KISAH Tukang Peti Mati Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pekanbaru, Ini yang Dirasakan Panjaitan
Kisah ini Kisah yang beda dari biasanya, karena ini Kisah tukang peti mati pada masa pandemi Covid-19
Penulis: Alex | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Kisah ini Kisah yang beda dari biasanya, karena ini Kisah tukang peti mati pada masa pandemi Covid-19 .
Sebuah kebahagiaan ketika usaha yang dijalankan ramai permintaan dan kebanjiran order, namun apa yang dirasakan tukang peti mati saat banyak permintaan pada masa pandemi Covid-19 ?
Dilema bagi tukang peti mati pada masa pandemi Covid-19 ini, apakah mereka bahagia atau bersedih dengan banyaknya peti mati yang dibuat setiap harinya?
Pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak orang yang meninggal dan dikuburkan dengan protokol Covid-19.
Apalagi Pekanbaru termasuk zona merah dengan angka penularan yang cukup tinggi, dan jumlah pasien meninggal juga cukup banyak.
Peti mati menjadi salah satu kebutuhan yang harus ada ketika pasien Covid-19 meninggal dunia, karena pemakamannya harus mengikuti protokol covid-19 dan menggunakan peti mati.
Seiring meningkatnya jumlah penularan Covid-19 di Provinsi Riau, khususnya di Pekanbaru maka jumlah pemesanan peti mati juga meningkat.
Namun demikian bagi pekerja peti mati, walau orderan semakin banyak namun di sisi lain mereka juga merasakan kesedihan yang mendalam, karena semakin banyak masyarakat yang meninggal dunia dan semakin banyak peti mati yang keluar setiap harinya.
Seperti halnya usaha peti mati Panjaitan yang berlokasi di Jalan Tapanuli, Lintas Timur, Kulim, Pekanbaru, yang cukup banyak mendapatkan orderan pembuatan peti mati.
Pemilik usaha peti mati tersebut, Panjaitan mengatakan, pada masa pandemi ini memang cukup berpengaruh terhadap permintaan pembuatan peti mati.
Seiring banyaknya angka penularan sekaligus angka kematian pasien Covid-19.
"Masa pandemi Covid-19 ini memang berdampak kepada permintaan pembuatan peti mati, banyak orderan, tapi di satu sisi kita juga merasakan kesedihan yang mendalam, karena banyak yang meninggal," kata Panjaitan kepada Tribun di tempat usahanyanya, Rabu (4/8/2021).
Dikatakan Panjaitan, pihaknya memang tidak bekerjasama langsung dengan pemerintah.
Namun orderan peti mati untuk pasien Covid-19 berasal dari beberapa rumah sakit yang ada di Pekanbaru.
"Kita punya beberapa model peti mati. Biasanya kalau untuk pasien Covid-19 yang meninggal petinya model biasa, tanpa ada ukiran maupun salib," ujarnya.
Sementara itu, pekerja peti mati Panjaitan, Bernard yang juga merupakan keponakan Panjaitan mengatakan, jumlah orderan memang meningkat cukup banyak pada masa pandemi ini.
Biasanya dikatakannya jumlah pemesanan peti mati rata-rata 3 sampai 4 dalam 1 minggu.
Namun dalam masa pandemi Cvid-19 ini ada sekitar 4 bahkan 5 peti mati yang keluar dalam sehari.
"Kita sampai kewalahan menerima orderan karena jumlahnya memang cukup banyak," kata Bernard kepada Tribun disela-sela pekerjaannya.
Untuk jenis dan harga dikatakan Bernard ada 3 pilihan, mulai dari yang premium dengan ukiran pahat dengan harga Rp 3,5 juta,
kemudian yang kedua dengan ukiran tempel dengan harga Rp 2,5 juta,
kemudian yang ketiga adalah yang polos dengan harga Rp 1,5 juta.
"Kalau untuk pasien Covid-19 meninggal dunia biasanya yang dipesan adalah yang polos.
Kalau pengantarannya tidak terlalu jauh kita bisa kasih harga Rp 1,5 juta, dan untuk warna bisa dipilih oleh pemesan," ujarnya.
Pada satu sisi, pandemi Covid-19 mendatangkan banyaknya permintaan terhadap usahanya yakni peti mati.
Namun Bernard maupun Panjaitan berharap agar pandemi Covid-19 bisa segera berakhir, karena memiliki banyak dampak lainnya kepada masyarakat.
"Kita berharap pandemi Covid-19 segera berakhir dan kita juga berharap agar usaha ini juga terus lancar ke depannya," tuturnya. (Tribunpekanbaru.com/Alexander)
