Bayar Zakat di Baitul Mal, Wajib Hukumnya Menurut Islam
Baznas Riau melalui DPRD Riau telah dua kali mengajukan Perda tentang zakat kepada Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).
Penulis: Hendri Gusmulyadi | Editor: Ariestia
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru Hendri Gusmulyadi
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Riau melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Riau telah dua kali mengajukan Perda tentang zakat kepada Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Pengajuan kedua kali pun kembali mendapat penolakan.
Perda tersebut diajukan agar seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Riau, menunaikan kewajiban mereka mengeluarkan zakat, dengan cara mambayar langsung kepada Baznas maupun Laznas.
Hal itu diungkapkan Ketua Baznas Provinsi Riau, Yurnal Edward kepada Tribun Minggu (18/2/2018).
"Jadi saya telah mendiskusikan itu juga dengan salah satu ketua partai di Riau, karena masalah perda-perda ini kan kita mesti harus bertanya pula kepada orang yang mengerti. Dia menyampaikan, bahwa partainya sangat mendukung lahirnya perda zakat ini," kata Yurnal.
Hasil diskusi yang telah dilakukan itu kata Yurnal, pihak partai akan menindaklanjuti dengan cara mengkomunikasikan perda tersebut kepada Kemendagri melalui pimpinan umum mereka (partai) yang ada di pusat.
"Kita di Baznas Riau merasa prihatin, masa zakat yang masing-masing daerah itu punya legislasi sendiri, tiba-tiba perda yang diajukan ditolak Kemendagri," ujarnya.
Perda zakat yang diajukan kata dia, juga berguna untuk membantu masyarakat. Apalagi, Baznas sebagai mitra pemerintah turut andil dalam mengentaskan kemiskinan.
Dengan tidak disetujuinya perda yang diajukan, artinya pemerintah tidak memberi dukungan atas segala hal yang dilakukan Baznas.
"Itu problem kita, semua persyaratan sudah kita selesaikan, naskah akademiknya sudah dibuat oleh Pak Doktor Fahri, Pihak biro kesra sudah support, malahan Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldi sudah support juga. Sudah banyak yang support, tau-tau ditolak kemendagri. Kita kan bingung dan bertanya-tanya kenapa ditolak," terang Yurnal.
Baznas akan terus berdiskusi dan mengkonsultasikan hal ini dengan para pelaku politik tentang bagaimana agar perda zakat yang diajukan dapat segera disetujui.
Pertama kali Perda Zakat diajukan kepada kemendagri jelas Yurnal pada tahun 2016. Karena saat itu terjadi penolakan, dicoba diajukan kembali pada awal tahun 2018, dan kembali mengalami hal serupa.
"Dalam perda yang diajukan itu, menjelaskan agar pegawai negeri dapat membayar zakatnya di lembaga pengelola zakat, tidak membayar langsung kepada mustahik. Karena sesuai syariat Islam, Zakat itu harus dibayarkan melalui baitul mal, karena negara kita bukan negara Islam, Baitul Mal itu bernama Baznas, yang dibentuk pemerintah, dan Laznas yang dibentuk oleh swasta yang izinnya diberikan oleh pemerintah," terang Yurnal.
Lanjut Dia, dengan adanya perda zakat ini nantinya, kebiasaan masyarakat membayar langsung zakat mereka kepada mustahik yang telah berlangsung selama ratusan tahun dapat berubah.
Masyarakat diharapkan menjadi lebih sadar bahwa membayar zakat di Baitulmal adalah sebuah kewajiban, dan telah sesuai hukum Islam.
"Kalau membayar di Baitulmal, atau di Baznas atau Laznas, zakat menjadi lebih tepat sasaran. Di Lembaga Zakat itu jelas, pertanggung jawabannya ada dan sasarannya jelas," terang Yurnal. (*)
