Warga Pekanbaru Dilarang Keluar Kota, Ketua PAEI: Kalau Hanya Sekedar Imbauan Buat Apa
Imbauan warga Pekanbaru keluar kota tidak akan berjalan efektif jika kesadaran masyarakat dalam menjalankan anjuran tersebut masih rendah.
Penulis: Syaiful Misgio | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Riau dr Wildan Asfan Hasibuan MKes (Epid), mengungkapkan, imbauan Walikota Pekanbaru yang melarang warganya keluar kota tidak akan berjalan efektif jika kesadaran masyarakat dalam menjalankan anjuran tersebut masih rendah.
Sebab larangan tersebut hanya sebatas imbauan yang tidak dibarengi dengan saksi.
"Itukan hanya sekadar imbauan, anjuran. Kadang kan masyarakat kita ini kalau hanya imbauan itukan tidak juga indahkan, karena tidak ada sanksinya kan," kata Wildan, Kamis (20/8/2020).
Imbauan tersebut tidak ada artinya dan tidak akan berdampak apa-apa dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19 jika kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan masih rendah.
Apalagi saat ini tidak lagi diberlakukan PSBB, sehingga dilarang pun masyarakat keluar kota, disisi lain orang dari luar kota bahkan dari zona merah tetap saja masuk ke Pekanbaru.
"Jadi itu hanya sekadar imbauan saja, kalau ditanya apakah itu efektif, ya antara iya dan tidak, karena tidak ada sanksinya, tergantung kesadaran masyarakat, kalau tinggi kesadaran masyarakatnya itu efektif, tapi kalau kesadarannya rendah tentu imbauan ini tidak akan efektif," katanya.
Wildan mengungkapkan, saat ini yang paling penting adalah menahan laju persentase penambahan kasus positif Covid-19. Yani dengan menekan angka positif rate.
"Jadi persentase orang yang positif dibandingkan dengan orang yang diperiksa di kali 100 persen, itulah yang kita sebut dengan positif rate, angkanya harus dibawah 5 persen. Jadi semakin banyak diperiksa, kumulatif angkanya akan meningkat, tapi kalau angka positif rate dibawah 5 persen itu tidak ada masalah," ujarnya.
Untuk itu, Wildan mengingatkan kepada kabupaten kota untuk terus meningkatkan pemeriksaan swab. Sebab idealnya, kata Wildan, satu pasien positif itu harus minimal kontak tracingnya 20 sampai 30 orang.
"Jadi semakin aktif kita mencari dengan siapa saja pasien ini berkontak itu semakin baik," katanya.
Meskipun konsekwensinya, jika standar ini dijalankan angka kasus positif bisa saja akan meningkat. Namun itu harus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Karena kalau saya lihat itu belum merata dijalankan di Riau, jadi daerah yang rendah itu bukan berarti rendah jumlah kasus positifnya, itu bisa jadi fenomena gunung es, karena 80 persen kasus positif Itukan tidak bergejala," ucapnya.
Catatan lain yang digaris bawahi oleh Wildan adalah terkait keberadaan karyawan dan pegawai yang memiliki penyakit kronis, sebaiknya bekerja dari rumah saja. Menurutnya, hal ini tentu saja perlu dukungan kebijakan dari instansi atau perusahaan bersangkutan, dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di Riau yang semakin meningkat tajam.
“Beberapa pekan terakhir kasus terkonfirmasi Covid-19 di Riau meningkat signifikan. Jadi kami merekomendasikan agar karyawan atau pegawai pemerintah yang memiliki pengakit kronis sebagainya bekerja dari rumah saja,” katanya.
Menurut dr Wildan, langkah ini diharapkan efektif untuk menekan penyebaran virus corona melalui klaster perkantoran. Oleh sebab itu, setiap kantor, baik swasta maupun instansi pemerintah kiranya dapat membentuk Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 skala kantor.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sekat-jalan2.jpg)