Setelah China, Iran dan Korea Utara, Negara Ini 'Atur' Facebook: Banyak Kritik & Ujaran Kebencian
Dia mengaku sejumlah anggota kabinet mengkhawatirkan minimnya legislasi untuk “mengatur penggunaan internet.”
TRIBUNPEKANBARU.COM - Banyak kritikan menyerang pemerintah, Facebook akan dilarang penuh untuk waktu yang tak terbatas.
Facebook dinilai menyalurkan kalimat kotor kepada pemerintah dan jajaran menterinya.
Rencana larangan Facebook ini terjadi di Kepulauan Solomon.
Negara tersebut saat ini bersiap menjadi satu-satunya negara demokratis yang melarang Facebook untuk waktu tidak terbatas.
Pemerintah dikabarkan sedang menyiapkan kerangka hukum menyusul rapat kabinet di ibu kota Honiara, Selasa (17/11).
Jika terwujud, Kepulauan Solomon bergabung dengan China, Iran dan Korea Utara yang sebelumnya sudah melarang platform media sosial asal AS tersebut.
Menteri Komunikasi Peter Shanel Agovaka yang termasuk paling aktif mengkampanyekan larangan Facebook membenarkan keputusan tersebut kepada harian Solomon Times.
Baca juga: Siap Disuntik Vaksin Covid-19, Presiden Jokowi Akui Bagian Ini yang Tersulit
Baca juga: Bawa Sabu, Oknum Polisi di Medan Ini Diciduk Teman Sengkatan, Hakim: Kesalahan Mu Itu Berat Kawan
Baca juga: Promo Giant Hari Ini 18 November 2020, Diskon Besar-besar, Elektronik Fair Diskon hingga 40 Persen
Dia mengaku sejumlah anggota kabinet mengkhawatirkan minimnya legislasi untuk “mengatur penggunaan internet.”
“Perkataan kasar terhadap para menteri, perdana menteri, pembunuhan karakter, defamasi karakter, semua ini adalah sumber kekhawatiran,” kata dia.
“Penggunaan internet di Kep. Solomon harus diregulasi untuk melindungi kaum muda dari konten berbahaya-”
Dia mengatakan media-media nasional akan beroperasi secara normal, meski tanpa akses terhadap Facebook.
Seorang jurubicara Facebook mengatakan larangan tersebut “berdampak pada ribuan warga Kepulauan Solomon,” dan berniat akan menemui pemerintah di Honiara.
Facebook tergolong populer di Kepulauan Solomon, dengan 77.800 pengguna hingga April 2019 silam. Jumlah tersebut mencakup 11,8% dari total populasi yang berkisar 650.000 jiwa.
Baca juga: Niat Jual Kucing Anggora Curian di Medsos untuk Bayar Kontrakan, Belum Laku 2 Pemuda Ini Dibekuk
Baca juga: Bocah Hilang Misterius 3 Hari, Sudah Dicari Kemana-mana Malah Ditemukan di Tempat Tak Terduga
Pemerintah sebenarnya juga menggunakan Facebook untuk sosialisasi kebijakan atau menyebar informasi kesehatan terkait pandemi.
Namun belakangan kanal media sosial tersebut menjadi wadah kritik dan protes terhadap distribusi dana bantuan Covid-19, dan dampak dari keputusan pemerintah mengadopsi politik ‘satu Cina’ dan pergeseran hubungan diplomasi dari Taiwan ke Beijing.
Kritik terhadap pengaruh Cina
Perubahan sikap Perdana Menteri Manasseh Sogavare terkait Cina diyakini digerakkan oleh kebutuhan ekonomi.
Media AS, CNN, melaporkan, Kep. Solomon sampai mempertimbangkan untuk menyewakan pulau kepada Cina, dan menawarkan kewarganegaraan bagi investor asal negeri tirai bambu tersebut.
Langkah Sogavare membawanya ke dalam perseteruan sengit dengan Daniel Suidani, Perdana Menteri untuk Provinsi Malaita yang berpenduduk paling padat di Kep. Solomon.
Belum lama ini dia mengajukan referendum kemerdekaan bagi pulaunya.
Baca juga: Beri Keterangan ke Kejari, Pemasok Material Proyek DIC Bengkalis Ungkap Kejanggalan Berikut Ini
Pelanggaran HAM
Tidak heran jika langkah pemerintah melarang Facebook mengundang kritik pemimpin oposisi, Matthew Wale.
“Politisi selalu khawatir jika rakyat mendapat akses informasi dan bisa mengekspresikan pandangannnya secara bebas. Tapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk mengusulkan larangan,” katanya kepada Reuters.
“Saya sama sekali tidak melihat adanya satu pun pembenaran untuk larangan semacam itu.”
Hal senada dilayangkan organisasi HAM, Amnesty International. Menurut lembaga yang bermarkas di Inggris itu, larangan terhadap media sosial “hanya karena pemerintah tidak menyukai konten komentar para pengguna adalah pelanggaran jelas terhadap hak asasi manusia.”
“Melindungi perasaan sensitif pejabat pemerintah bukan alasan yang bisa dibenarkan untuk membatasi kebebasan berekspresi, yang juga tercantum dalam konstitusi Kepulauan Solomon.”
Saat ini larangan itu belum dijalankan. Menteri Komunikas Agovaka mengatakan pihaknya “sedang berdiskusi dengan operator untuk mencari cara mengimplementasikannya.”
Kep. Solomon bukan negara kepulauan Pasifik pertama yang melarang Facebook.
Pada awal 2018 silam Papua Nugini melarang platform buatan Mark Zuckerberg itu selama satu bulan.
Adapun pemerintah Nauru melarang Facebook selama tiga tahun antara 2015-2018, menyusul badai kritik seputar perlakuan semena-mena pemerintah terhadap pengungsi dan pencari suaka.
rzn/hp (rtr, dpa, cnn, solomontimes)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Banjir Kritik Antipemerintah, Kep. Solomon Akan Larang Facebook, https://www.tribunnews.com/internasional/2020/11/17/banjir-kritik-antipemerintah-kep-solomon-akan-larang-facebook?page=all.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/ilustrasi-medsos-facebook.jpg)