Misteri Kaburnya Buronan Kejagung, Djoko Tjandra, Menkumham Jelaskan Mengenai Status Paspor
Menteri Hukun dan Hak Azasi Manusia ( HAM ), Yasonna Laoly membenarkan bahwa buronan Kejaksaan Agung Djoko Tjandra membuat paspor baru.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Buronan Kejaksaan Agung Djoko Tjandra membuat paspor baru sebelum melarikan diri.
Menteri Hukun dan Hak Azasi Manusia ( HAM ), Yasonna Laoly membenarkan bahwa buronan Kejaksaan Agung Djoko Tjandra membuat paspor baru.
Namun paspor tersebut belum ditandatangani setelah pihak imigrasi mendapat pemberitahuan Kejaksaan Agung bahwa Djoko Tjandra adalah buron.
Menurut Yasonna, saat mengajukan pembuatan paspor, tak ada masalah.
Paspor lama Djoko Tjandra sudah mati.
Secara prosedural ia bisa membuat paspor baru karena memiliki KTP dan tak ada red notice dalam catatan Imigrasi.
Dan ketika mengurus Paspor, petugaspun tak kenal Djoko Tjandra.
"Nama Djoko Tjandra kan banyak, orang yang di depannya harus memberi pelayanan, pelayanan publik."
Setelah ada pemberitahuan dari jaksa langsung barulah dibatalkan.
"Paspor belum ada apa-apanya"
Lalu bagaimana ia masih bisa keluar dari Indonesia tanpa paspor?
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting menyatakan, pihaknya akan menyelidiki penerbitan paspor untuk buronan kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) PT Bank Bali tersebut.
Jhoni mengaku sudah memerintahkan Direktur Intelijen Keimigrasian untuk menelusuri dugaan pelanggaran pada penerbitan paspor Djoko.
Ia pun menegaskan akan menindak apabila ada oknum di Ditjen Imigrasi yang terlibat.
"Kami buatkan surat perintah penyelidikan terhadap itu. Direktur Intelijen sudah turun, bertanya terus, apakah ada (dugaan pelanggaran). Kalau ada, sikat, tidak ada kompromi. Zero tolerance," kata Jhoni dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (13/7/2020).
Djoko, kata dia, memiliki KTP dan mengantongi paspor RI yang dibuat pada 2007.
Berdasarkan pengecekan, paspor RI itu pun tidak digunakan Djoko saat keluar dari Indonesia beberapa hari sebelum putusan Mahkamah Agung memvonisnya bersalah pada 11 Juni 2009.
"Persyaratan buat paspor yang pertama adakah KTP, dia (Djoko Tjandra) memiliki KTP. Dan ada paspor lamanya yang 2007 dibuat dan berakhir tahun 2012 yang mana perangkat waktu itu tidak menggunakan paspor itu waktu satu atau dua hari sebelum putusan," tutur Jhoni.
Ia pun mengatakan, tidak ada notifikasi apapun dari sistem keimigrasian. Karena itu, Imigrasi Jakarta Utara dapat menerbitkan paspor untuk Djoko.
"Di sistem clear, DPO clear, jadi dari sistem tidak ada hambatan beliau membuat paspor," ujar dia.
Selain itu, menurut Jhoni, Djoko tidak pernah mengajukan pelepasan status sebagai warga negara Indonesia (WNI).
Jhoni menjelaskan, Djoko tidak menyerahkan paspor RI ketika membuat paspor Papua Nugini.
Ia mengatakan, Djoko Tjandra semestinya menyerahkan paspor Indonesia sebagai syarat formal melepaskan status kewarganegaraan Indonesia.
Selanjutnya, pelepasan status WNI diputuskan lewat keputusan presiden.
Namun, prosedur tersebut tidak ditempuh Djoko Tjandra. Karena itu, Jhoni meragukan perolehan status Djoko Tjandra sebagai warga negara Papua Nugini.
"Dia harus mengajukan bahwa dia ingin melepaskan kewarganegaraan. Dan itu ending-nya adalah keputusan presiden. Kalau di sini dia (Djoko Tjandra) sah ada KK, nah di sana perolehannya benar atau tidak kami kurang tahu," kata Jhoni.
Jhoni pun mengatakan, belakangan pemerintah Papua Nugini juga meragukan kewarganegaraan Djoko Tjandra.
Menurut informasi yang ia terima, paspor Papua Nugini Djoko Tjandra telah dicabut.
"Paspor PNG yang bersangkutan hanya dua tahun, ini informasi yang kita dapat dari KBRI. Lalu dicabut pemerintah PNG karena pemerintah setempat meragukan peroleh kewarganegaraan tersebut," terangnya.
Komisi III DPR pun sepakat persoalan Djoko ini bukan hanya tanggung jawab Ditjen Imigrasi. Selanjutnya, mereka akan memanggil seluruh instansi terkait, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM.
• Artis HH Lolos dari Jeratan Kasus Prostitusi Online, Segera Pulang ke Jakarta, Tergiur Imbalan Besar
• Lewat Polisi, Hana Hanifa Mengakui Prostitusi Begitu Menggiurkan: Keuntungan Ekonominya Besar
• Polisi Uber Fotografer Tersangka Penjual Artis HH, Sudah Masuk Daftar Pencarian Orang
Usut Oknum Bareskrim Polri
Sebelumnya Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan bahwa surat jalan untuk terpidana kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra, dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
Menanggapi pernyataan IPW, Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengaku sudah meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk mendalami surat jalan yang dipegang Djoko Tjandra.
"Saya sudah meminta agar info terkait surat jalan tersebut, agar didalami Div Propam Polri dan usut tuntas siapa pun yang terlibat,” kata Listyo ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (15/7/2020).
Listyo juga memastikan akan menindak tegas oknum di Bareskrim Polri yang terbukti terlibat.
"Ini untuk menjaga marwah institusi, sekaligus peringatan keras bagi seluruh anggota yang lain untuk tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan dan merusak nama baik institusi," ucapnya.
Listyo menuturkan, Bareskrim bersama Polri sedang berbenah untuk menjadi penegak hukum yang bersih dan dipercaya masyarakat.
Selain itu, ia mengaku pihaknya terus berbenah agar dapat memberi pelayanan yang profesional.
"Terhadap komitmen tersebut bagi anggota yang tidak bisa mengikuti, silakan untuk mundur dari Bareskrim," ucap dia.
Djoko Tjandra Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane sebelumnya membeberkan, surat jalan Djoko Tjandra, dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
"IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sudah mengeluarkan surat jalan kepada Joko Chandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi," kata Neta melalui keterangan tertulis, Rabu (15/7/2020).
Dari data yang diperoleh IPW, surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.
Dalam dokumen surat jalan yang ditunjukkan Neta, tertulis Joko Soegiarto Tjandra disebut sebagai konsultan.
Dalam surat itu, Joko Tjandra disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi.
Tertulis pula Joko Tjandra berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.
Neta menilai Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS tidak memiliki urgensi untuk mengeluarkan surat jalan.
“Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan surat jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Joko Chandra," tuturnya.
Ia pun mendesak Prasetyo diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
"IPW mendesak agar Brigjen Prasetyo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri," ucap dia.
Hingga saat ini Kompas.com berupaya mendapatkan konfirmasi dari Prasetyo terkait pernyaatan IPW.
Kompas.com sudah mencoba menghubungi Prasetyo, akan tetapi nomor telepon genggamnya tidak aktif.
Sementara itu Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman menyebut buron terpidana kasus Bank Bali, Djoko Tjandra, mendapat surat jalan dari sebuah instansi untuk bepergian di Indonesia.
Boyamin mengatakan, dugaan itu timbul setelah pihaknya menerima foto sebuah surat jalan Djoko Tjandra tersebut dari oknum di sebuah instansi.
"Foto tersebut belum dapat dipastikan asli atau palsu, namun kami dapat memastikan sumbernya adalah kredibel dan dapat dipercaya, serta kami berani mempertanggungjawabkan alurnya," kata Boyamin dalam siaran pers, Senin (13/7/2020).
Dalam foto yang ditunjukkan Boyamin, terdapat surat jalan atas nama Joko Soegiarto Tjandra dengan jabatan konsultan.
Surat mencantumkan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Warta Kota
