Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

JPU KPK Bacakan Replik Grativikasi Puluhan Miliar Amril Mukminin, Sebut Rekening Penerima Transfer

Pledoi atau nota pembelaan itu, disampaikan Bupati Bengkalis nonaktif, beserta tim kuasa hukumnya pada agenda sidang sebelumnya, Kamis pekan lalu.

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ilham Yafiz
Dokumentasi TribunPekanbaru / Doddy Vladimir
Tahanan KPK Bupati Nonaktif Amril Mukminin dengan tangan diborgol saat tiba di Rutan Kelas 1 Pekanbaru, Rabu (8/7/2020). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan replik, atau tanggapan atas pledoi dari Amril Mukminin, terdakwa dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi, Senin (19/10/2020).

Pledoi atau nota pembelaan itu, disampaikan Bupati Bengkalis nonaktif, beserta tim kuasa hukumnya pada agenda sidang sebelumnya, Kamis pekan lalu.

Dalam repliknya, JPU KPK meminta kepada majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, selaku pihak yang memeriksa dan mengadili perkara, agar menolak atau mengesampingkan seluruh dalil-dalil pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa secara pribadi maupun yang disampaikan oleh tim penasehat hukumnya.

"Meminta kepada majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa sebagaimana tuntutan pidana yang telah diajukan dan dibacakan dalam persidangan pada hari Kamis, tanggal 1 Oktober 2020, dengan penegasan terhadap tuntutan penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa," kata JPU KPK, Febby Dwiyandospendy.

Lanjutnya, mereka meminta majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina tersebut, menyatakan terdakwa Amril Mukminin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kesatu-Primair, dan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kedua.

Kepada majelis hakim, Febby juga meminta kepada majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Amril Mukminin, dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Serta membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu.

"Bahwa dalam replik ini perlu kami tegaskan kembali mengenai tuntutan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhadap terdakwa Amril Mukminin," tuturnya.

"Bahwa mengingat jabatan terdakwa selaku Bupati Bengkalis merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pilkada tahun 2015," sambung dia.

Sementara itu, ditambahkan JPU KPK lainnya, Tonny F. Pangaribuan, maka sudah tentu masyarakat Kabupaten Bengkalis menaruh harapan yang besar kepada terdakwa selaku kepala daerah agar dapat berperan aktif melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan pembangunan di daerahnya, juga memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi ataupun nepotisme.

Demikian pula dengan jabatan terdakwa sebelumnya selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis yang juga merupakan jabatan publik, karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pemilu.

"Namun sebaliknya, terdakwa justru mencederal amanat yang diembannya tersebut dengan melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima uang suap dari Ichsan Suaidi dan Triyanto (PT CGA) dan menerima sejumlah gratifikasi. Sehingga perbuatan ini telah mencederai amanat yang diembannya selaku kepala daerah dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat," urainya.

Dia memaparkan, mempertimbangkan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan terdakwa yang memangku suatu jabatan publik, maka sudah sepatutnya terhadap terdakwa selain dijatuhi hukuman pokok, juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved