Rupiah Siang Ini Anjlok ke Level Rp 14.933. Ini Penyebab Melemahnya Rupiah dan Mata Uang Negara Lain

Sempat dibuka di level Rp 14.925 per dollar AS, Rabu (5/9/2018) pagi, rupiah kembali anjlok ke level Rp 14.933 per dollar AS pada siang ini.

Editor: harismanto
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Teller menghitung uang dolar AS di banking hall salah satu bank BNI di Jakarta Pusat beberapa waktu lalu 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Sempat dibuka di level Rp 14.925 per dollar AS, Rabu (5/9/2018) pagi, rupiah kembali anjlok ke level Rp 14.933 per dollar AS pada siang ini.

Dikutip Tribunpekanbaru.com dari Bloomberg di pasar spot, rupiah sempat menguat tipis dari perdagangan sehari sebelumnya yang ditutup di level Rp 14.935 per dollar AS, terlemah sejak 1998.

Kondisi ini disebut sebagai dampak krisis Turki.

Sejak Turki mengalami krisis ekonomi pada akhir Agustus 2018, seperti dikutip Tribunpekanbaru.com dari TribunWow.com, nilai mata uang negara-negara berkembang di seluruh dunia juga mengalami penurunan dan hengkangnya investor asing.

Baca: Kabinda Riau: Keputusan Memulangkan Neno Warisman untuk Hindari Terjadinya Kekacauan

Baca: Rupiah Hari Ini Menguat Tipis Rp 14.925 Tapi Tekanan Eksternal Masih Besar

Baca: Mau Ikut CPNS 2018, Ini Nilai Ambang Batas Tes SKD yang Harus Dipenuhi, Formasi Ini Beda Aturan

Tren melemahnya mata uang ini terjadi dari Afrika Selatan hingga Indonesia.

Bahkan Argentina, yang mulai stabil setelah krisis pada awal tahun, perekonomiannya kini berada pada mode darurat dengan meningkatnya suku bunga menjadi 60%.

Mata uang peso juga anjlok 45% pada 2018 dan anjlok lagi 24% pada bulan September.

Melihat kondisi ini, pertanyaan yang muncul di benak kita yakni: mengapa semua negara ini yang berbeda benua bisa dihadapkan pada situasi ekonomi yang sama?

Jawaban singkatnya adalah karena ketidakpastian ekonomi global yang terpengaruh oleh manajemen ekonomi Amerika Serikat.

Seperti dilansir TribunWow.com dari weforum.org, Rabu (5/9/2018), alasan pertama yakni ekonomi Amerika Serikat berkembang sangat pesat saat ini.

Pasar saham AS telah mencapai rekor tertinggi, dan ekonomi telah tumbuh lebih dari 4% karena diperkuat oleh kebijakan pemotongan pajak yang disahkan oleh Kongres tahun lalu, serta Presiden Donald Trump yang memangkas kebijakan-kebijakan lainnya.

Kenaikan ekonomi tersebut merupakan tingkat kenaikan yang sangat kuat untuk negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Pada saat yang sama, Federal Reserve AS mulai menaikkan tingkat suku bunga, setelah satu dekade mereka menjaga agar bisa serendah mungkin.

Kuatnya pasar AS, yang dikombinasikan dengan peningkatan suku bunga, menarik investor yang memiliki uang untuk menanamkan uang mereka ke negara dengan pertumbuhan tinggi.

Aliran dana investasi ke Amerika Serikat ini pada dasarnya meningkatkan nilai dolar AS, dan menjadikan AS sebagai tujuan yang lebih menarik bagi investor.

Halaman
123
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved