Istana Ungkap UU Cipta Kerja Baru Bisa Diakses Publik Setelah Diteken Jokowi
Setelah disahkan di rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu, naskah UU Cipta Kerja sempat mengalami berbagai perubahan versi.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Naskah final Undang-undang Cipta Kerja ditunggu-tunggu oleh publik.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menyebut naskah final UU Cipta Kerja baru akan diunggah ke saluran resmi pemerintah dan bisa diakses publik setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Setelah naskah UU ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI dan Berita Negara RI," kata Dini saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Setelah disahkan di rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu, naskah UU Cipta Kerja sempat mengalami berbagai perubahan versi.
Terakhir, naskah itu kembali mengalami perubahan setelah diserahkan oleh DPR ke Sekretariat Negara.
Naskah yang diserahkan DPR berjumlah 812 halaman.
Setelah direview dan direvisi oleh Setneg, naskahnya menjadi 1187 halaman.
Baca juga: Draft UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman, Ada Pasal yang Hilang?
Baca juga: Sosialisasi UU Cipta Kerja kepada Buruh di PT KTU, Bahas Soal Cuti dan Jam Lembur hingga Pesangon
Selain revisi hal teknis seperti salah ketik, format tulisan dan format kertas, Dini juga mengakui adanya satu pasal yang dihapus oleh Setneg.
Pasal yang dihapus adalah ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Istana, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Dini menyebut pasal tersebut dihapus sesuai kesepakatan dalam rapat panitia kerja antara DPR dan pemerintah sehingga tidak mengubah substansi.
Selain itu, tak ada lagi pasal yang dihapus, diubah atau ditambahkan.
"Hanya pasal 46 yang dikeluarkan dari naskah UU Cipta Kerja," kata dia.
Dengan sudah selesainya pengecekan dan revisi oleh Setneg ini, UU Cipta Kerja siap ditandatangani Presiden Jokowi.
"Naskah UU Cipta Kerja sedang dalam proses penandatanganan Presiden," kata Dini.
Berdasarkan aturan, Jokowi memiliki waktu 30 hari setelah UU Cipta Kerja disahkan pada rapat paripurna 5 Oktober lalu.
Namun, jika tak ditandatangani Jokowi dalam waktu 30 hari, UU yang ditolak sejumlah organisasi buruh dan mahasiswa itu juga tetap akan berlaku.
Pasal hilang
Selain penambahan halaman, ternyata ada pasal yang hilang dari naskah yang dikeluarkan Setneg.
Pada naskah versi DPR terdapat Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang masuk dalam bagian Paragraf 5 tentang Energi dan Sumber Daya Mineral. Nah, dalam versi Setneg, Pasal 46 tersebut hilang.
Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah mengakui telah menghapus Pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi, memang seharusnya tidak ada di dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah.
Namun, pasal tersebut belum dihapus saat DPR menyerahkan draf final UU Cipta Kerja ke pemerintah pada 14 Oktober 2020.
"Jadi kebetulan Setneg (Kementerian Sekretariat Negara) yang temukan. Jadi itu (Pasal 46) seharusnya memang dihapus," ujar Supratman saat dihubungi, Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Menurutnya, Pasal 46 berisi terkait tugas BPH Migas, di mana awalnya pemerintah mengusulkan kewenangan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa atau toll fee dialihkan dari BPH Migas ke Kementerian ESDM.
Setelah dibahas pada rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, kata Supratman, usulan pemerintah tersebut tidak dapat diterima pada waktu itu.
"Tapi naskah yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4 (dalam Pasal 46)," katanya.
"Karena tidak ada perubahan (kewenangan toll fee), Setneg mengklarifikasi ke Baleg, dan saya berkonsultasi ke kawan-kawan, seharusnya tidak ada (Pasal 46) karena kembali ke undang-undang eksisting," sambung Supratman.
Diketahui, Pasal 46 UU Migas sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.
Namun, pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.
Sementara, terkait keberadaan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi yang mengalami perubahan posisi di draf terbaru UU Ciptaker.
Supratman menyebut, ketentuan tersebut seharusnya berada di Bab VIIA.
Dalam naskah draf UU Ciptaker 812 halaman, ketentuan terkiat kebijakan fiskal nasional diatur dalam Bab VIA.
Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII. Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, bab tersebut menjadi Bab VII A. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.
"Ternyata setelah kami cek seharusnya Bab VII A. Itu kan hanya soal penempatan saja, tidak mengubah isi sama sekali," kata Supratman.
Naskah UU Cipta Kerja yang Akan Ditandatangani Jokowi Sama dengan yang Disetor DPR
Pihak Istana Kepresidenan RI melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa mengukur kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman dapat menyebabkan miss leading.
Karena menurut Pratikno naskah yang sama ditulis dalam format kertas dan huruf yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda pula.
Sementara setiap naskah UU yang akan ditandatangani Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku.
Pernyataan Pratikno tersebut terkait pernyataan Ormas Muhammadiyah yang menyebut telah menerima naskah UU Cipta Kerja setebal 1187 halaman.
Sementara naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke Pemerintah pada 15 Oktober lalu setebal 812 halaman.
"Tentang perbedaan jumlah halaman, kami sampaikan bahwa mengukur kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, itu bisa mis-leading. Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," katanya kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).
Menurutnya, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.
"Setiap item perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain lain, semuanya dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg," pungkasnya.
Pratikno memastikan substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg untuk ditandatangani Presiden sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman tapi Kenapa Ada Pasal yang Hilang?
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Istana: UU Cipta Kerja Bisa Diakses Publik Setelah Diteken Jokowi",
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/presiden-joko-widodo-jokowi-menyampaikan-pidato-sidang-pbb.jpg)