Adv
Sikap Aksi Cepat Tanggap dalam Hadapi Bencana Kekeringan yang Mematikan di Indonesia
Sikap Aksi Cepat Tanggap (act) dalam mengadapi bencana kekeringan yang mematikan di Indonesia salurkan bantuan jutaan liter air bersih
Sikap Aksi Cepat Tanggap dalam Hadapi Bencana Kekeringan yang Mematikan di Indonesia
TRIBUNPEKANBARU.COM - Sikap Aksi Cepat Tanggap (act) dalam mengadapi bencana kekeringan yang mematikan di Indonesia salurkan bantuan jutaan liter air bersih.
Hasil perkiraan curah hujan, menurut BMKG, sebanyak 64,94 persen wilayah Indonesia mengalami curah hujan kategori rendah (di bawah 100 mm/bulan) pada bulan Agustus 2019.
Baca: Siswa SMK di Riau Jadi Kurir Narkoba Jenis Sabu-sabu Ditangkap Polisi Saat Transaksi di Kebun Sawit
Baca: Pengendara Sepeda Motor di Riau TABRAK Polisi Lalu Lintas Saat Razia, Petugas Alami Luka di Kepala
Baca: PNS Pengadilan Agama di Riau Tewas TERBAKAR di Rumah Kontrakan, Penyebab Kebakaran Masih Misteri
Baca: MANTAN Wakil Rakyat di Riau Masuk DPO Satpol PP Pekanbaru Gara-gara Mobil Dinas, Ada Tiga Orang
BMKG menyatakan musim kemarau tahun 2019 akan terjadi kekeringan panjang akibat beberapa faktor yaitu fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim.
Dalam menghadapi bencana kekeringan ini, Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah menyalurkan bantuan jutaan liter air bersih di berbagai daerah dan membangun sumur wakaf di 263 titik lokasi untuk ratusan ribu penerima manfaat di seluruh Indonesia yang akan masih terus berlangsung.
Adi Ripaldi, Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim BMKG menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia masuk musim kemarau sejak Mei - Juni 2019.
BMKG sudah memprediksi periode kemarau tahun ini (Mei-Oktober) akan lebih kering dibanding tahun 2018. Sehingga, perlu kewaspadaan dan antisipasi lebih dini dari pemerintah dan masyarakat.

“Berdasarkan pantauan BMKG hingga Awal Agustus 2019, beberapa wilayah sudah mengalami kekeringan meteorologi level ekstrim dimana tercatat ada daerah yang sudah lebih dari 60 hari tidak ada hujan, bahkan lebih lebih dari 90 tidak ada hujan. Kondisi ini tentu akan memiliki dampak lanjutan terhadap kekeringan pertanian dan kekurangan air bersih masyarakat. Selain itu, ancaman gagal panen bagi wilayah-wilayah pertanian tadah hujan semakin tinggi. Kolaborasi BMKG dengan ACT sebagai lembaga kemanusiaan, akan terus berlangsung yaitu dengan memberikan update ke tim ACT terkait hasil monitor dan peringatan dini terkait wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, Wahyu Novyan, Director Social Distribution Program (SDP) ACT menambahkan saat ini hampir 3,5 juta warga menjadi korban dampak kekeringan.
Baca: RUMAH LIAR di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling Riau, Kapolres Kuansing Sebut akan Ditertibkan
Baca: RINCIAN HARGA Mitsubishi Eclipse Cross di Pekanbaru Sesuai Tiga Varian Warna, Pameran di Mal SKA
Baca: Aliansi Peduli Buruh di Riau TOLAK Revisi UU Ketenagakerjaan, Ada Celah PHK Besar-besaran
Saat ini, bahkan 55 kota/kabupaten, 28 persen provinsi telah terdampak artinya lebih dari 2/3 dari total semua provinsi di Indonesia.
“Hasil dari pemetaan kita, ada lingkaran setan yang perlu diputus. Hal ini karena kemarau yang muncul merupakan dampak dari perubahan iklim yang ekstrem di dunia hingga pemanasan global yang dapat berdampak pada kekurangan gizi pada anak, kemiskinan hingga kematian, jika terus dibiarkan ini dapat menyebabkan lost generation. Hal ini yang perlu dijadikan perhatian utama. Merespon kondisi ini, ACT akan mendistribusikan 2,1 juta liter air bersih per hari, di 28 cabang kantor ACT dengan target kita bisa memberikan 500.000 penerima manfaat per hari,” ungkapnya.
Wahyu juga menambahkan, kekeringan memang bukan bencana yang bisa secara langsung berdampak pada kematian, namun kekeringan merupakan bencana yang sangat laten.

“Kekeringan bukan bencana rapid on set namun slow on set. Slow on set ini memliki dampak mematikan, dengan kondisi air bersih di dunia sekarang hanya sebesar 3 persen. Hal ini tentu akan berdampak pada generasi mendatang hingga lost generation. Tentunya, dengan bahaya laten kekeringan ini kami mengajak partisipasi masyarakat untuk benar-benar peduli dengan bencana yang dampaknya tidak hanya terjadi saat ini namun hingga ke generasi berikutnya,” tambah Wahyu.
Senior Manager Global Medic Action ACT, dr. Rizal Alimin pun menyampaikan bahwa bencana kekeringan yang menimpa hampir di seluruh daerah Indonesia tentu memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat.
“Di musim kemarau, akan terdapat banyak kemungkinan peningkatan penyebaran hepatitis A, tifus, malaria hingga demam berdarah, dan penyakit lainnya. Meskipun, semua ini akan dipengaruhi juga tingkat keparahan kekeringan di daerah tersebut dan ketahanan fisik warganya. Selain itu, secara jangka panjang pengaruh buruk kekeringan panjang akan berdampak peningkatan stunting bagi anak-anak. Hal ini karena dengan bencana kekeringan ekstrim ini akan mempengaruhi pola makan, pola asuh hingga sanitasi pada warga yang terdampak,” ungkapnya.
Baca: BREAKING NEWS : Pasar Terapung di Riau Membara Dilalap Api, Belum Dilaporkan Ada Korban Jiwa
Baca: ADA Dana Desa dalam APBD Perubahan Riau 2019, Ini Jumlahnya, Minta Bantuan Pusat Garap Pariwisata
Baca: Pasar Terapung di Riau Terbakar Polres Inhil akan Turunkan Tim Labfor, Nasib Pedagang Pasar Terapung