Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

LGBTQ Afghanistan Merasa Sudah Berada Di Neraka Saat Taliban Berkuasa

Di bawah interpretasi kelompok Taliban terhadap Hukum Syariah, hukuman yang akan diterima LGBTQ akan lebih buruk lagi.

Net
Ilustrasi 

Rezim sebelumnya membunuh setidaknya selusin pria homoseksual dengan menghancurkan mereka sampai mati di bawah tembok batu yang digulingkan oleh tank atau buldoser, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia.

“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kaum Gay akan disingkirkan dan dimusnahkan oleh Taliban, seperti yang dilakukan Nazi,” kata Nemat Sadat, mantan profesor di American University of Afghanistan di Kabul yang melarikan diri ke Los Angeles pada 2013 setelah menerima ancaman pembunuhan. 

"Orang-orang mengirimi saya pesan dengan mengatakan ini paspor saya, ini semua informasi saya, tolong keluarkan saya dari negara ini, saya akan mati."

ketakutan yang luar biasa juga dirasakan oleh Abdul (bukan nama sebenarnya).

Dilansir dari BBC, mahasiswa Afghanistan ini pun tak berani keluar rumah. Bahkan ia tak datang ke kampus. 

Padahal, ia harus mengikuti ujian akhir semester.

Ia hanya berdiam diri di rumah sambil memantau Taliban di luar dari jendela rumahnya.

"Bahkan ketika saya melihat Taliban dari jendela, saya merasa sangat takut. Tubuh saya mulai gemetar karena melihat mereka," katanya.

"Warga sipil dibunuh. Saya rasa saya tidak akan pernah berbicara di depan mereka."

Bukan hanya para pemimpin baru negara yang tidak bisa mengetahui tentang seksualitas Abdul.

"Sebagai seorang Gay di Afghanistan, Anda tidak dapat mengungkapkan diri Anda, bahkan kepada keluarga atau teman Anda.

"Jika saya mengungkapkan diri kepada keluarga saya, mungkin mereka akan memukuli saya, mungkin mereka akan membunuh saya."

Meskipun dia menyembunyikan seksualitasnya, Abdul telah menikmati hidupnya di pusat kota yang semarak di negara itu.

"Studiku berjalan dengan sempurna. Ada kehidupan di kota, ada keramaian di kota."

Dalam kurun waktu seminggu, Abdul merasa telah menyaksikan nyawanya menghilang dari hadapannya.

"Tidak ada masa depan bagi kami," katanya.

"Saya rasa saya tidak akan pernah melanjutkan pendidikan saya. Teman-teman, saya telah kehilangan kontak dengan mereka. Saya tidak tahu apakah mereka baik-baik saja.

"Rekan saya, dia terjebak di kota yang berbeda dengan keluarganya. Saya tidak bisa pergi ke sana, dia tidak bisa datang ke sini," (Tribunpekanbaru.com).

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved