Menengok Lagi Dakwaan Korupsi Bagian Umum Setda Kuansing 2017,Kasus Ini Dituding Awal Pemerasan
Menengok lagi dakwaan korupsi Bagian Umum Setda Kuansing 2017, kasus ini dituding jadi awal pemerasan miliaran rupiah
Penulis: Dian Maja Palti Siahaan | Editor: Nurul Qomariah
TRIBUNPEKANBARU.COM, TELUK KUANTAN - Menengok lagi dakwaan korupsi Bagian Umum Setda Kuansing 2017, kasus ini dituding jadi awal pemerasan miliaran rupiah.
Dakwaan Jaksa Penuntun Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing terbawa-bawa kala Bupati Kuansing, Andi Putra melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing, Hadiman ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jumat lalu (18/6/2021).
Sang bupati melaporkan dugaan pemerasan.
Ada dua laporan dugaan pemeraaan yang dilaporkan Andi Putra.
Satu di antaranya adalah dugaan pemerasan terkait penanganan kasus korupsi Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing anggaran APBD 2017 atau makan minum.
Nama Andi Putra terseret dalam kasus ini.
Penasihat hukum Andi Putra, Doddi Fernando, SH, MH menceritakan kronologis dugaan pemerasan pada kliennya.
Diceritakannya, pada awal November 2020 lalu, seorang perantara Kajari Kuansing Hadiman, Oji Dirwanto, menemui Andi Putra di kebun.
"Saat itu Pak Bupati dimintai duit Rp 1 miliar. Pak Bupati (Andi) tak menyanggupi. Turun Rp 500 juta. Pak Bupati tak mau juga," katanya.
Konsekuensi permintaan duit itu yakni nama Andi Putra hilang dalam dakwaan kasus korupsi Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing anggaran APBD 2017 atau makan minum untuk lima terdakwa kala itu.
Saat ini kelimanya divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Bagaimana dakwaan JPU untuk lima terdakwa kala itu?
Sidang pembacaan dakwaan sendiri untuk kasus korupsi Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing anggaran APBD 2017 atau makan minum digelar pada 4 September 2020.
Ketika itu, Kajari Hadiman SH, MH yang membacakan secara langsung dakwaan dalam pengadilan.
Kenyataannya, dalam dakwaan, nama Andi Putra ada. Ia didakwa menerima aliran dana korupsi sebesar Rp 90 juta.
Ia juga beberapa kali diperiksa penyidik kejaksaan. Juga dihadirkan dalam persidangan untuk bersaksi.
Dakwaan JPU sendiri tidak lepas dari kritikan. Sebab nama Wakil Bupati Kuansing kala itu, Halim tidak ada dalam dakwaan. Sejumlah aktivis di Kuansing pun menyoroti ini.
Nama Halim memang terseret dalam kasus ini. Sebab Surat Tanda Setoran (STS) atas nama Halim di pengembalian kerugian negara dalam kasus ini, ada nama Halim.
Dokumen yang dimiliki Tribunpekanbaru.com, ada beberapa STS atas nama Halim.
Yakni STS nomor 539 pengembalian kegiatan dana operasional Sekda 2017 OP Wakil Bupati sebesar Rp 500 juta.
Keterangannya, Saleh yang menyetor secara tunai.
Juga ada STS nomor 535 sebesar Rp 90 juta, STS nomor 536 dan 357 yang masing-masing sebesar Rp 15 juta.
Tiga TSTS terkait Wabup Halim tersebut disetor atas nama Saleh.
Nama Bupati Kuansing kala itu, Drs H Mursini masuk dalam dakwaan.
Ia didakwa menerima aliran dana. STS atas namanya juga ada dalam pengembalian uang kerugian negara.
Di persidangan, Andi Putra sendiri membantah menerima aliran dana.
Halim juga membantah soal STS itu. Juga Mursini membantah menerima aliran dana dan soal STS itu.
Pengadilan Tipikor Pekanbaru sendiri memvonis lima terdakwa dengan hukuman bervariasi pada awal Januari lalu.
Saat itu, Kejari Kuansing sendiri melakukan pengembangan atas kasus ini.
Andi Putra, Halim dan Mursini pernah dipanggil dalam pengembangan kasus ini. Begitu juga saksi lainnya.
Awal Juni lalu, Kajari Hadiman mengatakan akan segera menetapak tersangka dalam kasus pengembangan ini.
Namun hingga kini tak ada penetapan tersangka.
( Tribunpekanbaru.com / Palti Siahaan )
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sidang-korupsi-kuansing.jpg)