Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Wajah Ditendang Saat Minta Gaji, Kembali TKI Wanita di Malaysia Disiksa oleh Majikannya

Seorang perempuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi ART di Ayer Tawar, Perak, menjadi korban penganiayaan dan kerja paksa oleh majikannya.

Editor: CandraDani
Kompas.com/ERICSSEN
Ilustrasi penganiayaan(Kompas.com/ERICSSEN) 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Tiga tahun bekerja dinegeri orang, seorang warga negara Indonesia mengalami penganiayaan.

Bahkan selama tiga tahun dia bekerja tidak diberikan gaji.

Seorang perempuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di Ayer Tawar, Perak, menjadi korban penganiayaan dan Kerja paksa oleh majikannya.

TKI itu kemudian diselamatkan oleh aparat setempat dalam operasi pada Kamis (23/9/2021).

Penyelamatan wanita tersebut merupakan bagian dari operasi penyelamatan terpadu oleh Departemen Tenaga Kerja (JTK), Satgas MAPO, dan kepolisian, yang dilakukan menyusul pengaduan dan informasi dari KBRI Kuala Lumpur pada Senin (20/9/2021).

Kasus ini dilaporkan oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia, yang mengatakan bahwa selain melakukan berbagai bentuk pelecehan, majikan TKI itu juga dilaporkan tidak membayar gajinya selama tiga tahun dengan total sekitar 25.000 ringgit (Rp 85,2 juta) pada 2018-2021.

Korban dianiaya secara fisik, yaitu ditendang di wajah saat meminta gajinya.

Majikannya juga mengeksploitasi korban dengan mengancamnya karena dia bukan pekerja berdokumen dan seringkali memarahinya jika dia ingin kembali ke negaranya.

Dilaporkan bahwa perempuan tersebut masuk ke Malaysia secara legal dengan izin kerja sebagai ART pada Juni 2003 melalui agen yang dikenalnya.

Setelah dia mendapatkan pekerjaan, dana 350 ringgit (Rp 1,19 juta) per bulan dipotong dari gaji korban selama empat bulan sebagai pembayaran kepada agen.

"Korban tidak mengetahui hal ini karena menyerahkan semuanya kepada agen dan tidak ada kontrak tertulis mengenai proses kerja, termasuk pembayaran kepada agen," demikian bunyi keterangan tersebut yang dikutip dari World of Buzz, Senin (27/9/2021).

Dikatakan juga bahwa izin kerja resmi perempuan itu berakhir pada Juni 2020. Oleh karena itu, ia diklasifikasikan sebagai Kerja paksa karena bekerja tanpa bayaran, ditolak kembali ke negara asalnya, dan dianiaya.

Ada indikasi juga majikan melakukan pelanggaran di bawah Undang-Undang Anti-Perdagangan Manusia dan Anti-Penyelundupan Migran (ATIPSOM) 2007, kata Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia.

Kementerian menambahkan, korban masih trauma dan ditempatkan di Shelter Zona Pusat di Damansara, setelah dia diberi perlindungan Interim Protection Order (IPO) oleh Pengadilan Sri Manjung pada hari yang sama dia diselamatkan.

IPO akan berlangsung selama 21 hari hingga 13 Oktober 2021 untuk melengkapi berkas penyidikan berdasarkan UU ATIPSOM 2007 yang dilakukan oleh JTK.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved