Juni hingga November 2025, dengan total uang yang diserahkan mencapai Rp4,05 miliar.
Pada setoran pertama di Juni 2025, Ferry Yunanda mengumpulkan Rp1,6 miliar, di mana Rp1 miliar dialirkan ke Gubernur Abdul Wahid melalui perantara Dani M. Nursalam, tenaga ahli Gubernur.
Setoran kedua pada Agustus 2025 yang kembali dikumpulkan oleh Ferry Yunanda sebesar Rp1,2 miliar, didistribusikan untuk berbagai keperluan, termasuk driver M Arief Setiawan dan proposal kegiatan.
Puncak dari praktik ini terjadi pada setoran ketiga di November 2025, di mana total Rp1,25 miliar terkumpul dan sebagiannya, yaitu diduga sebesar Rp800 juta, diberikan langsung kepada Gubernur Abdul Wahid.
Momen penyerahan ketiga inilah yang menjadi waktu pelaksanaan OTT oleh Tim KPK.
Dalam kegiatan OTT tersebut, KPK awalnya mengamankan M Arif Setiawan, Ferry Yunanda, dan lima Kepala UPT di Riau.
Setelah mengamankan para pihak tersebut, Tim KPK berhasil melacak dan mengamankan Gubernur Abdul Wahid di salah satu kafe, bersama dengan orang kepercayaannya, Tata Maulana, yang diduga bersembunyi.
Secara paralel, tim lain melakukan penggeledahan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan mengamankan sejumlah mata uang asing senilai Rp800 juta, yang jika digabungkan dengan uang tunai Rp800 juta yang diamankan saat OTT, total barang bukti mencapai Rp1,6 miliar.
Setelah seluruh pihak diamankan dan dibawa untuk pemeriksaan intensif, Dani M Nursalam, Tenaga Ahli Gubernur Riau yang sebelumnya dicari, datang menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK.
Johanis Tanak kembali mengingatkan bahwa korupsi adalah perbuatan tercela yang merugikan masyarakat dan bangsa sendiri, dan KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini.
Berikut poin-poin penting dari kronologi kasus tersebut:
1. Mei 2025 – Awal Mula Kesepakatan Fee
- Pertemuan pertama terjadi antara Ferry Yunanda (Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau) dan enam Kepala UPT Wilayah Jalan dan Jembatan.
- Agenda utama: membahas pungutan fee dari penambahan anggaran proyek UPT Jalan dan Jembatan yang naik signifikan, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
- Awalnya disepakati fee sebesar 2,5 persen, namun kemudian atas permintaan Gubernur Abdul Wahid (melalui Kepala Dinas M. Arief Setiawan), besaran fee dinaikkan paksa menjadi 5 persen, senilai sekitar Rp7 miliar.
- Ferry Yunanda menyampaikan kepada para Kepala UPT bahwa siapa pun yang menolak akan dimutasi atau dicopot dari jabatan.
- Kesepakatan ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas dengan kode rahasia “7 batang” sebagai sandi untuk setoran fee.
2. Juni 2025 – Setoran Pertama
- Ferry Yunanda mulai mengumpulkan dana fee dari para Kepala UPT, dengan total Rp1,6 miliar.
- Dari jumlah tersebut, Rp1 miliar disalurkan kepada Gubernur Abdul Wahid melalui perantara Dani M. Nursalam, tenaga ahli gubernur.
- Penyaluran dilakukan secara bertahap dan tidak seluruhnya diserahkan langsung.
3. Agustus 2025 – Setoran Kedua
- Setoran kedua kembali dikumpulkan oleh Ferry Yunanda, senilai Rp1,2 miliar.
- Dana ini digunakan untuk berbagai kebutuhan internal, antara lain:sebagian untuk driver M. Arief Setiawan, sebagian untuk proposal kegiatan tertentu yang berkaitan dengan proyek Dinas PUPR.
4. November 2025 – Setoran Ketiga dan OTT
- Pada awal November, terkumpul Rp1,25 miliar dari pungutan tahap ketiga.
- Dari jumlah itu, Rp800 juta diduga diberikan langsung kepada Gubernur Abdul Wahid.
- Momen penyerahan uang inilah yang menjadi titik OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK.
Rangkaian OTT (3 November 2025)
KPK lebih dulu menangkap M. Arief Setiawan (Kepala Dinas PUPR PKPP), Ferry Yunanda, dan lima Kepala UPT terkait penerimaan fee.
Setelah pemeriksaan awal, tim KPK melakukan penelusuran posisi Abdul Wahid. Gubernur Riau tersebut diamankan di sebuah kafe, bersama orang kepercayaannya, Tata Maulana, yang sempat bersembunyi.
(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)
| Detik-detik Bupati Siak Afni Bersama Gubernur Riau Abdul Wahid Sesaat Sebelum OTT KPK |
|
|---|
| KPK Beber Alasan Sekdis PUPR PKPP Riau Belum Jadi Tersangka, Punya Peran Kumpulkan Uang Fee |
|
|---|
| Tak Hanya Plt Dinas PUPR, SF Hariyanto Juga Tunjuk Plt 10 Kepala OPD di Pemprov Riau |
|
|---|
| Adik Gubernur Riau Nonaktif Abdul Wahid Syok Berat Saat Tahu Sang Kakak Tersangka KPK |
|
|---|
| Jadi Plt Gubernur Riau, SF Hariyanto Beri Peringatan, Siap Copot Kadis yang Fasilitasi Pihak Ketiga |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.