Apa Saja yang Dipergoki Wartawan BBC di Desa-desa Rohingya yang Terbakar?
Sebagian besar perjalanan di wilayah dataran rendah Myanmar ini dilakukan melalui labirin kali dan sungai di atas perahu-perahu yang penuh sesak.
Di pasar Bengali yang sekarang sepi, saya bertanya kepada seorang pria apa yang dia takutkan. Pemerintah, katanya.
Tujuan utama perjalanan kami di luar Maungdaw adalah kota pesisir Alel Than Kyaw. Ini salah satu tempat yang diserang oleh militan ARSA pada 25 Agustus dini hari.
Saat kami mendekati kota itu, kami melalui desa demi desa, semuanya benar-benar kosong. Kami melihat kapal-kapal yang ditinggalkan, kambing dan sapi. Tidak ada orang.
Alel Than Kyaw telah diratakan ke tanah. Bahkan sebuah klinik, dengan plang yang menunjukkan bahwa klinik itu dikelola oleh badan amal Medecins Sans Frontieres (Dokter Lintas Batas), telah hancur.
Di sebelah utara, di kejauhan kami bisa melihat empat gulungan asap yang membumbung naik, dan terdengar semburan tembakan senjata otomatis. Ada desa-desa yang sedang dibumi-hanguskan, kami menduga.
Letnan Polisi Aung Kyaw Moe menjelaskan kepada kami bahwa dia sudah mendapat peringatan terlebih dahulu akan adanya serangan tersebut.
Dia lebih dulu membawa penduduk non-Muslim ke baraknya untuk dilindungi, dan kemudian pasukannya dturunkan menghadapi gerilyawan yang membawa senjata api, parang dan bahan peledak rakitan selama tiga jam sampai mereka dipukul mundur.
Setidaknya 17 militan dan seorang petugas imigrasi tewas. Warga Muslim desa itu melarikan diri tak lama kemudian.
Namun dia kesulitan menjelaskan mengapa sebagian kota masih terbakar, dua minggu setelah serangan tersebut, di musim hujan pula. Mungkin sejumlah Muslim tetap tinggal, dan kemudian membakar rumah mereka sebelum pergi baru-baru ini, jawabnya kurang meyakinkan.
Kemudian, dalam perjalanan pulang dari Alel Than Kyaw, sesuatu yang sama sekali tidak direncanakan terjadi.
Kami melihat asap hitam membumbung dari balik pepohonan, di tepi sawah. Itu sebuah desa lain yang letaknya tepat di pinggir jalan. Dan kebakaran baru saja dimulai.
Kami semua berteriak kepada polisi pengawal kami untuk menghentikan mobil. Begitu mobil berhenti, kami langsung berlari menuju desa itu, meninggalkan pengawas kami yang kebingungan.
Polisi ikut bersama kami, tapi kemudian menyatakan tidak aman masuk ke desa. Jadi kami pergi mendahului mereka.
Terdengar suara benda terbakar dan gemeretak di mana-mana. Pakaian perempuan, yang jelas-jelas Muslim, bertebaran di jalan berlumpur. Dan ada pemuda-pemuda berbadan kekar, memegang pedang dan parang, berdiri di jalan setapak, bingung melihat 18 wartawan berkeringat bergegas menuju mereka.
Mereka mencoba menghindar dari kamera, dan dua dari mereka berlari memasuki desa, menginstruksikan orang-orang trakhir mereka untuk segera keluar dengan tergesa-gesa.
