Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

PILU, Hidup Melarat dan Tak Tahan Diejek Tetangga, Keluarga Miskin Ini Pilih Asingkan Diri di Hutan

Menurut Oloandi, selama ini tidak pernah memperoleh bantuan sosial, meski sudah didata berkali-kali untuk penerima bantuan terdampak Covid-19.

Editor: CandraDani
Istimewa
Anak-anak di pedalaman Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) setiap hari harus berjuang melewati medan yang berat, menembus hutan, berjalan di antara pepohonan dan menyebrangi sungai yang deras untuk bisa sampai ke sekolah. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Kerap dihina dan tak pernah dapat bansos, satu keluarga memilih untuk mengasingkan diri di hutan.

Hidup di atas garis kemiskinan membuat mereka selalu dipandang remeh dan dihina tetangga.

Meski hidup kekurangan, namun keluarga tersebut tidak pernah mendapatkan bantuan sosial (bansos).

Kepala keluarga hanya bekerja sebagai buruh panjat kelapa untuk menghidupi istri dan anaknya.

Dalam seminggu, ia hanya mampu mendapatkan penghasilan Rp 100 ribu..

Satu rumah tangga keluarga kurang mampu yang juga lebih layak disebut keluarga miskin hidup menderita di Tepi Hutan Desa Sipangko, Kecamatan Angkola Muaratais, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kondisi satu keluarga yang isolasi di dalam hutan di Polman memprihatinkan karena gubuk mereka tinggal sangat tidak layak.
Kondisi satu keluarga yang isolasi di dalam hutan di Polman memprihatinkan karena gubuk mereka tinggal sangat tidak layak. (Kompas.com)

Oloandi Pulungan berusia 32 tahun, kepala keluarga tersebut, dihubungi Tribun Medan, Selasa (29/12/2020) mengaku tak mampu lagi mengontrak di desa asalnya.

"Di kampung pun dulunya ngontrak, ini pun kita punya lahan di sini ada pondok punya paman," ujar Oloandi, Bapak beranak dua itu dibantu Azan Sinaga seseorang yang peduli keadaannya dan mau meminjamkan sambungan telepon kepada Oloandi.

Cerita Oloandi, selama ini tidak pernah memperoleh bantuan sosial, meski sudah didata berkali-kali untuk penerima bantuan terdampak Covid-19.

Oloandi hingga kini belum juga memperoleh bantuan sosial.

Buruh Panjat Kelapa

Sehari-hari, Oloandi menghidupi Sila istrinya dan kedua anaknya menjadi buruh panjat kelapa, bertarung dengan goncangan angin.

Selesai pada hidup serba kekurangan bukan saja yang dialami Oloandi.

Hal pahit harus diterima keluarga Oloandi, karena mereka dipandang remeh oleh para tetangga dengan kondisi ekonomi yang begitu lemah.

Tak tahan selalu dipandang rendah, Oloandi lantas memboyong anaknya ke Tepi Hutan Tapsel yang terkenal dengan Binatang Buas.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved