Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

UPDATE Sengketa Laut China Selatan: Menhan Prabowo Angkat Bicara!

Prabowo berpendapat masalah Natuna-Laut China Selatan harus diselesaikan lewat pembicaraan dua belah pihak.

Penulis: | Editor: Firmauli Sihaloho
Tribun Jabar/Daniel Andreand Damanik)
Kasad Jenderal Andika Perkasa menyambut kedatangan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto saat tiba di Trans Luxury Hotel Bandung untuk menghadiri acara 20 th Asean Chiefs of Army Multilateral Meeting, Senin (25/11/2019). 

UPDATE Sengketa Laut China Selatan: Menhan Prabowo Angkat Bicara!

TRIBUNPEKANBARU.COM - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto akan berkoordinasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL menyikapi insiden masuknya kapal pencari ikan dan Coast Guard dari China ke perairan Indonesia di sekitar Natuna.

”Beliau (Prabowo) akan berkoordinasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL terkait hal tersebut,” kata Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, Kamis (2/1/2019) kemarin.

Dahnil juga menjelaskan sikap Prabowo terhadap perkembangan isu di Perairan Natuna-Laut China Selatan.

”Sejalan dengan nota protes yang sudah dikirimkan oleh Menlu, dan Pak Prabowo seperti sudah menyampaikan pada pertemuan ADMM di Bangkok, menyatakan bahwa pembicaraan code of conduct (CoC) terkait sengketa Laut China Selatan harus dilakukan dan dituntaskan,” kata Dahnil.

Pertemuan ADMM di Bangkok yang dimaksudkan Dahnil adalah Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 18 November 2019. Adapun nota protes yang disebut Dahnil adalah yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI ke Beijing pada 30 Desember 2019.

Prabowo berpendapat masalah Natuna-Laut China Selatan harus diselesaikan lewat pembicaraan dua belah pihak.

Serial Kasam, Sinopsis Kasam Sabtu 4 Januari 2019, Streaming KASAM Disini Mudah Episode 88 (Video)

VIDEO Prediksi & Link Getafe Vs Real Madrid, Live Liga Spanyol di TV Online, Sabtu 22.00 Wib

58 Ribu HEKTARE Lahan Perkebunan di Riau Ilegal, Masuk dalam Kawasan Hutan, Dikuasai 32 Korporasi

”Agar tidak mengganggu hubungan perdagangan dan diplomatik antarnegara, termasuk dengan negara ASEAN lain. Dan tentu posisi Indonesia seperti yang telah disampaikan Menlu mempertahankan kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif tersebut sebagai wilayah laut Indonesia,” kata Dahnil.

Kemlu RI sebelumnya memang melayangkan protes keras setelah beredar video yang menunjukkan kehadiran kapal-kapal ikan asing di perairan Natuna. Bahkan kapal coast guard China turut mengawal kapal-kapal ikan dari negaranya yang mencuri di perairan Indonesia.

Herman, Ketua Nelayan Lubuk Lumbang, Kelurahan Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, menuturkan, anggota kelompoknya pada 26 Oktober 2019 sempat diusir oleh kapal coast guard China. Padahal mereka sedang berada di wilayah perairan Indonesia.

Berdasarkan data Automatic Identification System (AIS) pada 28 Desember 2019, kapal coast guard China yang mengawal kapal ikan asing berada sekitar 3.8 Nautical Miles dari Garis Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Malaysia.

Atas insiden itu Kemlu RI kemudian memanggil Dubes Republik Rakyat China (RRC) di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan.

Video Nikita Mirzani Basah-basah Tanpa Bra Kunjungi Korban Banjir, Perlakuan Sohib Billy Syahputra!

Usai Caplok Kawasan Milik 6 Negara Asia, China Mulai Klaim Laut Natuna, Indonesia-China Memanas!

BOLA LOKAL: Apakah Kontrak Pemain PSPS Musim Lalu Diperpanjang? Pelatih: Tunggu Manajemen

”Pada Senin (30/12/2019) lalu, hasil rapat antar kementerian di Kemenlu mengonfirmasi terjadinya pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRC di perairan Natuna," demikian pernyataan resmi Kemlu RI.

Sayangnya protes Indonesia itu dianggap angin lalu oleh China. Beijing menegaskan bahwa mereka memiliki kedaulatan di wilayah Laut China Selatan dekat perairan Natuna, Kepulauan Riau, sehingga kapal-kapalnya boleh berlayar dengan bebas di kawasan tersebut.

"China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha (yang terletak di Laut China Selatan)," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam jumpa pers rutin di Beijing Selasa (31/12) waktu setempat, dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri China.

Geng menegaskan China juga memiliki hak historis di Laut China Selatan. Menurutnya, nelayan-nelayan China telah lama melaut dan mencari ikan di perairan itu dan sekitar Kepulauan Nansha, yang menurut Indonesia masih merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

STORY - Pengusaha Juga Politisi di Riau Ini Pilih Jadi Sopir Taksi Online, Alasannya Menyentuh Hati

TERUNGKAP, 58 Ribu Ha Lahan Perkebunan di Riau Ilegal, Masuk Kawasan Hutan, Dikuasai 32 Perusahaan

Geng juga berdalih bahwa kapal yang berlayar di kawasan itu baru-baru ini adalah kapal penjaga pantai China yang tengah melakukan patroli rutin. "Patroli rutin untuk menjaga ketertiban laut dan melindungi hak-hak dan kepentingan rakyat kami yang sah di perairan terkait," kata Geng.

Namun Kemlu RI menolak "klaim unilateral" China tersebut. Menurut Menlu Retno Marsudi, alasan China yang menyebut soal perairan itu merupakan bagian sejarah dari negeri Tirai Bambu itu tidak berdasar hukum dan tidak pernah diakui oleh hukum internasional.

"Klaim historis China atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," kata Retno.

Kemlu mengatakan Indonesia tidak menerima klaim China yang menyebut istilah "perairan terkait atau relevant waters" yang merujuk wilayah di sekitar perairan yang mereka klaim di Laut China Selatan.

"Indonesia mendesak China untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaim RRC di ZEE Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982," kata Retno Marsudi.

Adapun Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan saat ini pemerintah tengah menunggu nota protes yang sudah dilayangkan oleh Kemenlu. "Ya kan sudah, Menlu sudah mengajukan protes ya, itu ditunggu perkembangannya," ujar Mahfud.

Mahfud tidak menjelaskan lebih lanjut langkah yang akan ditempuh oleh RI. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut tidak akan melakukan pertemuan dengan pihak China. "Nggak (ada pertemuan)," kata Mahfud.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai Indonesia tak perlu membuka pintu negosiasi dengan China terkait sengketa di Laut China Selatan alias Laut Natuna Utara.

Menurut Hikmahanto, Indonesia harus menolak keinginan China yang ingin menyelesaikan sengketa ini secara bilateral. "Rencana China itu harus ditolak oleh pemerintah Indonesia karena empat alasan," katanya.

Pertama, bila China tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna Utara, demikian pula Indonesia harus tetap konsisten tidak mengakui wilayah tradisional penangkapan ikan nelayan China. "Atas dasar sikap Indonesia ini, bagaimana mungkin Indonesia bernegosiasi dengan sebuah negara yang klaimnya tidak diakui oleh Indonesia?" sebutnya.

Kedua, sikap Indonesia yang konsisten ini telah mendapat penegasan dari Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan China. Dalam putusannya PCA, tidak mengakui dasar klaim China atas 9 garis putus (9-dash) maupun konsep traditional fishing right.

Menurut PCA, dasar klaim yang dilakukan oleh pemerintah China tidak dikenal dalam 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) di mana Indonesia dan China adalah anggotanya.

"Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antar kedua negara," tegasnya.

Ketiga, Indonesia tidak mungkin bernegosiasi dengan China karena masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan 9 garis putus dan traditional fishing right yang diklaim oleh China. Terakhir, jangan sampai pemerintah Indonesia oleh publiknya dipersepsi telah menciderai politik luar negeri yang bebas aktif.

Menurut Hikmahanto, ketergantungan Indonesia atas utang luar negeri asal China tidak seharusnya dikompromikan dengan kesediaan pemerintah bernegosiasi dengan pemerintah China.

"Justru bila perlu Presiden mengulang kembali bentuk ketegasan Indonesia di tahun 2016 dengan mengadakan rapat terbatas di kapal perang Indonesia di Natuna Utara," sebutnya.(tribun network/git/dod/kps)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sengketa Laut China Selatan Dituntaskan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved