Tol Padang-Pekanbaru Terkendala, Mengenal Tingkatan Tanah Ulayat di Minangkabau
Akibat belum tuntasnya pembebasan lahan itu, pembangunan fisik menjadi mangkrak dan terancam dihentikan sementara pada tahun ini.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Beberapa hari ini, pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru menjadi sorotan.
Pasalnya, pembangunan ini terkendala soal pembebasan lahan..
Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada Februari 2018 lalu, hingga sekarang pembangunan tol ruas Padang - Sicincin progresnya masih sangat lambat.
"Ini kegagalan Gubernur Sumbar dan Bupati Padang Pariaman sebagai perpanjangan tangan pusat. Sudah 3 tahun belum selesai juga. Sementara Tol Pekanbaru - Dumai sudah selesai," kata Supardi, Ketua DPRD Sumbar Supardi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/3/2021).
Sebelumnya diberitakan, anggota DPR RI Komisi V bidang infrastruktur dan perhubungan, Athari Gauthi Ardi meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman segera menuntaskan proses pembebasan lahan tol Padang - Pekanbaru, ruas Padang - Sicincin.
Akibat belum tuntasnya pembebasan lahan itu, pembangunan fisik menjadi mangkrak dan terancam dihentikan sementara pada tahun ini.
"Sudah 3 tahun sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2018 lalu, progres pembangunan tol itu terganjal pembebasan lahan," kata Athari yang dihubungi Kompas.com, Senin (8/3/2021).
Baca juga: Peluru Serempet Pelipis Istri, Gara-gara Minta Cerai Suami Lepas 3 Tembakan, Pelaku Sempat Buron,
Baca juga: UPDATE Tol Padang Pekanbaru: Pembangunan Bermasalah, Gubernur Sumbar Dipanggil
Politisi PAN asal Sumbar itu mengatakan, jika proses pembebasan lahan belum selesai, maka dipastikan pembangunan tol itu mangkrak.
"Ini kan proyek strategis nasional. Kenapa sudah 3 tahun proses pembebasan lahannya tidak selesai juga. Kalau lahannya tidak selesai, tentu tidak bisa kerja," kata Athari.
Sementara itu, Project Director Jalan Tol Padang - Sicincin PT Hutama Karya Marthen Robert Singal menegaskan, pihaknya tetap melanjutkan pengerjaan jalan tol pada lahan yang sudah dibebaskan sebelumnya.
"PT Hutama Karya bukan menghentikan pembangunan, tapi hanya akan mengerjakan pada lahan yang sudah dibebaskan. Jika tersedia kelebihan sumber daya, maka akan dilakukan refocusing ke ruas lain yang lebih siap lahannya,” kata Marthen.
Marthen mengatakan dengan kemampuan sumber daya dan kemampuan ekuitas yang sangat terbatas, maka PT Hutama Karya diminta melakukan refocusing pada ruas-ruas yang lebih siap, sehingga hasilnya bisa lebih cepat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dari total lahan sepanjang 36,6 kilometer yang dibutuhkan untuk pembangunan tol, yang baru berhasil ditetapkan lokasinya baru sepanjang 4,2 kilometer.
Baca juga: Pakai Cara Ini Selundupkan Ganja ke Lapas di Riau, Petugas Jeli Tak Bisa Dikelabui, Ini Kronologinya
Baca juga: UPDATE Loker Maret: CEK Lowongan Kerja Hari Ini di Indofood, Banyak Posisi
Baca juga: CARA Mengisi e-HAC: Syarat Penumpang Pesawat & Kapal Harus Mengisi Aplikasi e-HAC
Sisanya masih terkendala dalam hal pembebasan lahan.
Sebelumnya, Direktur Operasi III Hutama Karya Koentjoro menyampaikan bahwa dalam membangun proyek Tol Padang – Sicincin, perusahaan kerap kali dihadapkan oleh kendala di lapangan.
"Pembebasan lahan di Sumbar memang masih menjadi tantangan. Meski demikian, progres yang tidak begitu signifikan di ruas tol ini bukan karena pembangunannya yang lamban, namun perusahaan hanya dapat mengerjakan konstruksi tol sesuai dengan lahan yang telah dibebaskan," kata Koentjoro dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (6/3/2021).
Sementara menyadur berbagai sumber, (Navis, A. A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau & Umar, Ali. 1978. Hukum Adat dan Lembaga-Lembaga Hukum Adat daerah Sumatera Barat. Laporan Penelitian, Kerjasama BPN dengan FH Unand, Padang) terdapat tingkatan tanay ulayat di Minangkabau.
1. Ulayat Rajo
Tanah atau hutan lebat yang terletak jauh dari kampung, koto atau nagari
2 Ulayat Nagari
Tanah adat milik nagari misalnya untuk fasilitas umum, tanah lapang, kolam nagari, untuk kantor, sekolah, masjid, rumah sakit, tanah cadangan berupa belukar muda
3 Ulayat Suku
Tanah cadangan bagi suatu suku yang ada dalam nagari tersebut, biasanya digunakan untuk perkebunan atau perladangan milik bersama
4 Ulayat Kaum
Tanah milik kaum bisa sebagai tanah cadangan yang kelak jika anggota kaum semakin berkembang, maka tanah kaum itu dengan izinpanghulunya dapat mendirikan rumah, membuat kebun bersama, sawah atau ladang.
Semua tanah ulayat ini disebut tanah Pusako Tinggi yang berada di bawah pengawasan Panghulu.
Baca juga: Ibu Jual Anak ke Pria Hidung Belang Demi Uang,Berdalih Banyak Utang Tega Eksploitasi Putri Kandung
Baca juga: Gadis Lugu Tak Tahu Istilah BO, Mau Saja Dibawa Pria Tak Dikenal ke Hotel, Pasrah Karena Ini
Pengakuan mengenai hak ulayat ditemukan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria menyatakan bahwa:
Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak-hak ulayat dan hakhak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang lebih tinggi.
Tanah ulayat adalah aset masyarakat adat minangkabau yang tidak ternilai harganya.
Ada ungkapan dalam adat Minangkabau, bahwa semua orang berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan tanah ulayat agar tidak habis.
Bunyi pepatah tersebut adalah”Nanketek dipagadang, nan hanyuik dipnitehi, nan hilang dicari, nan patah ditimpa,nan sumbiang dititiak, nan buruak dipaelok”.
Dalam pepatah itu terkandung makna yang sangat mendalam, betapa berharganya tanah ulayat bagi kehidupan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat.
Tanah ulayat merupakan pengikat bagi masyarakat adat di Sumatera Barat agar hubungan sesama suku tetap terjaga, dengan utuh.
Sementara pada Jurnal "PERANAN PENGHULU TERHADAP HAK ULAYAT DI MINANGKABAU", Eviandi Ibrahim dari STIH Putri Maharaja Payakumbuh menuliskan tanah ulayat merupakan penguasaan bersama dari suatu kaum/suku, dan Nagari, oleh karena itu sukar sekali unutuk menentukan siapa pemiliknya, karena konsepnya bukan hak milik, tapi hak menguasai secara kolektif.
Dalam pelaksanaannya hak ulayat ini berlaku ke luar dan ke dalam , maksudnya adalah bahwa orang asing yang bukan
anggota masyarakat hukum tidak diizinkan memperoleh hak atas tanah ulayat, kecuali kalau dibayar uang adat dan diizinkan oleh kepala adat bersangkukan.
Peruntukan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan ditentukan oleh persekutuan masyarakat hukum adat.
Peruntukan dan penggunaan tanah ulayat tersebut dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat untuk kepentingan bersama anggota persekutuan dan kepentingan umum.
Menurut kepercayaan masyarakat Minangkabau, tanah sebagai pusaka (hak ulayat) dari nenek moyang mempunyai sifat religius magis.
Sehingga tanah sebagai pusaka harus dipelihara keberadaannya dan ini telah dipatrikan dalam ketentuan adat, bahwa terhadap
tanah ulayat ada rumusan “ Jua indak dimakan bali “ artinya tanah ulayat sebagai pusaka tinggi tidak dapatdiperjual belikan.
Masyarakat Minangkabau,memandang tabu perjual belikan tanah ulayat ini, karena dalam anggapan mereka bila terjadi tanah ulayat diperjual belikan maka yang melakukan itu akan mendapatkan kutukandari arwah nenek moyang mereka dan ada saja bencana yang menimpa mereka, baik berupa kesengsaraan hidup maupun datangnya berbagai penyakit dan bencana lainnya.
Selain itu menurut penelitian di lapangan, tidak dapatnya tanah ulayat diperjual belikan adalah karena :
1. Tanah Ulayat sebagai pusaka, yang turun temurun mempunyai kaitan yang tidak boleh dipisahkan antara generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu suatu kewajiban bagi generasi sekarang untuk menjaga dan memeliharanya guna diwariskan pada generasi yang akan datang.
2. Merupakan lambang atau simbol dari persekutuan masyarakat adat mereka.
3. Kepemilikan penguasaannya secara kolektif/bersama.
4. Tanah ulayat menunjukan adanya hubungan pertalian darah antara generasi sekarang dengan generasi
sebelumnya.
Dengan demikian kalau ada yang menjual tanah ulayat, selain dapat menghilangkan sifat religius magisnya juga akan menurunkan martabat dari persekutuan, bahkan dapat menghilangkan identitas dari masyarakat hukum tersebut. Karena itu sulit untuk menjual tanah ulayat itu.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/jalan-tol-padang-sicincin.jpg)