Pesawat Pengintai Amerika Terdeteksi Radar, Rusia Langsung Kerahkan Jet Tempur ke Laut Hitam
Pesawat pengintai EP-3E Aries milik Angkatan Laut AS kembali terdeteksi di wilayah udara Rusia.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Pesawat pengintai EP-3E Aries milik Angkatan Laut AS kembali terdeteksi di wilayah udara Rusia.
Hal ini dirasa sebagai upaya AS yang sebelumnya telah meningkatkan pengawasannya terhadap Rusia.
Jet tempur Su-27 Rusia dikerahkan di atas Laut Hitam pada Minggu (9/8/2020) untuk mencegat pesawat pengintai milik Angkatan Laut AS.
Hal itu dinyatakan oleh Kementerian Pertahanan Rusia sebagaimana dilansir dari CGTN, Senin (10/8/2020).
"Pada 9 Agustus, sistem kendali wilayah udara Rusia mendeteksi target udara mendekati perbatasan negara Rusia di atas perairan netral Laut Hitam," ujar Kementerian Pertahanan Rusia kepada Zvezda.
Awak jet tempur Su-27 mengidentifikasi objek udara itu sebagai pesawat pengintai EP-3E Aries milik Angkatan Laut AS.
"Setelah pesawat pengintai AS berpaling dari perbatasan negara Rusia, pesawat tempur Rusia dengan selamat kembali ke lapangan terbang," sambung kementerian.
Kementerian Pertahanan Rusia menambahkan bahwa Rusia tidak mengizinkan ada pelanggaran terhadap perbatasan negara.
Pesawat Rusia melanjutkan operasinya dengan kepatuhan ketat di bawah aturan wilayah udara internasional.
Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia mengatakan pesawat mata-mata AS tidak melanggar perbatasan negara Rusia sebagaimana dilaporkan TASS.
Pencegatan itu terjadi empat hari setelah satu unit jet tempur Su-27 Rusia mengusir dua pesawat pengintai AS yang mendekati perbatasan Rusia di atas Laut Hitam.
Pada Juli, jet tempur Rusia mencegat pesawat mata-mata AS beberapa kali di Laut Hitam.
Sejak Rusia menganeksasi Crimea dan hubungan antara Rusia dengan Ukraina memanas, AS telah meningkatkan pengawasannya terhadap Rusia.
AS menganggap Rusia provokatif atas tindakan yang telah negara tersebut perbuat.
Kepala Intelijen AS: China, Rusia, dan Iran Berusaha Pengaruhi Pilpres AS Tahun Ini
Kepala intelijen terkemuka AS memperingatkan bahwa China, Rusia, dan Iran termasuk negara-negara yang berusaha memengaruhi pemilihan presiden AS tahun ini.
Melansir BBC, sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kontra- intelijen AS mengatakan, negara-negara asing itu menggunakan "langkah-langkah pengaruh terselubung dan terbuka" untuk memengaruhi pemungutan suara.
Negara-negara ini "memiliki preferensi untuk siapa yang bakal memenangi pemilihan," tambahnya.
Kepala intelijen AS mengatakan bahwa Rusia ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2016 untuk membantu kampanye Presiden Donald Trump.
Rusia membantah tuduhan tersebut.
Ditanya pada konferensi pers pada Jumat (7/8/2020) mengenai apa yang dia rencanakan tentang laporan campur tangan pemilu, Presiden Trump mengatakan, pemerintahannya akan "mengawasi" soal itu.
Pengumuman itu muncul di tengah klaim oleh Trump tentang bahaya surat suara melalui kotak surat suara.
Dia telah menyarankan bahwa pemungutan suara ditunda demi mencegah "pemilihan yang paling tidak akurat dan curang dalam sejarah", yang memicu reaksi balik, bahkan dari kalangan anggota partainya sendiri.
Hal itu juga menyusul keluhan dari anggota parlemen Demokrat bahwa badan intelijen AS tidak merilis informasi kepada publik tentang campur tangan asing dalam pemungutan suara tahun ini.
Sebagai presiden dari Partai Republik, Trump berusaha untuk memenangi masa jabatan kedua. Penantangnya adalah kandidat Demokrat dan mantan Wakil Presiden Joe Biden.
Apa yang disebut dalam pernyataan intelijen soal campur tangan asing?
Kepala kontraintelijen nasional dan Pusat Keamanan (NCSC), William Evanina merilis sebuah pernyataan pada Jumat kemarin.
Pernyataannya berbunyi, negara-negara asing mencoba untuk memengaruhi preferensi pemilih, mengubah kebijakan AS dengan "meningkatkan perselisihan" dan "merusak kepercayaan rakyat Amerika dalam proses demokrasinya".
Namun, kepala kontraintelijen menambahkan bahwa akan "sulit bagi musuh kita untuk mengganggu atau memanipulasi hasil pemungutan suara dalam skala besar."
Banyak negara "memiliki preferensi untuk siapa yang memenangkan pemilu", katanya, tetapi direktur kontraintelijen mengatakan mereka "khususnya prihatin" tentang China, Rusia dan Iran:
China "punya preferensi agar Presiden Trump, yang dipandang Beijing sebagai sosok tak terprediksi, tidak bisa memenangkan pemilihan ulang," ungkap pernyataan itu, dan China telah "menyebarkan upaya-upayanya untuk memengaruhi" para pemilih.
Sementara Rusia, sedang berusaha "mencemarkan nama baik" kandidat Joe Biden dan anggota lain yang anti dengan kemapanan Rusia.
Evanina juga menambahkan bahwa beberapa tokoh lain yang terkait dengan Rusia juga berusaha untuk meningkatkan pencalonan Presiden Trump di media sosial dan TV Rusia.
Adapun Iran, tengah mencoba untuk "merongrong institusi demokrasi AS", Trump dan "memecah belah negara" jelang pemungutan suara dan menyebarkan disinformasi serta "konten anti-AS" secara online.
Upaya mereka itu karena adanya dorongan keyakinan bahwa jabatan Trump kedua kalinya "akan mengakibatkan berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran dalam upaya mendorong perubahan rezim".
Pada konferensi pers Jumat lalu, Trump mengatakan Rusia "bisa" ikut campur dalam pemilihan tahun ini, tetapi menepis gagasan bahwa negara itu mungkin berusaha membantunya memenangkan masa jabatan kedua.
"Saya pikir orang terakhir yang ingin dilihat Rusia di kantor adalah Donald Trump," katanya, mengatakan bahwa "tidak ada yang lebih tangguh menghadapi Rusia daripada saya."
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah anggota partai Demokrat menyuarakan keprihatinan tentang upaya negara asing untuk memengaruhi pemungutan suara.
