Citizens Journalism
Pendidikan Sampah: Pekanbaru Butuh Sang Pelopor
Guru-guru di Jepang berperan aktif mengembangkan dan melatih siswa untuk pengelolaan sampah.
Penulis, Isra Khasyyatillah
Mahasiswa Pendidikan Sains, Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)
Sumber berita Antara baru-baru ini mengatakan pemerintah kota Pekanbaru akan kembali menggandeng pihak ketiga untuk mengatasi persoalan sampah di kota Pekanbaru pada tahun 2018.
Pertanyaannya, adakah ini satu solusi yang tepat setelah mengalami kegagalan tahun sebelumnya terkait keterlibatan pihak swasta?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita coba kembali menelusuri waktu, Pekanbaru merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang berkembang dengan sangat cepat.
Jumlah penduduk yang terus bertambah sebanding dengan percepatan pembangunan yang pada akhirnya bermuara pada jumlah sampah yang semakin meningkat.
Dari data Kementerian Dalam Negeri dan data pemerintah Kota Pekanbaru, luas wilayah Kota Pekanbaru sekitar 62.96 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 856.256 jiwa yang tersebar di 12 kecamatan, 58 kelurahan/desa.
Baca: Ajaib! Ilmuwan ITB Sulap Limbah Menjadi Aspal Solusi Banjir
Kondisi Pekanbaru yang terus mengalami peningkatan jumlah penduduk tidak sebanding dengan lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang rasional.
Untuk 12 Kecamatan, jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tersedia sebanyak dua titik dari 47 TPS.
Keadaan ini diduga menjadi salah satu penyebab masalah sampah di Kota Bertuah ini.
Padahal, dari catatan sejarah pada tahun 2004-2011 Pekanbaru pernah menerima penghargaan Adipura sebanyak 7 kali berturut-turut.
Namun, enam tahun terakhir Kota Pekanbaru tidak lagi mampu mempertahankan adipuranya.
Kenyataannya hari ini, Pekanbaru belum mampu mengatasi permasalah sampah.
Yang lebih membuat bertanya-tanya adalah, adanya tumpukan sampah tepat di sebelah papan peringatan yang berisi ‘’Jangan buang sampah di sini!’’.
Seakan masyarakat menutup mata dengan sampah yang berserakan.
Membuang sampah sembarangan sudah menjadi persolan yang biasa.
Yang lebih disayangkan lagi, persoalan ini seakan terabaikan karena tak kunjung ada tindakan yang sigap dari pihak berwenang.
Julukan kota Adipura yang pernah diraih selama 7 tahun berturut-turut telah jadi legenda.
Baca: Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Upaya Membentuk Generasi yang Berkualitas
Miris bukan? Manusia mengotori sendiri lingkungan tempat mereka hidup.
Entah kemana menguapnya tanggung jawab terhadap kehidupan sendiri.
Manusia lahir di bumi, hidup di bumi dan akan dikuburkan di bumi.
Masyarakat mengalami krisis rasa tanggung jawab dan kurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Persoalan ini seperti akar dari masalah sampah yang tak kunjung teratasi.
Jadi, apa sebenarnya solusi yang paling tepat untuk mengakhiri cerita sampah kota Pekanbaru yang tak kian berujung?
Permasalahan besar ternyata berakar dari sebuah kesadaran.
Penelitian SE Hasan 2004 mendapati bahwa kesadaran masyarakat dan partisipasinya dalam pengelolaan sampah adalah kunci keberhasilan mengatasi dinamika persoalan sampah yang tengah kita hadapi.
Keterlibatan setiap individu akan memberi dampak positif terhadap lingkungan.
Kesadaran ini akan lebih mudah ditanamkan pada diri setiap individu semenjak kecil sehingga akan berdampak baik di masa yang akan datang.
Pendidikan sejak usia dini dengan membiasakan anak membuang sampah pada tempatnya akan memberi pengaruh yang dalam terhadap kebiasaan anak saat tumbuh dewasa.
Selain peran orang tua, seorang pelopor yang juga memegang peranan untuk mejaga lingkungan bersih adalah guru di sekolah.
Guru adalah seorang pendidik yang bukan hanya mengajarkan pengetahuan melainkan juga mendidik siswa dalam berperilaku dan bertindak.
Baca: Duta Besar Kanada Borong Kerajinan Tenun dan Batik Riau
Walaupun Pendidikan linkungan ini tidak berdiri sendiri sebagai satu mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan, guru dapat memadukannya dalam setiap pelajaran yang diajarkan ataupun melalui kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dengan mata pelajaran.
Hal ini akan membantu tercapainya standar kompetensi lulusan yang tertera dalam Kurikulum 2013 bahwa peserta didik dituntut untuk memiliki perilaku bertanggung jawab secara efektif dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan alam.
Misi guru dalam hal ini adalah membantu generasi muda untuk membangun hubungan dengan lingkungannya melalui proses belajar dan pengalaman.
Namun sebelum itu, yang menjadi elemen dasar adalah kepedulian pendidik itu sendiri terhadap lingkungan.
Pendidik perlu terlebih dahulu mengaduk rasa cinta dan keingintahuan agar sadar terhadap lingkungan, termotivasi dan bertindak untuk melestarikannya.
Mengasah kepekaan terhadap masalah lingkungan sebelum mengajarkan anak untuk peka kepada lingkungan.
Guru harus memulai kepekaan dan partisipasi di lingkungan dari diri mereka sendiri.
Diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan daur ulang dan menghasilkan sesuatu yang dapat mendorong siswa untuk melakukan hal positif terhadap lingkungan.
Sebagai contoh, guru melakukan pengumpulan sampah kering dari pemakaian sehari-hari dan membuatnya menjadi kerajinan.
Lalu, bukankah kita perlu merefleksi bagaimana guru-guru kita disekolah?
Sudahkah persoalan sampah ini menjadi objektif penting yang digalakkan di sekolah agar siswa-siswa kita peduli akan lingkungannya?
Sampah Pekanbaru bukan hanya tanggung jawab pemerintah kota tetapi juga tanggungjawab masyarakatnya.
Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang seharusnya terhujam dalam benak-benak setiap masyarakat.
Sudahkah kita peduli terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal kita?
Belajar Dari Ide Pengolahan Sampah di Jepang
Jepang adalah salah satu negara di dunia yang berhasil mengolah sampah menjadi berbagai barang yang berguna.
Menurut recyclinginternational.com, pada tahun 2010 jepang mengungguli US dan UK dalam mendaur ulang sampah plastik dengan persentase 77%, sementara US dan UK masing-masing 20% dan 36% saja.
Data ini cukup membuktikan kemampuan Jepang untuk mendaur ulang sampah sehingga mencegah kerusakan lingkungan.
Guru-guru di Jepang berperan aktif mengembangkan dan melatih siswa untuk pengelolaan sampah.
Tahun 2015 silam, Jepang dihantam badai topan Pam yang hebat, menariknya, peristiwa ini dimanfaatkan guru untuk melatih siswanya dalam pengelolaan limbah.
Dalam program pengolahan limbah ini anak-anak juga disarankan untuk memberi tahu orang tua mereka agar tidak membakar sampah atau mencampur sampahnya tapi memilahnya, dan membuat kompos untuk digunakan saat menanam benih dan tanaman tradisional lokal di rumah.
Terinsprasi dari sebuah tulisan ‘’Is Teaching Children to Recycle a Waste of Time?’’ oleh Dawn Wynne, contoh aktivitas yang dapat dilakukan adalah isi sebuah toples dengan air dan masukkan berbagai macam barang antara lain kerupuk, bungkusan permen, kayu kecil, tutup botol plastik, kertas, atau barang lainnya.
Biarkan toples dalam kondisi tertutup.
Anak dapat mengamati dan merekam dari minggu ke minggu dan dari bulan ke bulan apa yang terjadi didalam toples.
Plastik di dalam toples akan terpecah sehingga ukuran terkecil, tetapi plastik tidak pernah benar-benar terurai dengan sempurna.
Anak perlu mengetahui bahwa plastik membutuhkan masa ratusan tahun untuk terurai tapi tidak lenyap seutuhnya.
Hal-hal kecil seperti menggunakan pensil daripada pena, atau gunakan pena isi ulang.
Ini akan membantu siswa lebih peka dalam menjaga lingkungan.
Berikan alasan yang dapat mereka terima, pensil terbuat dari bahan yang dapat di daur ulang seperti kayu sedangkan pena terbuat dari bahan plastik dan kimia.
Ajarkan mereka agar terbiasa melakukan reuse and recycle sebanyak mungkin seperti menggunakan kembali toples untuk aquarium, reuse botol plastik menjadi kotak pensil, membuat kerajianan dari kotak susu dan bungkus permen, membuat buku catatan kecil dari kertas bekas.
Sebisa mungkin menghindari penggunakan plastik dengan membawa tas belanja, botol minuman, tempat makanan sendiri.
Guru adalah pelopor terciptanya generasi unggul sebuah bangsa, gunakan kecanggihan teknologi, informasi dan komunikasi untuk terus mengasah kemampuan diri.
Belajar tidak harus melalui Pendidikan formal tapi banyak cara lain untuk terus meningkatkan kualitas diri.
Learn to teach and teach to learn.(*)
Sumber : http://dkp.pekanbaru.go.id/?page_id=74
http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/laporan
https://www.huffingtonpost.com/dawn-wynne/is-teaching-children-to-recycle-a-waste-of-time_b_3902194.html
https://www.forgerecycling.co.uk/blog/japan-waste-litter/
http://dailypost.vu/news/primary-school-students-learn-about-waste-management/article_dbafa83d-b679-596b-976e-2bff1530cab1.html
S. E. Hasan. 2004. Public Awareness Is Key to Successful Waste Management. Journal of Environmental Science And Health Part A Toxic/Hazardous Substances & Environmental Engineering A39(2) : 483–492.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/isra-khasyyatillah_20171215_095345.jpg)