Berita Riau
Negara Rugi Rp 2,6 M, Polda Riau Buru Harris Anggara,DPO Korupsi Pengadaan Pipa Transmisi di Inhil
Polda Riau berupaya maksimal dalam mencari keberadaan Harris Anggara dan sudah mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO)
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Aparat kepolisian dari jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, hingga kini masih memburu keberadaan Liong Tjai atau Harris Anggara.
Dia adalah tersangka dalam perkara dugaan korupsi kegiatan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Bahkan Polda Riau sudah mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama yang bersangkutan.
Surat DPO itu bernomor: DPO/06/I/2020/Reskrimsus. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Andri Sudarmadi, pada 31 Januari 2020.
• Gara-gara Covid-19, PN Pelalawan Tutup hingga 30 September, Hakim dan Pegawai Terkonfirmasi Positif
• VIRAL VIDEO Bocah Menangis dan Peluk Prajurit TNI, Ngotot Ingin Ikut ke Pos Bersama Anggota
• Kekuatan KKB OPM di Intan Jaya Papua Terdeteksi, Beranggotakan Puluhan Orang
Disebutkan Kombes Andri, pihaknya berupaya maksimal dalam mencari keberadaan Harris Anggara tersebut.
Lanjut dia, jajarannya juga telah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait.
"Kita upayakan semaksimal mungkin. Kita koordinasi dengan Imigrasi, dengan Polda setempat yang kita curigai ada keberadaan yang bersangkutan, tetap kita lakukan koordinasi," jelas Andri kepada Tribunpekanbaru.com Jumat (25/9/2020).
Ditanyai termasuk upaya cekal sang DPO melarikan diri ke luar negeri, Andri menyatakan hal itu juga sudah dilakukan.
"Sudah, ya itu makanya tadi (koordinasi) dengan Imigrasi. Sudah itu, sudah," tegas Andri.
Kerugian Negara Rp2,6 Miliar
Informasi yang dirangkum, adapun dasar pencarian terhadap Harris Anggara yaitu laporan polisi nomor: LP/269/VI/2018/Riau/Reskrimsus, tanggal 26 Juni 2018.
Harris Anggara diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi pada kegiatan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 MM di Kota Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir.
Dengan menggunakan dana APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2013 yang berakibat kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar lebih.
Nilai ini berdasarkan laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Riau, nomor: SR-477/PW04/5/2017 tanggal 22 Desember 2017.
Sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Adapun modus operandinya, pertama, membiayai pembuatan dokumen perencanaan yang digunakan untuk lelang.
Kedua, menyiapkan tiga perusahaan untuk lelang.
Ketiga, selaku Dirut CKBN memberikan dukungan pipa terhadap liga perusahaan yang dipersiapkan.
Keempat, yang melaksanakan dan membiayai seluruh kegiatan.
Kelima, pipa yang dipasang tidak sesuai dengan spesifikasi dan SNI yang dipersyaratkan dengan kontrak.
Keenam, menerima aliran dan pencairan 100% dari PT Panatori Raja ke rekening PT CKBN.
Wabup Nonaktif Bengkalis Ikut Terseret
Selain Harris Anggara, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau juga menetapkan Wakil Bupati Bengkalis nonaktif, Muhammad.
Muhammad ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tahun 2013.
Bahkan proses penanganan perkara terhadap Muhammad, sudah masuk tahap II, yaitu pelimpahan tersangka berikut barang bukti dari penyidik Ditreskrimsus Polda Riau, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Kamis (24/9/2020) kemarin.
"Berkas sudah diteliti, dinyatakan lengkap beberapa hari lalu. Dan hari ini (Kamis), hasil koordinasi kita lakukan tahap II," sebut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Andri Sudarmadi.
Dipaparkan mantan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Riau ini, dalam proses tahap II ini, Muhammad melengkapi proses administrasi.
Dalam hal ini tersangka turut didampingi oleh Penasihat Hukumnya.
"Proses tahap II dimulai sekitar pukul 10.00 WIB atau 10.30 WIB. Administrasi sudah selesai, dan rekan-rekan jaksa juga, yang bersangkutan dibawa lagi ke sel tahanan Polda Riau," urainya.
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan saat dikonfirmasi, membenarkan adanya proses tahap II yang dilakukan di Polda Riau.
Diungkapkannya, setelah ini JPU akan menyusun surat dakwaan Plt Bupati Bengkalis nonaktif sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Nantinya, perkara tersebut bakal ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hilir.
Karena, tempat kejadian perkaranya di berada di Kabupaten berjuluk Negeri Seribu Parit tersebut.
"JPU akan menyusun surat dakwaan, sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan," terang Muspidauan.
Nama Muhammad mencuat dan diduga terlibat korupsi, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
Ada tiga orang terdakwa yang diadili kala itu.
Masing-masing adalah Direktur PT Panatori Raja, Sabar Stevanus P Simalongo, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas proyek.
Seiring proses penanganan lanjutan perkara, Muhammad pun ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang ada.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau selaku yang menangani perkara, mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), pada 3 Februari 2020 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Dilaporkan LSM
Untuk diketahui, dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Muhammad diduga melakukan perbuatan melawan hukum, di antaranya menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana.
Meski faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti (terpidana dalam kasus yang sama).
Jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.
Dengan alasan anggaran akhir tahun dan takut dikembalikan kalau tidak dilakukan pencairan. Lalu, menandatangani dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )