Sulitnya Mencari Kerja Saat Pandemi, Warga Meranti Riau Merantau Mengadu Nasib ke Batam
Tamat SMA 2018 lalu, kemudian membantu ibunya menjahit, Maria kemudian memutuskan merantau ke Batam, dengan harapan mendapatkan upah yang tinggi.
Memasak memang merupakan salah satu hobi pria yang merantau ke Batam sejak 2006 ini.
Cerita orang di kampung halamannya kalau Kota Batam merupakan kota primadona bagi para perantau sempat diamininya.
Hal ini pula yang mendorongnya untuk merantau ke Batam.

Bermodal ijazah SMA, Jefri muda memberanikan diri melamar pekerjaan di salah satu perusahaan galangan kapal.
Usianya baru 18 tahun ketika tiba di Kota Batam.
Ia pun diterima sebagai operator serta bertugas untuk mengecat kapal.
“Saat itu, saat galangan kapal lagi naik. Saya dapat gaji Rp 1,1 juta per bulan. Sudah lebih dari cukup kalau untuk di tahun itu,” kenangnya lagi.
Setelah hampir enam bulan bekerja, Jefri mulai mencari peruntungan baru. Dia mulai belajar untuk berjualan.
Wajar saja, Jefri berkeyakinan, orang Minang harus pandai berdagang.
Jadilah ia membuka kedai nasi Padang hingga terbilang sukses.
Cobaan mulai datang saat pandemi Covid-19 datang ke Kota Batam.
Usahanya dibuat kacau. Sejak September 2020, ia terpaksa menutup usahanya.
Kedai tempatnya berjualan ditarik oleh tuannya.
Sebagai orang yang hanya menumpang, Jefri harus berlapang dada dikarenakan tak mampu lagi membayar uang kontrak kedai.
“Bagaimana, dulu tak terpikir untuk membeli ruko. Karena kami sibuk untuk berjualan dan melayani pelanggan kami saja,” ujarnya dengan raut wajah yang mendadak berubah.