Menteri Prabowo Tolak Mentah-mentah Pesawat Amerika yang Mau Mendarat Ini, Terkuak Alasannya
Indonesia tidak berpikir panjang untuk menolak pesawat intai maritim kepunyaan Amerika Serikat mendarat di wilayah NKRI.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Indonesia tidak berpikir panjang untuk menolak pesawat intai maritim kepunyaan Amerika Serikat mendarat di wilayah NKRI.
Presiden Jokowi, Menhan Prabowo Subianto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, secara tegas tidak mengizinkan Pesawat Mata-mata Amerika itu masuk Indonesia
Apa alasannya?
Padahal diketahui Pesawat Mata-mata Amerika itu ditakuti China dan Rusia.
Amerika Serikat baru-baru ini mengoperasikan pesawat intai maritim P-8 Poseidon di wilayah Laut Cina Selatan dari basis-basis militer Singapura, Filipina, dan Malaysia.
Cina juga meningkatan intensitas latihan militer tahun ini, sementara AS juga meningkatkan operasi kebebasan bernavigasi di laut, penempatan kapal selam, serta pengawasan maritim.
P-8 Poseidon, dengan radar, kamera dan sensor akustik suara yang canggih telah memetakan kepulauan, permukaan laut, dan alam bawah laut di kawasan Laut Cina Selatan setidaknya selama enam tahun terakhir.
Saat membawa senjata dan peluru kendali, P-8 Poseidon dapat mendeteksi serta menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh.
Ia juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.
Mengenal pesawat intai maritim P-8 Poseidon
Poseidon sebagai intai yang paling ditakuti oleh China dan Rusia hingga saat ini hanya bertugas melaksanakan penerbangan mata-mata saja dan bukan untuk menyerang
Apalagi penerbangan mata-mata P-8 Poseidon masih di di kawasan udara internasional dan tidak dikawal oleh jet-jet tempur AS.
Oleh karena militer China pun hanya sebatas memberikan peringatan untuk mengusir Poseidon tanpa memberikan ancaman untuk diserang menggunakan rudal atau jet tempur.
Laut China Memanas
Pesawat Pengintai Maritim P-8 Poseidon berperan sangat penting mengawasi kegiatan militer Cina di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayah kedaulatan.
Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei memiliki klaim tandingan atas perairan kaya sumber daya tersebut, yang juga menjadi jalur laut perdagangan internasional yang ditaksir senilai USD 3 triliun setiap tahun.
