Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Jalannya Peperangan Azerbaijan vs Armenia Semakin Seru, Rusia dan Turki di Balik Layar

Kemerdekaan Nagorno-Karabakh tidak diakui oleh negara mana pun, dan dianggap sebagai bagian dari Azerbaijan oleh komunitas internasional.

tangkapan layar Aljazeera
Artileri Azerbaijan membombardir tentara Armenia 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Peperangan yang terjadi antara Azerbaijan dan Armenia berlangsung sengit dan seru. 

Kedeua belah pihak sama-sama menelan pil pahit, mulai dari korban jiwa dan hancurnya peralatan tempur.

Hingga saat ini kedua negara sedang mempersiapkan serangan mematikan untuk membungkam satu sama lainnya.

Pertempuran ini dilatarbelakangi oleh perebutan wilayah di perbatasan kedua negara. 

Sementara itu, wilayah yang mereka perebutkan menyatakan kemerdekaannya. 

Kendati telah menyuatakan kemerdekaannya, wilayah tersebut tidak diakui dunia internasional sebagai negara.

Dikutip dari Kontan, Kementerian Pertahanan Azerbaijan melaporkan pada Rabu (30/9/2020), pertempuran sengit di zona konflik Nagorno-Karabakh antara pasukan Azervaijan dan Armenia terus berlanjut.

"Dengan tujuan mendapatkan kembali wilayahnya, pihak Armenia memusatkan pasukan tambahannya ke arah Magadizsky dan pada pagi hari tanggal 30 September melakukan upaya untuk melancarkan serangan," kata Kementerian Pertahanan Azerbaijan dalam pernyataan seperti dilansir kantor berita TASS.

"Langkah-langkah musuh ini berhasil digagalkan, pasukan Azerbaijan melakukan operasi serangan balasan untuk mematahkan perlawanan musuh," ujar Kementerian Pertahanan Azerbaijan.
"Saat ini, operasi militer sedang berlangsung di sepanjang garis depan".

Kejaksaan Agung Azerbaijan mengatakan, 12 warga sipil tewas dan 35 lainnya luka-luka dalam serangan Armenia sejak konflik meletus di zona konflik Nagorno-Karabakh akhir pekan lalu

"Sampai saat ini, sebagai akibat dari serangan penembakan yang dilakukan oleh pasukan Armenia dengan menggunakan persenjataan berat dan menargetkan wilayah sipil yang padat penduduk, 12 warga sipil telah tewas dan 35 luka-luka," kata Kejaksaan Agung Azerbaijan dalam pernyataan yang dikutip TASS.

Menurut Kejaksaan Agung Azerbaijan, 66 rumah dan 8 fasilitas publik hancur.

Sementara juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia Shushan Stepanyan dalam sebuah posting di Facebook pada  Rabu (30/9) menyebutkan, keterlibatan artileri berlanjut di sepanjang garis depan di Nagorno-Karabakh.

"Keterlibatan artileri berlanjut di sepanjang garis depan di Artsakh (Nagorno-Karabakh) saat ini. Unit Pertahanan Udara Artsakh menembak jatuh dua drone musuh di atas Stepanakert," ungkapnya seperti TASS lansir

Dikutip dari Aljazeera, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan 10 warga sipil tewas akibat penembakan Armenia sejak Minggu. Tidak ada informasi resmi tentang korban di antara prajurit Azeri.

Kementerian pertahanan Armenia mengatakan sebuah bus sipil Armenia di Vardenis - sebuah kota perbatasan Armenia yang jauh dari Nagorno-Karabakh - terbakar setelah tertabrak drone Azeri, tetapi tidak ada yang terluka.

Dikatakan sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Kedua belah pihak membuat klaim bahwa yang lain menggunakan persenjataan canggih bermutu tinggi,” Robin Forestier-Walker dari Al Jazeera melaporkan dari Georgia.

“Pengawas internasional mengatakan ini adalah pertempuran terburuk sejak 1994, yang merupakan indikasi persenjataan modern yang sedang digunakan.

“Otoritas Azeri memberikan informasi yang jauh lebih spesifik tentang wilayah apa yang telah mereka rebut, atau klaim telah mereka rebut, sementara pihak Armenia lebih spesifik tentang korban yang mereka alami dan jumlah prajurit Azeri yang telah mereka bunuh. ”

Kekerasan baru telah menghidupkan kembali kekhawatiran atas stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.

Armenia dan Azerbaijan telah terlibat dalam sengketa wilayah sejak 1990-an ketika Karabakh, daerah kantong etnis Armenia di Azerbaijan, mendeklarasikan kemerdekaan setelah perang yang menewaskan sekitar 30.000 orang.

Kemerdekaan Nagorno-Karabakh tidak diakui oleh negara mana pun, dan dianggap sebagai bagian dari Azerbaijan oleh komunitas internasional.

Setiap langkah untuk perang habis-habisan dapat menyeret kekuatan regional Rusia dan Turki.

Moskow memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, yang memberikan dukungan vital ke daerah kantong dan merupakan jalur kehidupannya ke dunia luar, sementara Ankara mendukung kerabat etnis Turki di Azerbaijan.

Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat telah menengahi upaya perdamaian di bawah payung Grup Minsk, tetapi dorongan besar terakhir untuk kesepakatan perdamaian gagal pada 2010.

“Kami belum pernah melihat yang seperti ini sejak gencatan senjata pada tahun 1990-an. Pertempuran terjadi di sepanjang semua bagian garis depan, ”Olesya Vartanyan, analis senior untuk wilayah Kaukasus Selatan di International Crisis Group, mengatakan kepada Reuters.

Vartanyan mengatakan penggunaan roket dan artileri membawa risiko korban sipil yang lebih tinggi, yang dapat membuat eskalasi sulit dihentikan dengan cara diplomatik.

Rusia telah menyerukan gencatan senjata segera, sementara Turki mengatakan akan terus mendukung Azerbaijan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menuntut agar Armenia segera keluar dari tanah Azerbaijan yang katanya diduduki, menambahkan sudah waktunya untuk mengakhiri krisis Nagorno-Karabakh.

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved