Demokrat Sebut Prabowo Tak Mau Dengar Strategi SBY, Hingga Usulkan Pembubaran Koalisi Capres
Prabowo-Sandi disebut tidak mendengarkan nasihat dan strategi dari Susilo Bambang Yudhoyono(SBY).
Demokrat Sebut Prabowo Tak Mau Dengar Strategi SBY, Hingga Usulkan Pembubaran Koalisi Capres
TRIBUNPEKANBARU.COM - Prabowo-Sandi disebut tidak mendengarkan nasihat dan strategi dari Susilo Bambang Yudhoyono(SBY).
Hal ini disampaikan oleh kader Partai Demokrat, Andi Arief, beberapa waktu lalu melalui Twitter.
Pernyataan Andi Arief ini dibenarkan oleh sesama kader Partai Demokrat Andi Mallarangeng.
Andi Mallarangeng menegaskan, tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak mendengarkan arahan dari Ketua Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Andi Mallarangeng menjelaskan, Partai Demokrat mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu kampanye pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ia menambahkan, hal itu bahkan dilakukan sejak sebelum penentuan cawapres.
Namun menurut Andi Mallarangeng, Prabowo-Sandi lebih memilih strategi lainnya yang bukan disarankan oleh SBY dan Partai Demokrat.
"Strategi kita share, kita memberikan masukan," kata Andi Mallarangeng saat diwawancara Kompas TV, Minggu (9/6/2019).
Baca: Bukan Orang Biasa! Mengenal Chryseis Tan Wanita Terkaya di Asia yang Liburan Bareng Luna Maya
Baca: 12 Trofi Diraih Cristiano Ronaldo Setelah Berusia 30 Tahun, Berikut Daftar Lengkapnya
Baca: Portugal Vs Belanda, Cristiano Ronaldo dkk Juara UEFA Nations League
"Salah satu bentuk dukungan konkrit adalah memberikan masukan."
"Tetapi sekali lagi, kita juga hanya sebatas memberikan masukan," imbuhnya.
Andi Mallarangeng juga tak ingin mendikte Prabowo dan mempersilakan untuk menggunakan strategi dari siapapun.
"Tidak ingin mendikte kepada Pak Prabowo."
"Silahkan mau menentukan strategi, tapi ini ada strategi yang tepat."
"Cuma Pak Prabowo mungkin saja mendapat masukan-masukan juga dari berbagai pihak."
Lebih lanjut, Andi menyebut strategi dari SBY manjur dan sudah terbukti.
Yakni mampu memenangkan Pemilihan Presiden tahun 2009 dan 2014.
"Cuma kami katakan bahwa kalau masukan dari Pak SBY pastilah cespleng."
"Pak SBY ini dua kali menang Pemilu Presiden, jadi sudah tahu bagaimana caranya menang," pungkas Andi Mallarangeng.
Simak pernyataan lengkap dari Andi Mallarangeng dalam video di bawah ini.
Baca: Hasil Balapan F1 GP Kanada 2019 - Vettel Finis Pertama, Hamilton Jadi Juara
Baca: Punya 106 Anak Pria 46 Tahun Tersubur di Eropa Ini Sampai Digelari Sperminator & The Babymaker
Baca: Betis Kanan Diterkam Serta Diseret Buaya ke Dalam Sungai, Pemuda Ini Melawan dan Berhasil Selamat
Demokrat diminta tenang
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (BPN), Andre Rosiade, meminta elite Partai Demokrat tidak membuat gaduh dengan melontarkan pernyataan terkait koalisi parpol pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02 secara terbuka ke publik.
Hal itu ia katakan menanggapi usul Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik agar Prabowo segera membubarkan koalisi parpol pendukung.
"Berkoalisi itu kalau punya masukan silakan disampaikan di dalam (secara internal), bukan bikin gaduh. Di situ saling memberikan masukan, tapi di internal bukan merongrong atau bikin gaduh terus," ujar Andre saat dihubungi, Minggu (9/6/2019).
Andre mempersilakan Partai Demokrat menentukan sikap jika ingin keluar dari koalisi parpol pengusung pasangan Prabowo-Sandiaga.
Namun, apabila ingin bertahan di dalam koalisi, maka ia meminta Partai Demokrat tidak melontarkan pernyataan yang membuat gaduh dan menjaga etika berkoalisi.
"Kalau ingin bertahan, ya tolong etika koalisi itu dijaga, jangan bikin gaduh terus," kata Andre.
Baca: Betis Kanan Diterkam Serta Diseret Buaya ke Dalam Sungai, Pemuda Ini Melawan dan Berhasil Selamat
Baca: Inilah 5 Ponsel dengan RAM Lega Serta Harganya Terjangkau di Indonesia yang Cocok untuk Gaming
Baca: Mumpung Masih Suasana Idul Fitri, Jangan Lupa Ajak Anak Anda Silaturahim Karena Ada 4 Manfaatnya
Andre menegaskan bahwa koalisi pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga akan masih terus berjalan, sebab proses Pilpres 2019 belum selesai.
Ia mengatakan, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur tengah fokus terhadap permohonan sengketa hasil pilpres yang diajukan BPN ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita fokus gugat di MK jangan bikin gaduh. kalau mau keluar silakan, kalau memang kebelet menjadi menteri setelah reshuffle Juni-Juli ini ya monggo silakan," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik mengusulkan Prabowo Subianto segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya.
Adapun parpol pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil dan Makmur, yakni Partai Gerindra, PKS, PAN, Berkarya dan Demokrat.
"Saya usul, Anda (Prabowo) segera bubarkan koalisi dalam pertemuan resmi yang terakhir," ujar Rachlan seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik,Minggu (9/6/2019).
Menurut Rachland, saat ini Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 telah usai.
Kendati BPN pasangan Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), Namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai.
Oleh sebab itu, kata Rachlan, sebagai pemimpin koalisi Prabowo sebaiknya menggelar pertemuan resmi terakhir untuk membubarkan koalisi.
"Pak @Prabowo, Pemilu sudah usai. Gugatan ke MK adalah gugatan pasangan Capres. Tak melibatkan peran Partai," kata Rachlan.
"Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung," tutur dia.
Anjuran Sama juga ke Koalisi Jokowi
Rachland Nashidik juga mengusulkan calon presiden nomor urut 01 Jokowi segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya dalam Pilpres 2019.
"Anjuran yang sama, bubarkan koalisi, juga saya sampaikan pada Pak @Jokowi. Mempertahankan koalisi berarti mempertahankan perkubuan di akar rumput," ujar Rachland seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik, Minggu (9/6/2019).
Ia menilai, keterbelahan di masyarakat berpotensi menimbulkan benturan. Para pemimpin harus mengutamakan keselamatan bangsa.
"(Perkubuan) Artinya mengawetkan permusuhan dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat. Para pemimpin harus mengutamakan keselamatan bangsa," katanya.
Menurut Rachland, pemilu 2019 sudah selesai setelah KPU menyelesaikan rekapitulasi suara Pemilu 2019.
Hasilnya, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin menang dalam Pilpres 2019. Jika kubu Prabowo-Sandiaga mengajukan sengketa hasil Pilpres 2019, kata dia, langkah itu tidak melibatkan parpol.
"Pak @Prabowo, Pemilu sudah usai. Gugatan ke MK adalah gugatan pasangan Capres. Tak melibatkan peran Partai," kata Rachlan. "Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung," tutur dia. Saat Pilpres 2019, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin didukung PDI-P, Golkar, NasDem, PPP, PKB, Hanura, PSI, Perindo, dan PKPI. Adapun pasangan Prabowo-Sandiaga didukung Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai usulan itu hanya akal-akalan PD untuk lepas dari koalisi. "Saya khawatir desakan elite PD untuk segara membubarkan koalisi 02 dan koalisi 01 hanya atas pertimbangan agar PD dapat keluar/dilepas dengan nyaman dari koalisi 02 dan masuk/diterima dengan nyaman oleh koalisi 01," kata Juru Debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid, kepada wartawan, Minggu (9/6/2019).
"Dengan tidak adanya lagi koalisi, maka PD bisa dengan leluasa tanpa ada yang kritik dan yang masalahkan keluar-masuk ke eks koalisi 02 01," imbuh dia.
Menurut Sodik, rekonsiliasi politik pasca-Pilpres 2019 tidak harus dilakukan dengan membubarkan koalisi. Dia mengatakan adanya koalisi bukan berarti memelihara permusuhan atau perpecahan di antara kubu Prabowo dan kubu Jokowi.
"Rekonsiliasi untuk menghilangkan permusuhan serta membangun persatuan tidak harus dengan pembubaran koalisi-koalisi. Koalisi adalah bagian dari kehidupan berbangsa, bernegara, berdemokrasi, berkonstitusi. Keberadaan koalisi-koalisi tidak selalu merupakan cerminan adanya permusuhan dan adanya perpecahan. Sebaliknya, ketidakberadaan koalisi bukan otomatis mencerminkan adanya persatuan. Jadi tidak apa-apa masih ada koalisi, asal dengan semangat dan komitmen bersama untuk NKRI," tutur Sodik.
"Koalisi biarlah bubar atau terbentuk, secara alami atas dasar perkembangan dinamika politik. Tidak usah diformalkan dan dipaksakan," imbuh politikus Gerindra itu.
TKN Koalisi Indonesia Kerja (KIK) menyebut permintaan agar Jokowi dan Prabowo membubarkan koalisi, mengada-ada. "Pernyataan bahwa KIK harus pula dibubarkan karena (dianggap) mengawetkan permusuhan dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat adalah sangat tidak relevan dan mengada-ada," ujar Wakil Sekretaris TKN KIK, Verry Surya Hendrawan, Minggu (9/6/2019).
Menurut Verry, KIK justru perlu dilanjutkan karena punya tujuan menyatukan sinergi untuk membangun bangsa dengan mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. "Semangat kami di TKN KIK selalu berkampanye dengan mengedepankan narasi positif, mengedepankan program kerja serta rekam jejak pencapaian capres-cawapres. Ini positif untuk demokrasi kita, karena semangat ini akan terus dikedepankan dan ditularkan ke semua pihak," tuturnya.
PAN meminta PD untuk tak menyeret parpol koalisi lainnya dalam perseteruannya itu.
"Saya kira Demokrat memiliki masalah tersendiri dengan Prabowo-Sandi. Jika itu betul, sebaiknya disampaikan langsung, tidak perlu diumbar di publik. Kalau diumbar, orang pasti akan menduga ada manuver tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Kalau mau pergi baik-baik silakan. Kalau membubarkan koalisi, harus dibicarakan lintas koalisi. Kalau mau pergi sendiri, saya kira itu hak. Silakan saja," kata Wasekjen PAN, Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Minggu kemarin.
Menurut Saleh, Demokrat tak perlu menganjurkan koalisi dibubarkan.
Dia mengatakan, parpol koalisinya itu bebas untuk menentukan pilihan politiknya sendiri tanpa perlu mengeluarkan pernyataan yang memantik api dalam koalisi.
Seperti diketahui, Koalisi Indonesia Adil Makmur milik Prabowo-Sandiaga terdiri dari PAN, Gerindra, PKS dan Partai Demokrat.
"Sebaiknya, Demokrat dipersilahkan mengambil posisi dan pilihan politik sendiri. Tidak perlu juga memberikan pernyataan yang tidak menyejukkan. Apalagi membuat yang lain merasa tidak enak. Biar nanti masyarakat yang memberi penilaian kepada semua partai yang ada. Masyarakat saat ini sedang melihat, mendengar, dan menyimak semua jalannya proses demokrasi. Mereka tentu sudah sangat cerdas untuk membaca seluruh sikap dan kebijakan politik masing-masing parpol," tuturnya.
Saleh meyakini semua parpol koalisinya akan dengan legawa melepas Partai Demokrat pergi jika memang itu langkah yang diambil. Mengingat bergabung dalam sebuah koalisi didasarkan pada kesadaran dan kerelaan.
PKS menilai usulan tersebut tidak bijak. "Usulan pembubaran untuk menurunkan tensi politik kurang bijak," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Minggu (9/6/2019).
Mardani mengatakan permasalahan dalam kancah perpolitikan saat ini bukan pada koalisi. Menurut dia, kurangnya kualitas kepemimpinanlah yang menjadi penyebab panasnya situasi di Indonesia saat dan pasca Pilpres 2019.
"Kapasitas dan kualitas kepemimpinan menentukan kualitas kompetisi Demokrasi. Ingat saat capres McCain mengoreksi pernyataan seorang pendukungnya yang mencap lawannya, capres Barack Obama, sebagai bukan orang Amerika, sikap McCain jelas: Obama orang Amerika yang baik dan kompetitor saya dalam mencintai Amerika. Kita bisa bersaing dan tetap saling menghormati kompetitor," tuturnya.

Lucky: Cuma Pancingan Saja
Usulan pembubaran koalisi seharusnya tak usah digubris. Wakil Ketua DPD PDIP Sulut, Lucky Senduk menilai koalisi dibentuk tidak permanen.
"Kan kaolisi dibentuk tidak permanen," sebut dia kepada tribunmanado. co.id, Minggu (9/6/2019).
Koalisi dibentuk semisal karena akan mengusung capres. Memang seperti pengalaman pemilu lalu, koalisi capres masih diperpanjang hingga jadi dua kubu di DPR RI, ada Koalisi Indonesia Hebat merupakan pendukung pemerintah dan Koalisi Merah Putih sebagai oposisi.
"Toh akhirnya tak diminta, malah bubar sendiri. Malah ada partai bergabung dukung pemerintah, " kata dia.
Selain itu, koalisi partai itu sudah lumrah dan bukan hal tabu dalam politik. "Harus lihat manfaat koalisi kan berkesinambungan," kata dia. Jika komunikasi terjalin maka ada baiknya untuk membangun bangsa. "Jangan seakan akan justifikasi koalisi permanen kemudian lebih baik bubar, menurut saya itu (usulan bubar) cuma pancing saja," ungkap Lucky.

Oposisi untuk Cegah Otoriter
Ferry Liando, pengamat politik dari Unsrat mengatakan, ada dua pendapat soal wacana pembubaran koalisi. Di satu sisi, kita sepakat jika koalisi dibubarkan hal itu agar polarisasi yang terbentuk selama ini bisa dipersatukan kembali. Sebab polarisasi tidak hanya terjadi dalam tataran elite tetapi juga terjadi di masyarakat.
Namun demikian, di satu sisi, koalisi tetap saja dipertahankan dalam hal untuk menciptakan check and balances di DPR RI. Jika tidak ada kekuatan politik penyeimbang di DPR maka kekhawatiran akan terjadi pemerintahan yang semena-mena atau otoriter.
Pemerintahan akan berjalan dengan efektif apabila ada kekuatan politik penyeimbang (oposisi). Kelemahan pemerintah Orde Baru karena tidak ada kekuatan politik penyeimbang, maka itu yang menyebabakan pemerintahan jadi otoriter. Jadi pada konteks ini maka koalisi parpol jangan bubar.
Dari sisi teknis, tahapan pemilu belum selesai. KPU harus menunda penetapan hasil pemilu karena ada sengketa hasil di MK. Tahapan pemilu masih berjalan maka koalisi belum bisa bubar. Parpol pendukung capres tertentu belum bisa menarik diri dalam koalisi.
Itu ada pernyatan bersama dari masing-masing parpol dalam suatu koalisi. Di jelaskan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 229 huruf c, bahwa partai politik atau gabungan partai politik dalam mendaftarkan bakal pasangan calon ke KPU wajib menyerahkan surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik, atau para pimpinan partai politik yang bergabung. Pasal ini menjelaskan bahwa parpol bekuk bisa tarik dukungan sebelum tahapan pemilu usai.