Memutus Rantai Konflik Satwa Liar dengan Manusia di Bumi Lancang Kuning
Tewasnya gajah berusia 25 tahun ini akibat infeksi kaki kiri yang sebelumnya terkena jerat pada tahun 2014 silam.
Penulis: Firmauli Sihaloho | Editor: M Iqbal
Oleh karena itu, Dia menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar menyadari sedikit kesalahan yang telah diperbuat. Terlebih sebagai manusia yang pada dasarnya memiliki banyak kelebihan baik dari penalaran, hingga kecerdasan intelektual, alangkah baiknya jika kita dapat saling percaya dan saling mendukung dalam upaya penyelamatan keseimbangan lingkungan.
“Bagi Pemerintah juga kami mengharapkan sudah saatnya berjalan bersama tanpa harus meninggikan ego kita, jika tujuan kita adalah sama. Maka mari beriringan untuk menjaga dan melestarikan yang masih ada,” tandas Dia.
• Rimba Satwa Foundation (RSF) Gelar Patroli Gajah & Conservation Goes to School
• FOTO: Pembangunan Underpass Perlintasan Gajah di Jalan Tol Pekanbaru - Dumai

Upaya & Asa RSF di Balai Raja
RSF melakukan berbagai upaya untuk menjaga habitat Gajah di Balai Raja. Satu diantaranya ialah Mitigasi Konflik dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar.
“Pada tahun 2018, kita sudah membentuk tim mitigasi konflik ini di 6 desa yang terdampak, yaitu warga yang terdiri dari 7 sampai 10 anggota yang mempunyai kebun dan sering konflik dengan gajah. Metodenya yakni dengan memberikan informasi dimana keberadaan gajah dan memberi informasi jika gajah menuju ke kebun masyarakat tersebut,”kata Zulhusni.
Setelah memberikan peringatan dini kepada masyarakat dari pantauan patroli, kata Dia melanjutkan masyarakat sudah bersiap di kebun mereka untuk melakukan penggiringan.
Adapun program yang masih berlangsung hingga sekarang itu awalnya sempat mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Mereka mengira bahwa yang melepaskan gajah di sana adalah RSF.
“Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan intensnya komunikasi yang kami bangun, lama kelamaan masyarakat bisa menerima keberadaan kami, meskipun sampai saat ini masih ada satu desa yang masih enggan menerima,”papar Dia kepada tribunpekanbaru.com, Sabtu (21/12/2019).

Disamping berguna bagi masyarakat, program Mitigasi Konflik ini juga diapresiasi berbagai pihak. Salah satunya ialah Zulhusni bersama RSF diganjar award dari Satu Indonesia (Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia) untuk bidang lingkungan wilayah provinsi Riau lewat program mitigasi konflik secara berturut-turut, pada tahun 2018 dan 2019.
Sementara untuk menjaga populasi Gajah, RSF mengenalkan program PLG Breeding atau pembangunan area untuk kandang breeding ( kawin) bagi gajah jinak yang ada di Pusat Latihan Gajah Sialang Rimbun dan PLG Minas.
“Tujuannya adalah agar tetap adanya kelahiran dan pertambahan populasi Gajah Sumatera, jika di alam liar habitat mereka semakin terancam setidaknya yang jinak masih bisa kita kembang biakkan,” terang Zulhusni.
Dijelaskannya, proses pembangunan PLG Breeding dimulai dari meminta izin kepada kepala BBKSDA Riau terlebih dahulu, pada 10 Desember 2019 dan memulai pengerjaannya pada 19 Desember 2019 lalu akan dilanjutkan di bulan Januari 2020 untuk PLG Minas.
“Program ini barangkali untuk gajah Balairaja tidak terlalu ada urgensinya, namun bagi pertambahan populasi kita berharap melalui program ini akan meningkatkan jumlah populasi Gajah Sumatera,”kata Dia.
Selain itu, guna meningkatkan kesadaran dan cinta terhadap alam beserta isinya, RSF memfasilitasi bagi masyarakat awam untuk melihat aktivitas gajah di alam liar yang didampingi oleh staff RSF.
Sedangkan untuk patroli, RSF tidak bisa menerima orang awam. Sebab, dibutuhkan ilmu dan pengetahuan tentang karakteristik dari satwa liar.