Kecemburuan Sosial Picu Pembakaran Masjid di Papua
Menurut dia, perekonomian di wilayah Papua, seringkali lebih dikuasai para pendatang dibandingkan warga asli Papua.
TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil di Indonesia (PGLII) Roni Mandang menilai kericuhan yang menyebabkan terbakarnya Masjid Baitul Muttaqin di Karubaga, Kabupaten Tolikara di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7/2015) pagi, adalah masalah sosial ekonomi, bukan permasalahan agama.
"Pernyataan saya tentang warga Papua yang tersisihkan adalah bahasa yang sudah lumrah. Mereka sering tidak menjadi tuan di tanah sendiri," ujar Roni, dalam konferensi pers di Kantor PGI, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7/2015).
Menurut Roni, Pemerintah seringkali kurang memperhatikan kesempatan warga Papua untuk mendapatkan peluang yang sama dengan warga lainnya. Akibatnya, sering terjadi ketidakadilan dalam hal sosial ekonomi.
Menurut dia, perekonomian di wilayah Papua, seringkali lebih dikuasai para pendatang dibandingkan warga asli Papua. Selain itu, penanganan aparat penegak hukum terhadap warga Papua, cenderung dilakukan tanpa upaya pencegahan terlebih dahulu.
Penanganan lebih mengutamakan kekerasan dibanding dialog untuk menyamakan pendapat. "Kami sesalkan pendekatan selalu tanpa dialog yang seharusnya dari hati ke hati. Masalah seperti ini seakan-akan terjadi akibat sentimen konflik antaragama," kata Roni.
Dalam pernyataan sikap, PGLII menyatakan bahwa persoalan yang terjadi di Papua tersebut adalah persoalan lokal yang harus cepat diselesaikan. Ia mengimbau agar umat beragama tidak mudah terprovokasi, apalagi terhadap upaya-upaya yang ingin membenturkan ke skala yang lebih besar. (*)
