Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kutukan Mati 3 Dinasti, Inikah Nasib Nahas yang Bisa Diwariskan Turun-temurun?

Apakah nasib nahas juga bisa diwariskan menjadi kutukan turun-temurun? Jelas sulit mencari buktinya.

Editor: M Iqbal
Intisari-online
Indira Gandhi dan keluarga 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Darah biru bisa diturunkan seorang bangsawan kepada anaknya. Harta dan ilmu juga bisa diwariskan. Tapi apakah nasib nahas juga bisa diwariskan menjadi kutukan turun-temurun? Jelas sulit mencari buktinya.

Kalau beberapa contoh bisa dianggap sebagai bukti, maka keluarga Bhutto, Nehru - Gandhi, dan Kennedy mungkin bisa dianggap sebagai buktinya.

Tanggal 4 April 1979.

"Persis pukul 02.00, aku tiba-tiba terbangun dari tidurku dan dengan serta merta menjerit, Tidak!' Suaraku seperti tercekat di kerongkongan. Napasku tiba-tiba sesak. 'Papa! Papa!' Badanku menggigil seperti kedinginan meskipun aku sedang berada di dalam penjara yang gerah."

Demikian kata-kata Benazir Bhutto seperti yang ia tulis di buku autobiografinya, Benazir Bhutto, Daughter of the East, mengenang peristiwa kematian bapaknya, Zulfikar Ali Bhutto. Saat itu, Zulfikar Ali Bhutto, Begum Nusrat Bhutto (Ibunda Benazir), dan Benazir Bhutto, dikurung di penjara Rawalpindi di bawah rezim militer Zia-ul Haq.

Benazir dan ibunya, Nusrat, berada di dalam satu sel. Sementara Zulfikar berada di sel lain. Ia menunggu hukuman mati karena didakwa mendalangi pembunuhan rival politiknya.

Saat terbangun secara tiba-tiba dini hari itulah, Benazir yakin bahwa ayahnya telah dieksekusi di tiang gantungan. Seolah keduanya dihubungkan oleh telepati.

Eksekusi terhadap Zulfikar sendiri tidak diumumkan tanggalnya kepada publik. Bahkan, Benazir dan Nusrat pun hanya bisa menduga-duga waktu persisnya.

Sehari sebelum eksekusi, Nusrat bertanya kepada Benazir, "Pinkie (panggilan kesayangan Benazir), kita berdua disuruh menemui ayahmu. Apa maksudnya ini?"

Nusrat bertanya demikian karena memang keduanya biasa menjenguk Zulfikar secara bergiliran. "Aku langsung tahu itu adalah pertanda bahwa eksekusi bapakku sudah tiba saatnya," kenang Benazir.

Saat dijenguk kali terakhir oleh anak dan istrinya, Zulfikar pun sudah yakin ia akan segera dieksekusi. Malam itu, ia minta kepada sipir agar diberi waktu untuk mandi dan bercukur.

"Dunia ini indah. Aku ingin meninggalkannya dalam keadaan bersih," kata Zulfikar. Ia menyuruh Benazir mengemasi buku-buku yang ia bawa di penjara serta meninggalkan sebatang rokok kegemarannya dan minyak wangi shalimar kesukaannya.

Ketika waktu berkunjung sudah habis, Benazir dan Nusrat pun kembali lagi ke selnya.

Firasat mereka benar. Esok paginya, seorang sipir mengantarkan barang-barang pribadi Zulfikar ke kamar Benazir. "Kami telah mengantarnya ke tempat yang damai," kata sipir itu.

Benazir dan Nusrat tak kuasa menahan tangis ketika mereka menerima baju, celana, cangkir, dan cincin Zulfikar. "Aku mendekap pakaian bapakku. Aroma minyak wangi shalimar masih tercium. Sejak hari itu, aku selalu tidur dengan pakaian itu di bawah bantalku," kata Benazir.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved